Tabloid-Nakita.com - Berjalan adalah proses tumbuh kembang anak. Untuk mencapai taraf bisa berjalan, anak harus melalui tahapan proses tumbuh kembang. Mulai tengkurap, telentang, duduk, dan merangkak, berdiri dengan bantuan, berjalan dengan merambat, serta akhirnya berjalan tanpa bantuan sampai dengan berjalan mundur, berdiri dengan satu kaki, memanjat, naik, dan turun tangga.
"Gerakan berjalan sesungguhnya bersifat kompleks. Anak bukan sekadar berdiri lalu melangkahkan kaki. Kemampuan berjalan ditentukan banyak hal, antara lain oleh kematangan saraf di pusat susunan saraf atau otak; kemampuan keseimbangan di bagian vestibularis telinga; penglihatan, pertumbuhan otot kaki dan anatomi kaki yang baik; dan atau tidak adanya cacat bawaan," kata dr. Richardus Herman Waluya, SpA.
Jika anak sering jatuh, penyebabnya bisa jadi gangguan di salah satu dari hal-hal di atas. Begini penyebab anak sering jatuh:
Kematangan saraf terganggu. Akibat susunan otak, saraf perifer, dan sensorik yang terganggu, terjadilah kesulitan berpikir, merencanakan, lalu memproses informasi dan mengeksekusinya dalam bentuk gerak. Inilah yang disebut motor dyspraxia atau ceroboh (clumsy).
Sejak bayi, dispraksia motor dapat dilihat salah satunya dari keterlambatan mencapai tonggak perkembangan. Seperti terlambat berguling, merangkak, dan berjalan. Sedangkan di usia batita atau prasekolah, mereka tampak kesulitan ketika mengayuh pedal sepeda roda tiga atau melakukan kegiatan fisik seperti naik tangga, berlari, melompat, jika dibandingkan dengan anak-anak lain pada usia yang sama. Pada saat berjalan, mereka juga cenderung lebih cepat jatuh dibandingkan anak lain yang normal.
Kelainan pada bentuk kaki. Kaki adalah fondasi yang menyangga tubuh. Pada saat berdiri, tulang paha, lutut ke bawah, dan engkel harus berada pada posisi lurus. Pada tungkai bawah kaki anak terjadi pertumbuhan dan perkembangan di mana ada perputaran atau rotasi sampai usia 6-7 tahun. Demikian juga terdapat bagian telapak kaki yang berfungsi untuk meredam gerakan seperti shock breaker. Jika lewat usia tersebut anak masih suka jatuh, maka perlu diduga ada kelainan pada anatomi kaki.
Beberapa kelainan pada anatomi kaki antara lain kaki datar (seluruh bagian telapak menempel di tanah), kaki O atau X, atau berjalan jinjit. Anak dengan kaki datar biasanya tidak bisa berjalan lama, cepat letih, dan sakit pada kaki karena fungsi peredam telapak kaki tidak berfungsi.
Kebiasaan duduk posisi W. Ada juga penyebab anak sering jatuh atau berjalan tidak stabil akibat kebiasaan duduk dengan bersila posisi W seperti orang Jepang bersila. Pada saat berdiri, jempol kaki menghadap ke dalam dan lututnya membentuk X. Ini yang disebut dengan in-toeing gait: berjalan dengan jari kaki-kaki mengarah ke dalam, yang seharusnya jari kaki saat berjalan lurus ke depan atau ke luar.
Pada anak dengan masalah in-toeing gait (atau sering disebut pengkor), anak terjatuh karena tersandung kaki sebelahnya saat melangkah dengan cepat. Jika sangat mengganggu, harus dibawa ke klinik tumbuh kembang, untuk dikonsulkan ke bagian ortopedi maupun kedokteran fisik dan rehabilitasi.
Gangguan penglihatan. Pada anak dengan gangguan penglihatan, saat berjalan sering jatuh tersandung benda di lantai atau menabrak sesuatu di depannya. Bentuk kelainan penglihatan bisa kelainan refraksi (rabun jauh atau rabun dekat atau keduanya), kelainan retina (fungsi sel-sel penglihatan), kelainan lensa mata (kekeruhan/katarak), atau kelainan kornea. Kelainan yang lain bisa berupa juling atau tidak kesesuaian otot mata.
Gangguan keseimbangan. Keseimbangan tubuh, secara anatomi diatur oleh otak kecil (cerebellum). Sensor keseimbangan berada pada organ vestibular di telinga. Keseimbangan juga dipengaruhi oleh mata, saraf di kulit yang disebut proprioseptif, dan sistem gerak tulang dan otot (muskuloskeletal).
Jika terjadi gangguan pada sensor gerak, maka fungsi keseimbangan atau ekuilibrium tubuh akan terganggu. Gejala yang terjadi adalah pusing, sensasi berputar, atau goyang. Orang melihat anak berjalan oleng, atau anak sendiri merasa lingkungan sekitarnya bergerak. Padahal tidak demikian.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Penulis | : | Hilman Hilmansyah |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR