Diet Goals: Hentikan Konsumsi Gula, dan Lihat Hasilnya dalam 9 Hari!

By Dini Felicitas, Senin, 28 Agustus 2017 | 00:15 WIB
Soda mengandung pemanis buatan yang sebaiknya tak diminum terlalu sering. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Makanan atau minuman manis tentu saja sangat disukai oleh anak-anak. Tetapi sayangnya banyak yang mengandung sirup jagung yang mengandung fruktosa tinggi atau gula sederhana (monosakarida) yang tidak baik untuk kesehatan.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Universitas Touro di California mendapatkan fakta bahwa dengan menghilangkan kandungan sirup jagung fruktosa tinggi yang ditemukan dalam soda dan kue, dapat memerangi obesitas, penyakit lemak hati, dan diabetes pada anak, hanya dalam waktu delapan hari.

Selama melakukan penelitian, Profesor Jean-Marc Schwarz dan rekan-rekannya meneliti 40 anak obesitas berusia 8-18 tahun, dan menghilangkan gula dari makanan mereka sepenuhnya. Hasilnya, dalam waktu kurang dari seminggu responden mengalami penurunan kolesterol, tekanan darah, dan tingkat lemak hati. Dengan hanya mengeluarkan fruktosa dari makanan mereka, penyakit tersebut dapat diatasi tanpa memerlukan obat-obatan.

Para peneliti berpendapat hal ini mungkin terkait dengan konversi dari gula menjadi lemak di hati, sebuah proses yang dikenal sebagai DNL atau de novo lipogenesis. Pemanis buatan memang bekerja dalam tubuh dengan mengubah jalur untuk mengubah gula menjadi lemak dan menyimpannya dalam tubuh, alih-alih mencerna zat tersebut.

“Penelitian menunjukkan bahwa pengangkatan gula dari makanan anak-anak dengan obesitas, secara konsisten, hanya membutuhkan sembilan hari untuk mengurangi DNL dan lemak hati, serta meningkatkan metabolisme glukosa dan lipid,” jelas Profesor Schwarz.

Dibandingkan dengan glukosa, yang dimetabolisme sebesar 20% di hati dan 80% di bagian tubuh lainnya, fruktosa 90% dimetabolisme di hati. Perubahan jalur metabolisme ini yang mengubahnya menjadi lemak dan menyimpannya di dalam tubuh, sehingga menambah berat badan. Fruktosa sendiri dapat mengubah lemak 18,9 kali lebih cepat daripada glukosa.

Penelitian yang dipublikasikan di The Journal of the American Osteopathic Association ini menambah bukti yang berkembang bahwa DNL adalah kunci yang menghubungkan konsumsi gula tinggi dengan penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, diabetes, dan penyakit hati berlemak akibat non-alkohol.

Terus Merasa Lapar Dr. Tyree Winters, dokter anak osteopati dari Universitas Rowan, New Jersey, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan fruktosa sama sekali tidak memberikan nilai gizi dan tidak dimetabolisme oleh otak.

“Tubuh akan mengubahnya menjadi lemak, tanpa menyadari bahwa Ibu sudah makan, sehingga rasa lapar tidak akan hilang. Pada saat bersamaan, otak mengira tubuh kelaparan dan menjadi lesu, dan kurang cenderung berolahraga," kata Dr. Winters.

Menurutnya, dengan melakukan diet yang menghilangkan konsumsi fruktosa, maka makanan bisa dimetabolisme dengan lebih baik, dan rasa lapar yang terus-menerus akan memudar. Selain itu, perubahan pola makan seperti ini bisa berpotensi mencegah penyakit serius dan membantu memulihkan kesehatan.