Tabloid-Nakita.com - Erik Erikson, pakar psikologi perkembangan mengatakan, usia 3—5 tahun berada pada periode perkembangan masa awal anak-anak (tahun pertama prasekolah). Masa usia ini adalah fase bermain. Anak juga belajar berfantasi seperti menjadi karakter jagoan atau superhero. Anak mulai senang melakukan permainan tantangan dan persaingan. Yang perlu diperhatikan, bagaimana anak dapat bersaing secara sehat sekaligus tak fokus hanya pada persaingan semata-mata.
Sebenarnya, anak di usia ini belum memahami benar tentang arti bersaing dan berkompetisi. Akan tetapi, anak sudah memiliki keinginan dan mulai memahami arti berprestasi. Ia ingin merasa lebih bisa, lebih mampu atau lebih pintar dibandingkan dengan teman sebayanya sehingga butuh mendapatkan pengakuan. Si prasekolah tahu, dengan prestasi yang diperoleh ia akan mendapatkan penghargaan (berupa pujian atau hadiah). Alhasil, semakin memacu ia untuk bersaing dengan lingkungannya.
Kepada anak, kenalkan istilah menang atau kalah dalam berkompetisi. Di saat menang, jelaskan bahwa artinya ia telah berhasil melewati tantangan yang diberikan dan membantunya untuk mengembangkan kepercayaan dirinya. Siapkan anak untuk menjadi sosok yang tangguh di masa depan dan berani bersaing dengan lingkungan.
Pada dasarnya, memang ada sisi positif dari persaingan maupun sisi negatifnya, yaitu:
Sisi positif persaingan
• Sebenarnya persaingan itu sendiri bukanlah sesuatu yang buruk. Persaingan sesungguhnya upaya untuk bertahan sekaligus meningkatkan prestasi.
• Dengan persaingan, anak bertahan untuk tidak mudah menyerah. Anak juga dipacu untuk menghasilkan karya lebih baik. Jadi, sewaktu anak berada di suatu kancah persaingan, ia akan berkesempatan mengembangkan ketahanan sekaligus potensi diri serta kepercayaan dirinya. Apabila anak sama sekali tidak memiliki keinginan untuk bersaing, kemungkinan ia tak mengembangkan daya juang yang tinggi dan cenderung mengambil jalan pintas. Ia cenderung mudah menyerah dan cepat puas dengan apa yang telah dihasilkannya.
• Dengan persaingan, anak belajar menghadapi keberhasilan dan kegagalan.
• Anak juga belajar dari pengalaman tentang kemampuan dan keterbatasan, mengatasi perasaan kalah, dapat menentukan tujuan atau target secara tepat, belajar mengikuti aturan permainan, mengembangkan keterampilan dan belajar bekerja sama.
• Kompetisi juga memberi dorongan positif untuk terus menjadikan anak unggul dibanding dengan teman-teman seusianya.
Sisi negatif persaingan
Apabila orangtua tidak mampu mengarahkan perilaku anak, persaingan akan berakibat:
* Anak cenderung menganggap teman sebayanya adalah musuh yang harus dikalahkan.
* Anak cenderung merasa iri pada teman yang menang sehingga ia merasa tersingkir jika kalah, merasa takut gagal, cemas, dan cenderung kurang berempati pada orang lain.
* Anak merasa, setiap persaingan adalah pertandingan sehingga ia harus selalu menang. Bisa jadi ia tidak pernah merasa puas dengan kemenangan yang selama ini didapat, terlalu fokus pada persaingan sehingga tidak siap menerima kekalahan.
Oleh karena adanya dua sisi persaingan ini, Mama sangat perlu memperkenalkan dan mengajarkan tentang persaingan sehat sejak dini, yaitu menjadi pemenang yang sportif dan kalah dengan terhormat. Memberi pehamanan bahwa bermain lebih mengasyikkan daripada sekadar hasil atau kemenangan yang diperoleh, seperti siapa yang menang dan kalah. Jelaskan mengapa bersikap sportif sangat penting.
Narasumber: Dewi Puspa Hardiawan, MPsi., Sekolah Bakti Mulya 400 Pondok Indah, Jakarta
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
Penulis | : | Hilman Hilmansyah |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR