Nakita.id - Indonesia kembali mendengar kabar yang mengiris hati. Membuat air mata seolah basah dengan sendirinya lantaran kabar yang menyedihkan ini.
Seseorang yang tengah menjalankan misi kemanusiaan harus menyudahi misinya tersebut.
Ia adalah Syachrul Anto, seorang penyelam yang turut dalam misi kemanusiaan untuk mengevakuasi korban serta badan pesawat Lion Air JT 610.
Kabar meninggalnya Syachrul Anto atau yang akrab disapa Anto ini awalnya dikabarkan oleh salah seorang pengguna akun Facebook, Yosep Safrudin, yang diduga seorang rekan tim penyelam Anto mengabarkan kabar duka tersebut pada Sabtu (3/11/2018) pukul 00.30, dini hari.
"Innalillahi wainnailaihirojiuun, Pahlawan kemanusiaan yg sangat mulia
Terlibat beberapa kali evakuasi korban pesawat (Lion,Airasia) dan Kapal pelni...
Harus berakhir jatah rezekinya di alam fana ini di perairan karawang saat meng evakuasi beberapa paket Jenazah JT610," tulis Yosep.
Anto meninggal dalam keadaan menjalankan misi kemanusiaan. Bersedia bertaruh nyawa demi menyelamatkan nyawa banyak orang.
Tak heran bila kawannya, Yosep membeberkan bahwa sahabatnya tersebut merupakan penyelam profesional yang berpengalaman.
Demi mengemban misi kemanusiaannya, Anto rela meninggalkan perusahaan yang dinaunginya untuk bergabung dalam misi kemanusiaan. Begitu ungkap Yosep.
Baca Juga : Baru Dua Hari Ikut Evakuasi Lion Air JT 610, Seorang Penyelam Meninggal Dunia, Ini Kabarnya!
"Divers yg sangat pengalaman...
Tanpa lelah dan rela meninggalkan perusahaan smp bulanan untuk ikut partisipasi dalam misi kemanusiaan..
Baru 1 minggu kembali dari Palu...”
Selain menjalankan misi dalam evakuasi korban dan badan pesawat Lion Air JT 610, Anto juga sempat menjalankan misi kemanusiaan di Palu.
Belum lama pulang dari Palu, Anto langsung meminta untuk bergabung dalam misi evakuasi korban Lion Air JT 610.
“Minta di jemput di Halim 2 hari yg lalu, Pinjem Alat selam ku, minta diantar ke posko evakuasi JT610 di priok,” tutup Yosef menceritakan tentang sahabatnya tersebut.
Sepertinya, predikat orang baik telah melekat dalam diri Anto. Sofyan juga memuji sifar Anto yang baik hati.
“Kawan senior yg sdh seperti sodara,yg sangat humble dan baik hati..
Sempat terlibat bisnis bareng kecil2an…
Seringkali antar jemput kalo silaturahmi ke Makassar…
…rindu gelak tawa dan kebaikan2nya….
Selamat jalan..
‘Ayah anto, Om anto, ayah haji’
(Begitu teman2 divers memanggilnya….)
Syachrul Anto
Semoga Om menghadap sang Khalik dgn Khusnul khotimah…..
…….Semua kita berasal dari Allah dan kita semua akan kembali ke hadapan Nya…..
Selamat Jalan…
Pahlawan kemanusiaan…..”
Unggahan Yosef tersebut membuat banyak warganet ikut tersentuh dan juga kehilangan.
Bahkan, banyak di antara mereka yang turut merasakan kebaikan dan juga ketulusan Anto dalam bertugas.
Meninggalnya Anto menjadi catatan panjang perjuangan para tim kemanusiaan demi menjalankan misi besar mereka.
Anto hanyalah satu di antara beberapa tim, relawan atau bahkan petugas yang tengah menjalankan misi menyelamatkan nyawa dan rela bertaruh nyawa.
Bagi para petugas misi kemanusiaan, terkadang memang mereka acapkali menghiraukan keselamatannya.
Bukan kesalahan mereka sebenarnya, ya itulah tugas berat yang mereka emban.
Dalam menyelamatkan nyawa, kadang nyawa juga harus jadi taruhan, meski mereka juga harus menjaga diri dan juga keselamatannya.
Sebelum Anto, ada beberapa petugas yang gugur dalam misi kemanusiaannya.
Nakita.id merangkum beberapa kisah sedih dari mereka yang rla bertaruh nyawa demi menyelamatkan nyawa orang lain.
1. Afni Fastabiq Utama
Jumat (24/8/2018) silam, seorang anggota Palang Merah Indonesia (PMI) Pekalongan mengembuskan napas terakhirnya dalam menjalankan misi mulia.
Tata, panggilan akrabnya, meninggal dunia saat bertugas di Sumbawa Utara.
Tata bertugas sejak 18 Agustus 2018 untuk membantu korban gempa di Lombok.
Awalnya, Tata akan menjalani tugasnya selama satu bulan penuh.
Sayangnya, belum genap satu minggu bertugas, Tata gugur dalam misi kemanusiaan.
Meninggalnya Tata membuat para anggota PMI mengalami duka mendalam karena kepergian rekannya.
Bahkan, PMI Kabupaten Pekalongan sempat mengibarkan Bendera Merah Putih setengah tiang, demi menghormati mendiang.
Duka mendalam disampaikan Arini Harimurti, Ketua PMI Kabupaten Pekalongan saat itu. Arini mengungkapkan bahwa anggotanya tersebut sempat mengalami sakit perut sebelum meninggal dunia.
“Kami sangat kehilangan atas kepergian Tata, dan saat ini, jenazah berada di RS Mataram. Kabar terakhir, waktu di posko Tata sakit perut dan ia izin untuk istirahat. Namun, paginya Tata ditemukan sudah meninggal,” jelas Arini.
Kabar duka tersebut juga saat itu disampaikan oleh Kepala Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Sutopo menyampaikan duka mendalam perihal gugurnya Tata, ia juga mendoakan supaya Tata mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.
Tata yang meninggal dalam tugasnya saat operasi tanggap darurat gempa Lombok.
Baca Juga : Demi Selamatkan Ribuan Jiwa, Petugas Basarnas Rela Tinggalkan Istrinya yang Sakit Sampai Meninggal Dunia
Tata bertugas dan bergabung dalam Tim WASH (Water Sanitation Hygiene), ia bertugas mendistribusi air bersih ke warga-warga yang membutuhkan air bersih di sejumlah desa di Lombok Utara.
Sukri Koordinator Tim WASH PMI menceritakan bagaimana anggotanya tersebut sebelum meninggal dunia.
Melansir dari Tribunnews.com, pada Jumat pagi, pukul 06.15 WITA, almarhum sempat dibangunkan oleh seorang rekannya yang bersama-sama menempati Camp WASH PMI di Dusun Lokorangan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara.
“Kami terbiasa setiap pagi saling membangunkan teman-teman untuk sarapan, bersih-bersih, dan bersiap untuk bertugas. Saat dibangunkan, Tata saat itu masih sadar, tapi ia kembali tidur. Saya pikir mungkin dia masih butuh tidur karena toh hari masih pagi,” jelas Sukri.
Kemudian pada pukul 07.19 WITA, teman-temannya kembali membangunkan almarhum yang belum juga terbangun, namun saat itu mereka menyadari bahwa almarhum sudah tidak ada respon dan sudah tidak ada denyut nadi.
Tim WASH lalu bergegas mengontak Tim Medis PMI yang berada di Posko PMI Rest Area Kayangan untuk meminta ambulans.
Almarhum segera dibawa dengan ambulans PMI dan dirujuk ke Puskesmas Gangga, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara.
Dalam perjalanan menuju puskesmas, tim medis PMI sempat melakukan pijat jantung dan pengecekan ulang respon almarhum, namun sudah tidak ada tanda kehidupan.
Tim medis PMI memperkirakan almarhum sudah meninggal sejak di Camp WASH PMI.
Tim dokter di puskesmas kembali melakukan pemeriksanaan, namun menyatakan almarhum sudah meninggal.
Puskesmas mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Almarhum dinyatakan meninggal pukul 07.30 WITA, Jumat (24/8/2018).
Baca Juga : Bermodal Linggis, Seorang Ayah Berusaha Cari Anak Gadisnya di Reruntuhan Hotel Roa Roa,
2. Basarnas Kantor SAR Semarang
2017 silam, Badan SAR Nasional (Basarnas) juga merasakan duka tersebut.
Empat anggota Basarnas dan empat kru HR 3602 dinyatakan meninggal dunia saat menjalankan tugas kemanusiaan.
Delapan anggota yang menunggangi helikopter jenis dauphin tersebut jatuh di Gunung Botak, Temanggung pada Minggu (2/7/2017).
Adalah, Budi Restiyanto (42), Catur Bambang (3), Maulana Affandi (26), dan Nyoto Purwanto (36) yang menjalankan tugas sebagai Basarnas bersama empat orang Kru HR 3602 yang juga gugur.
Empat Kru HR 3602 adalah Kapten Laut (P) Haryanto, Kapten Laut (P) II Solihin, Serka Mpu Hari Marsono, dan Peltu Ipu Budi Santoso.
Delapan anggota tersebut meninggal dunia saat melakukan pemantauan menuju lokasi bencana Letupan Kawah Sileri, Dieng, Banjarnegara.
Melansir dari Kompas.com, Deputi Bidang Potensi SAR Basarnas Marsekal Muda Basarnas Dodi Trisunu mengungkapkan bahwa kronologi jatuhnya helikopter HR 3602 yang jatuh di Kabupaten Temanggung, Minggu (2/7/2017).
Menurut Dodi, heli jatuh saat dalam misi perbantuan pemantauan dan evakuasi letupan kawah Sileri, di Dieng, Kabupaten Banjarnegara.
Sebelum terbang, Kepala SAR Semarang meminta izin terbang untuk helikopter dari Direktur Operasional Basarnas.
"Tugasnya membantu dan mengevakuasi korban jika diperlukan," kata Dodi di Kantor Basarnas Jateng, Selasa (4/7/2017).
Sebelum terbang, pada Minggu pukul 12.00 WIB, SAR Semarang mendapat informasi letupan Kawah Sileri.
Sebanyak 17 pengunjung dilarikan ke Puskesmas Batur. Pada 13.58 WIB, Kepala SAR Semarang memutuskan untuk meminta persetujuan untuk menerbangkan Heli 3602 warna oranye itu.
Pukul 14.15 WIB hingga 14.25 WIB, pilot heli Kapten Haryanto mendapat briefing dari Direktur Operasional melalui sambungan telepon.
Pukul 14.44 WIB, heli bergerak dari Pos Grinsing menuju Lanumad Ahmad Yani Semarang untuk mengisi bahan bakar dan mengabarkan rencana take off ke Dieng. Pukul 15.30 WIB, Dodi menerangkan, jarak penerbangan dari Lanumad Semarang hingga Dieng ditempuh dalam waktu 20 menit dengan ketinggian pesawat 3700 FT.
Heli itu kemudian terbang pukul 16.00 WIB dan kehilangan kontak pada pukul 16.17 WIB. Pada 16.14 WIB, flight monitoring system (FMS) Basarnas mendeteksi pesawat berada di minimum safety altitude, yaitu di ketinggian 5400 FT. Pukul 16.16 WIB pesawat sudah hilang kontak.
Pada pukul 16.17 WIB, local gawe terminal (LUT) mendeteksi sinyal distress dari heli itu di Gunung Butak Temanggung.
Namun sinyal hilangnya kontak baru terkonfirmasi pada pukul 16.30 WIB. Setelah terkonfirmasi, SAR kemudian melakukan operasi menuju Gunung Butak.
Pada pukul 19.00 WIB, tim rescue Basarnas tiba di Temanggung dan langsung ke lokasi. Satu jam berikutnya, pukul 20.00 WIB sudah ada 5 rescue di lokasi.
Setengah jam kemudian pukul 20.30 WIB, sudah ada 25 anggota SAR yang bergabung di lokasi. Setelah dilakukan evakuasi, pada pukul 22.00 WIB, tim menemukan 3 orang meninggal.
Lalu pada Senin (3/7/2017) pukul 02.00 WIB seluruh korban berjumlah 8 orang ditemukan. Para korban lalu dibawa ke RS Bhayangkara Semarang.
Dari kisah para pahlawan tersebut, masyarakat kembali disadarkan bahwa masih banyak manusia yang memanusiakan manusia.
Mereka rela bertaruh nyawa demi menjalankan tugasnya, yaitu misi kemanusiaan.
Selain rela mati, petugas baik relawan, Tim SAR, anggota PMI, dan lain-lain juga menjalankan tugas beratnya dalam bertugas.
Keselamatan korban merupakan prioritasnya di atas keselamatannya sendiri.
Mereka harus menjalani dan menembus berbagai medan berat demi pencarian korban, evakuasi, seperti yang sudah terlaksana di Lombok, Palu, juga di perairan Karawang ini.
Mereka dibekali dengan pelatihan khusus yang pasti menempa mental dan juga fisik mereka.
Belum lagi, mereka harus bertemu dengan puluhan, ratusan, bahkan ribuan jenazah dengan kondisi tubuh yang tercecer-cecer, atau sudah tak lagi bisa dikenali.
Bisa dibayangkan bagaimana rasanya saat itu. Meski banyak yang menilai hal tersebut adalah suatu hal wajar yang sudah jadi tugasnya, tetapi, para petugas juga memiliki hati.
Hati mana yang tak hancur dan rontok melihat berbagai kondisi jenazah. Kadang mereka juga menyeka air mata mereka.
Perasaan tersebut sempat disampaikan salah satu anggota Basarnas, Muhammad Andika, pada Kompas.com 2017 silam.
Baca Juga : Evakuasi Korban di Hotel Roa Roa Palu Terkendala Alat Berat, Ketua Basarnas: Kita Berpacu dengan Waktu
Ia mengatakan bahwa melihat kondisi jenazah yang bergelimangan merupakan hal yang sangat menyedihkan, tetapi ia harus pandai mengatur emosinya sendiri.
“Sedih pasti ada. Tapi kami masih bisa mengatur emosi jiwa kami karena mental kami sudah terbentuk. Kalau menangis, pasti pernah tapi tidak di depan orang,” tutur Andika.
"Bisa menangis pada saat keluarga ditinggalkan melihat kondisi jenazah setelah ditemukan. Sebagai tim SAR pasti ada rasa bangga. Tapi ada rasa sedih karena korban ditemukan meninggal dunia. Saat ketemu keluarga dan dikembalikan ke rumah duka pasti ada perasaan sedih," tutupnya.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,Facebook,tribunnews.com,nakita.id |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR