Orangtua yang Terlalu Protektif Bikin Anak Kurang Mandiri

By Dini Felicitas, Minggu, 20 Agustus 2017 | 23:45 WIB
Orangtua yang terlalu protektif bisa mengurangi kemandirian anak. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Anak-anak pada dasarnya memiliki jiwa petualang. Mereka senang mengeksplorasi hal-hal baru di sekitarnya. Beberapa anak bahkan tidak mengenal rasa takut dan melakukan apapun yang mereka inginkan, meskipun hal tersebut bisa membahayakan mereka.

Maile Meloy, seorang penulis novel terkenal di Amerika, berbagi cerita dan pendapatnya mengenai hal ini. Hampir sama dengan cerita di novel terbarunya yang berjudul Do Not Become Alarmed, Meloy bercerita tentang perjuangan orangtua yang kehilangan anaknya saat berlibur. Kisah ini menjelaskan sudut pandangnya mengenai sifat protektif orangtua dan kebebasan untuk anak.

Anak-anak bisa menantang bahaya setiap hari, tapi tetap bertahan hidup. Mereka tidak ketakutan terjatuh dan kepalanya retak saat berayun di pohon atau tempat bermain. Meloy yakin anak-anak memiliki penilaian yang baik tentang setinggi apa lompatan yang bisa mereka lakukan, dan terjatuh justru bisa menentukan batas-batas itu. Tapi hal ini tentu saja tetap mengerikan.

“Saya bisa menangani adrenalin dan vertigo selama beberapa hari, tapi bisakah saya menanganinya terus-menerus selama 18 tahun? Saya tidak yakin. Seorang ibu pernah bilang kalau anak-anak senang ‘menggoda’ bahaya, dan mereka melakukannya hampir setiap menit,” ujar penulis beberapa novel best seller ini.

Beberapa orangtua tidak dapat berhenti membaca cerita tentang hal-hal mengerikan yang terjadi pada anak-anak seperti kecelakaan dan penculikan, sementara yang lainnya bahkan tidak bisa membaca berita-berita seperti itu karena terlalu takut. Hal inilah yang membuat orangtua menjadi jauh lebih waspada terhadap anak-anaknya. Jaman sekarang, orangtua bahkan bisa melacak keberadaan anaknya di rumah mereka sendiri melalui gadget yang canggih.

Tapi menurut Meloy, sikap protektif para orangtua ini justru membawa kerugian. Anak-anak yang tumbuh relatif mandiri, membuatnya banyak akal dan memberinya keterampilan. Mereka mampu bertualang sendiri, memecahkan masalah, melepaskan diri dari bahaya, dan menciptakan rasa percaya diri.

Sedangkan bagi para orangtua, dengan melonggarkan rasa kewaspadaan dan protektif pada anak, mereka akan merasa lebih rileks dan dapat menikmati diri mereka tanpa rasa takut bahwa bencana akan datang.

“Saya memilih membiarkan anak-anak memiliki kelonggaran, melawan rasa takutnya, membiarkan mereka menemukan sumber daya mereka sendiri sehingga mereka dapat menghadapi tantangan hidup. Tapi saya juga mengerti betapa sulitnya melakukan itu dan bagaimana penderitaan orangtua saat anak mendapat malapetaka,” kata Meloy.

Lulusan Harvard University ini berpendapat, salah satu hal tersulit yang harus dilakukan orang tua adalah saat membebaskan anaknya membuat pilihan sendiri dan memercayai kemampuannya. Dengan melakukan hal ini, orangtua akan melepaskan "pegangan" pada anak dan tidak dapat mengetahui apakah yang akan dilakukan anak akan menimbulkan bahaya atau tidak.

“Anak-anak lebih tangguh daripada yang kita pikirkan. Jika mereka didorong untuk mengambil risiko dan membuat kesalahan-kesalahan yang bisa dialaminya, mereka akan belajar bagaimana bertahan ketika tidak ada orangtua yang selalu ada untuk melindungi mereka di dunia. Seorang ibu memberitahu saya, meskipun tampaknya mengerikan, tapi itulah inti dari mencintai seorang anak,” pungkasnya.

Nah, Bu, siapkah Ibu melonggarkan sikap protektif terhadap anak-anak?