Yang mengenakan celana dalam hanyalah kaum elit, seperti raja, ratu, hingga bangsawan. Semua karena bahan katun atau wol yang masih berharga mahal.
BACA JUGA: Miris Tapi Nyata, Perempuan Menstruasi di Daerah Ini Harus Dikucilkan
Orang Romawi kuno juga mengenakan celana dalam, yang dikenal dengan nama 'subligaculum'.
Subligaculum sendiri berupa kain linen/katun yang dililitkan untuk menutupi area bokong dan dikencangkan menggunakan sabuk besi.
Hingga pada era Perang Dunia 1, Amerika menciptakan celana dalam berbahan katun yang simpel dan berpinggang karet, khusus untuk memudahkan tentaranya ketika berperang.
Kala itu, sekutu sudah mengenakan celana dalam berbentuk segitiga, ada pula yang mengenakan boxer.
Era 90-an jadi masa keemasan celana dalam. Pada dekade ini, celana dalam menjelma jadi item fashion yang bernilai komersil.
Merek fashion terkemuka seperti Calvin Klein dan Victoria's Secret jadi produsen pakaian dalam terbesar dunia. Ekpslorasi bentuk dan jenis pakaian dalam pun sudah beragam.
Bahannya tak lagi menggunakan katun semata. Ada yang terbuat dari sutra, satin, renda, bahkan tulle transparan yang super seksi.
Fungsi celana dalam pun mulai bergeser dan tak hanya mementingkan aspek kenyamanan semata.
BACA JUGA: Rajin Mengajak Ngobrol dan Bertamu, Kunci Si Kecil Tumbuh sebagai Anak Super.
Muncul thong, g-string, bikini, tanga, dan masih banyak lagi. Harganya pun meroket tajam. Sebuah celana dalam rancangan desainer ternama bisa dijual jutaan hingga belasan juta rupiah.
Source | : | Tabloid Nakita,everydayhealth.com,kumparan.com |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR