Obat Antibiotik Tidak Harus Dihabiskan?

By Dini Felicitas, Senin, 7 Agustus 2017 | 06:15 WIB
Obat antibiotik bisa dihentikan jika kita sudah merasa lebih sehat. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Saat berobat ke dokter dan diberi antibiotik, para dokter atau apoteker biasanya mengingatkan bahwa obat antibiotik harus dihabiskan, untuk memaksimalkan proses penyembuhan. Tapi tahukah Ibu? Ternyata penelitian terbaru membawa fakta mengejutkan yang mengatakan bahwa obat antibiotik tidak harus dihabiskan.

Para ahli justru menyarankan kepada para dokter untuk berhenti memberitahu pasien agar mengonsumsi antibiotik sesuai dosis yang diberikan, atau dengan kata lain harus menghabiskan obat antibiotik yang diresepkan. Mereka cemas, melanjutkan pengobatan setelah pasien merasa lebih baik justru dapat meningkatkan resistensi antibiotik, di mana bakteri atau virus dapat berevolusi sehingga kebal terhadap obat-obatan.

Hal ini bisa menimbulkan resistensi antibiotik yang merupakan krisis kesehatan global. Dengan penggunaan antibiotik berlebihan sebagai pendorong utama, bakteri menjadi lebih kebal akibat semakin sering antibiotik digunakan.

Selama bertahun-tahun, sesuai dengan pedoman dari WHO, dokter umum selalu mengatakan pasien yang tidak menghabiskan antibiotiknya adalah perbuatan yang "tidak bertanggung jawab" karena dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Profesor Helen Stokes-Lampard, ketua Royal College of GPs, tidak setuju dengan hal ini dan mengatakan bahwa pasien seharusnya tidak mengubah perilaku mereka "berdasarkan satu hasil penelitian saja".

Laporan dari 10 spesialis penyakit menular dari Universitas Oxford dan Brighton and Sussex Medical School mengatakan, saran tersebut saat ini tidak didukung oleh bukti. Sebaliknya, mereka mengatakan adanya bukti bahwa menghentikan konsumsi antibiotik lebih cepat adalah cara yang aman dan efektif untuk mengurangi penggunaan obat-obatan secara berlebihan.

Profesor Martin Llewelyn, penulis utama laporan ini, menjelaskan, "Secara historis, pemberian antibiotik ditetapkan berdasarkan contoh kasus di masa lalu dan didorong oleh rasa takut bahwa pasien akan kurang mendapat perawatan. Hal ini justru membuat penggunaan obat berlebihan kurang diperhatikan. Padahal jika kepercayaan yang paling mendasar dan sudah tersebar luas tersebut dilawan, kita justru harus minum obat sesedikit mungkin.”

Masih Harus Dilakukan Penelitian Lebih Lanjut Mengambil contoh di rumah sakit, para peneliti mengatakan pasien biasanya diobati dengan antibiotik hanya sampai tes menunjukkan bahwa mereka telah pulih dari infeksi. Di luar rumah sakit, di mana pengujian berulang tidak mungkin dilakukan, pasien harus disarankan untuk menghentikan pengobatan saat mereka merasa lebih baik. Hal ini tentunya bertentangan dengan rekomendasi dari WHO. Masyarakat harus didorong untuk mengenali bahwa antibiotik adalah sumber daya yang berharga dan terbatas, dan karenanya harus dipelihara.

Untuk penelitian ini, para ahli menganalisis hasil beberapa penelitian yang terpercaya mengenai antibiotik. Mereka menemukan konsumsi antibiotik dalam jangka pendek, sekitar setengah dari dosis yang diresepkan, tidak berdampak pada kemungkinan pasien tersebut akan sembuh, menjadi terinfeksi kembali, atau meninggal.

Antibiotik tertentu paling baik dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama, seperti yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis. Tapi untuk kasus yang lain, seperti pneumonia, penggunaan antibiotik bisa sama efektifnya dengan waktu yang lebih pendek.

Meski begitu, para peneliti mengatakan dibutuhkan lebih banyak percobaan untuk menetapkan berapa lama tepatnya waktu yang dibutuhkan untuk penggunaan antibiotik.