”Demam” operasi plastik muncul setelah Titi DJ secara blak-blakan mengatakan dirinya menjalani operasi plastik. Sejak saat itu,banyak orang antre minta dioperasi plastik.
Menurut Guru Besar Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr Soetomo David S Perdanakusuma, bukan tindakan bedah plastik estetik yang membuat kecanduan.
Baca Juga : Cukup Lakukan 5 Langkah Ini, Rumah Pasti Bersih Kurang dari 10 Menit!
Namun umumnya orang yang berkali-kali melakukannya untuk menambah harmonisasi di wajahnya.
"Misalnya seseorang melakukan operasi hidung untuk menjadi lebih mancung, namun setelah itu dia mulai merasa bibirnya kurang harmonis dengan hidungnya yang sudah mancung. Akhirnya dia juga melakukan operasi bibir," papar David saat ditemui Kompas.com di Konferensi Pers Institusi Pendidikan Dokter Spesialis Bedah Plastik FK UNAIR/RSUD Dr Soetomo bersama Dermatix, Jumat (25/1/2014) di Surabaya.
Kendati boleh dilakukan berkali-kali, namun David menekankan pentingnya wawancara mendalam dengan pasien sebelum dokter melakukan bedah plastik estetik.
Pasalnya, tidak selalu alasan pasien melakukan tindakan itu masuk akal. Terkadang, kata dia, pasien hanya ingin terlihat lebih cantik menurut dia, padahal sebenarnya sudah tidak ada lagi yang harus diperbaiki.
Menurut dia, kejiwaan pasien pun perlu dites saat berencana melakukan bedah plastik estetika.
"Jangan sampai pasien mengalami body dismorphic disorder atau gangguan penafsiran tubuh," tandas David.
Gangguan tersebut, jelas dia, adalah ketika seseorang merasa dirinya sangat buruk padahal tidak.
Satu jerawat saja yang muncul di wajahnya bagaikan dia menjadi seseorang yang paling buruk rupa.
Tentu orang dengan gangguan tersebut sebaiknya tidak melakukan bedah plastik estetik karena akan menimbulkan tindakan yang berlebihan.
Source | : | Dailymail,metro.co.uk,Tabloid Nakita,Boldsky,kompas |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR