Usia bisa jadi tolak ukur perceraian terjadi.
Semakin awal pasangan memutuskan untuk menikah, dalam arti mereka mengambil keputusan menikah terlalu singkat dan serba mendadak tanpa persiapan yang matang, semakin besar pula risiko pasangan tersebut menemui jurang perceraian.
Yang lebih mengkhawatirkan, adalah ketika pasangan menikah di usia yang masih terbilang muda, juga akan berpengaruh terhadap usia pernikahan mereka.
Baca Juga : Kartika Putri Dapat 'Peringatan' dari Warganet Tentang Habib Usman, Begini Jawaban Santainya
Demografi
Selain usia, demografi atau latar belakang juga jadi pemicu perpisahan pasangan.
Perempuan yang memiliki gelar sarjana memiliki 78 persen kemungkinan pernikahan yang akan lebih awet 20 tahun lebih lama, dibandingkan mereka yang tak bergelar sarjana.
Sementara itu, laki-laki tidak dinilai dari gelarnya, namun dari sisi religusnya. Banyak yang beranggapan bahwa menikah dengan pria religius memiliki kemungkinan perceraian kecil, kenyataannya masing-masing 65 persen dan 47 persen laki-laki justru memberi kesan religius tetapi tak ingin bertahan dalam suatu hubungan yang sulit.
Emosional
Kurangnya memahami dan mengontrol tingkat emosional menjadi salah satu alasan mengapa pasangan tak mau mempertahankan hubungan rumah tangganya.
Sifat emosional memang tak menguntungkan pihak mana pun.
Sifat tersebut dapat diujur dari seberapa sensitif seseorang menghadapi masalah dan ancaman yang mengancam dirinya.
Defisiensi Zat Besi pada Anak Sebabkan Gangguan Perkembangan Kognitif dan Motorik
Source | : | nypost,independent.co.uk,Kompas.com,Bustle,Nakita.id,Bussines Insider |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR