Nakita.id.- Melihat seseorang yang Moms cintai mengalami penurunan daya ingat tentu sangat menyedihkan hati.
Moms sering menyebutnya pikun yang parah atau Alzheimer. Namun sebenarnya pikun tidak selalu berarti gejala Alzheimer.
Alzheimer juga bukan berarti demensia atau pikun.
Baca Juga : Kenali Tanda-Tanda Awal Demensia Lewat Tes Mata Sederhana
Alzheimer dan demensia sering disamakan, padahal keduanya merupakan jenis gangguan yang berbeda.
Seperti dikutip dari The Huffington Post (19/9), demensia adalah istilah umum untuk berbagai kondisi, termasuk Alzheimer.
Demensia dapat merangkum banyak kondisi yang berhubungan dengan otak dan harus dianggap lebih sebagai sindrom daripada penyakit.
Baca Juga : Panduan WHO, Begini Menggunakan Obat-obatan Secara Efektif dan Aman
"Demensia adalah penurunan kemampuan kognitif yang bisa terjadi di setiap fase kehidupan dan mencakup banyak penyakit," kata George Perry, kepala ilmuwan dari Brain Health Consortium di University of Texas di San Antonio.
Tidak hanya manula, lelaki dan perempuan di bawah 30 tahun, bahkan remaja bisa mengalami demensia akibat kecelakaan yang berdampak pada kerusakan otak atau stroke.
Penyakit Alzheimer berada di bawah 'payung' demensia. Menurut Perry, 50% diagnosis demensia sebenarnya adalah gejala Alzheimer.
Penyebab penyakit ini sulit ditelusuri, namun usia senja bisa berpengaruh besar.
Faktor yang membuat Alzheimer sulit dikenali adalah fakta bahwa kondisi tersebut hanya bisa dikonfirmasi secara pasti melalui otopsi.
"Kami dapat mendiagnosisnya ketika seseorang masih hidup, tetapi kami tidak pernah benar-benar yakin sampai mereka melakukan otopsi.
Baca Juga : Bagaikan Rayap, Ini Bukti Mengapa Diabetes Bisa Menggerogoti Kesehatan
Kami mencari perubahan patologis spesifik di otak yang dapat kami simpulkan bahwa mereka meninggal akibat Alzheimer," kata Elise Caccappolo, profesor neuropsikologi dan direktur Neuropsychology Service di Columbia University Medical Center.
Kemungkinan gejala Alzheimer yang paling umum adalah kehilangan ingatan jangka pendek (short term memory loss).
Menurut Caccappolo dan Perry, ada tiga jenis demensia yang paling sering diderita pasien, yaitu:
Baca Juga : Hasil Penelitian : Konsumsi Asam Folat Di Awal Kehamilan Turunkan Risiko Autisme
- Demensia vaskular, yaitu ketika seseorang mengalami stroke atau diabetes yang mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen ke otak.
- Demensia frontotemporal, kondisi yang biasanya memengaruhi orang yang berusia 60 tahun ke atas, di mana protein yang mirip dengan Alzheimer mengarah pada hilangnya sel saraf di otak.
- Lewy body dementia, kondisi di mana endapan protein berkembang pada area otak yang bertanggung jawab untuk keterampilan motorik dan ingatan.
Semua penyakit ini memiliki gejala yang berbeda, tetapi secara keseluruhan mungkin pasien menunjukkan gejala-gejala berikut:
Baca Juga : Hasil Penelitian: Rutin Makan Jamur Cegah Penuaan Dini
- Perubahan suasana hati yang parah
- Perubahan kepribadian
- Penurunan kemampuan kognitif dan motorik yang signifikan
- Pada Lewy body dementia, pasien mungkin juga mengalami halusinasi
Aspek yang meresahkan ke demensia dan Alzheimer keduanya adalah tidak diketahui siapa yang lebih berisiko mengalami kondisi ini.
"Sebagian besar penyakit ini bersifat sporadis, mereka tidak memiliki penyebab genetik yang jelas," kata Perry.
Beberapa orang mungkin memiliki warisan genetik Alzheimer. Namun ini tidak menjamin si pembawa gen akan mengalami Alzheimer di kemudian hari.
Baca Juga : Tak Perlu Suntik Botox Yang Mahal, Yoga Wajah Setiap Hari Efeknya Juga Bikin Wajah Kencang
Demikian beberapa informasi penting seputar demensia dan Alzheimer. Semoga bisa membantu Moms untuk mencarikan perawatan yang tepat bagi orang terdekat yang menderita kondisi ini. (*)
Source | : | The Huffington Post,suara.com,Majalah Prevention Indonesia |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR