Nakita.id - Apa yang terlintas di pikiran Ibu ketika mendengar kata pemanis buatan? Pengganti gula yang dikonsumsi orang dewasa untuk mencegah diabetes? Benar. Tapi apakah Ibu tahu bahwa ternyata pemanis buatan juga sering dikonsumsi anak-anak?
Fakta mengagetkan seputar pemanis buatan ini datang dari riset yang dimuat di Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics. Berdasarkan pengamatan terhadap 17.000 peserta berusia 2 tahun ke atas sejak 2009-2012, riset ini menyimpulkan bahwa konsumsi pemanis buatan di kalangan anak meningkat hampir 200%, sementara di kalangan dewasa sekitar 54%.
Hasil riset memperlihatkan, sekitar 25% anak-anak dan 41% dewasa mengonsumsi pemanis buatan. Dari kelompok ini, sebanyak 80% anak dan 56% dewasa melaporkan mengonsumsi pemanis buatan setidaknya sekali sehari.
Kaum wanita dan peserta yang termasuk obesitas cenderung mengonsumsi lebih banyak pemanis buatan daripada kaum pria, peserta dengan berat badan berlebih, dan peserta dengan berat badan normal.
Yang menarik, menurut ahli diet dari Ohio, Kristin Kirkpatrick, MS, RD, LD, sebagian besar pemanis buatan yang dikonsumsi anak-anak yang ikut dalam riset ini tidak berasal dari luar rumah, seperti restoran atau kafe.
"Kebanyakan pemanis buatan justru dikonsumsi di rumah sendiri," kata Kirkpatrick. "Studi ini memperlihatkan, pemanis buatan itu kebanyakan berasal dari buah kalengan, sereal sarapan dengan tambahan perasa, serta snack bar. Sementara dari pengalaman saya sendiri selama praktik, anak juga banyak dapat asupan pemanis buatan dari minuman jus yang sering diklaim bebas gula,' tambahnya.
Kirkpatrick menjelaskan bahwa orangtua dan anak-anak yang punya masalah berat badan cenderung mengonsumsi makanan dengan kandungan pemanis buatan di rumah. Jenis pemanis buatan yang paling sering dikonsumsi adalah jenis sakarin, sukralosa, dan aspartam.
Sejumlah pemanis buatan ini tidak memiliki nilai gizi dan banyak ditemukan dalam makanan proses atau makanan dalam kemasan. "Contohnya, minuman rendah kalori, biskuit kraker dan kukis, begitu juga dengan jenis makanan lain yang dilabel rendah kalori," kata Katie Ferraro, MPH, RDN, CDE, Asisten Profesor dari School of Nursing, University of California, San Francisco.
"Pemanis buatan tidak terdapat dalam makanan utuh, tapi banyak terdapat dalam makanan proses. Laporan penelitian juga memperlihatkan, banyak anak mengonsumsi makanan yang diproses," tambahnya.
Produk lain yang menurut Ferraro juga banyak mengandung pemanis buatan adalah yogurt. Terlepas dari manfaat probiotik yang ditawarkan, rasa manis yang terdapat dalam produk yogurt yang dijual di luar menandakan adanya tambahan gula yang berlebihan.
"Orangtua sebaiknya lebih bijak dalam memberikan makanan untuk anak," anjur Ferraro. "Kalau si kecil memang suka yogurt, lebih baik berikan yogurt polos tanpa tambahan gula dan campurkan dengan potongan buah. Alternatif lebih sehat lagi, berikan anak air putih dan susu saja," tutup Ferraro.
Penulis | : | Irene Harris |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR