Kenali Gejala Post Holiday Blues Setelah Liburan Usai, Ini Cara Mengatasinya Menurut Ahli

By Erinintyani Shabrina Ramadhini, Selasa, 11 Desember 2018 | 19:11 WIB
Setelah liburan malah stres, begini cara mengatasinya! (pexels.com/ burst.shopify.com)

 

Nakita.id - Rasanya tak ada seorang pun yang membenci liburan, selain menghilangkan stres berlibur kini seolah menjadi gaya hidup masyarakat urban.

Namun, kerap kali ada saja rasa kaget, murung bahkan depresi justeru menghampiri setelah liburan usai.

Jika Moms pernah mengalaminya, bisa jadi terkena sindrom yang dinamakan post holiday blues.

Sindrom ini merupakan kondisi emosional dimana seseorang merasa stres setelah selesai menikmati liburan.

Ada dua hal yang menyebabkan kondisi ini, yaitu perasaan bahwa liburan sangat menyenangkan namun harus berakhir, atau Moms lebih ingin ada di masa liburan ketimbang kembali sibuk dengan rutinitas sehari-hari.

Melansir laman The New Daily, Dr. Melissa Weinberg seorang psikolog asal San Fransisco menyebutkan bahwa saat seseorang mengalami liburan yang menyenangkan sebenarnya merupakan ilusi yang dibuat oleh otak.

Baca Juga : Jaga Otak Selalu Sehat dan Cerdas, Upgrade Dengan 5 Makanan Ini

Seburuk apapun pengalaman liburan, otak hanya akan merekam bagian yang sangat dinikmati ketimbang pengalaman buruk.

Pasalnya, otak dirancang untuk merekam berbagai kegiatan yang dilakukan secara konsisten, seperti kebiasaan bekerja yang sehari-hari dilakukan.

Hal ini termasuk saat liburan usai, Moms akan mengalami kaget karena harus kembali bekerja setelah lama ada dalam periode istirahat.

Gejala sindrom post holiday blues sebenarnya mirip dengan depresi biasa, di antaranya sakit kepala, insomnia, gelisah, berat badan bertambah atau berkurang serta munculnya rasa tegang.

John Sharp, M.D, penulis "The Emotional Calendar: Understanding Seasonal Influences and Milestones to Become Happier, More Fulfilled, and in Control of Your Life menerangkan, hanya sedikit orang dewasa yang sepenuhnya merasa puas saat berlibur.

Menurut Sari Chait, Ph.D seorang psikolg klinik di Boston, hal ini disebabkan seseorang yang berharap terlalu tinggi akan liburan yang sempurna.

"Ekspektasinya tentu saja liburan yang bahagia, penuh tawa, bersenang-senang bersama, dan mereka bisa membeli barang apa pun yang diinginkan," ujarnya.

Baca Juga : Sombong dan Sering Pamer Harta, Nasib Miliarder ini Berakhir Miris!

Ketika ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, kesedihan atau holiday blues otomatis akan muncul.

Menurut psikolog klinik Harborside Wellbeing, Beatrice Tauber Prior, Psy.D, liburan bagi sebagian orang juga bisa menjadi pengingat akan memori lama akan anggota keluarga atau teman yang tidak lagi bersama, atau ketika seseorang tak kunjung memiliki keluarga yang didambakan.

Nicole Issa, Psy. D., co-founder Center for Dynamic and Behavioral Therapy di New York menambahkan, ketika kita baru saja menghadapi kehilangan, seperti putus cinta atau kematian, kesedihan tersebut bisa lebih parah saat liburan.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Berikut ini trik yang dibagikan oleh pakar agar tidak stres setelah liburan!

1. Melakukan hal baru

Stres setelah berlibur ternyata bisa saja disebabkan rutinitas yang juga monoton saat liburan berlangsung, misalnya saja selalu pergi ke rumah nenek dan melakukan hal yang sama.

Dengan begitu, cobalah untuk merencanakan liburan yang berbeda dari biasanya untuk mendapat pengalaman baru.

Moms bisa mencoba pergi ke pantai atau pegunungan agar lebih bisa menikmati liburan dengan menyenangkan.

Jika menginginkan liburan yang berbeda, bisa melakukan aktivitas sosial seperti misalnya menjadi sukarelawan atau terlibat dalam perayaan khas di suatu tempat.

Baca Juga : Bak Gadis 20 Tahun, Desainer Paruh Baya Asal Taiwan Beberkan Rahasianya!

"Berbagi dengan orang lain tidak hanya bisa membuat kita merasa sudah mencapai tahap tertentu, tapi juga membuat perasaan lebih baik," kata Issa

2. Menjadi pengundang

Menunggu undangan yang tak kunjung datang dari seseorang yang mengajak kita berlibur  mungkin akan menyebalkan.

Itulah mengapa Prior menyarankan agar kita mengubah posisi sebagai pengundang, misalnya mengajak beberapa teman lama untuk naik gunung bersama.

Pakar neurologi menyebutkan bahwa hal ini efektif untuk dilakukan, karena membantu otak lebih piawai dalam merencanakan dan beraktivitas.

Kerja proaktif juga bisa mengurangi kecemasan dan memberikan kita kontrol. Perasaan kita akan lebih bahagia ketimbang kita terlalu pusing memikirkan undangan yang tak kunjung datang.

3. Menjauhi media sosial

Media sosial membuat citra kehidupan orang lain sering kali lebih menyenangkan daripada hidup kita.

Padahal, menurut Sharp, kita sebaiknya tak membandingkan hidup dengan orang lain di luar sana.

Baca Juga : Aktif di Media Sosial Bisa Bantu Pendidikan di Indonesia, Ini Caranya

Terus menerus memantau media sosial bisa membuat kita merasa bahwa hidup kita bukanlah yang terbaik, dan selanjutnya membuat kita terus berpikir negatif.

Penelitian juga menemukan, bahwa penggunaan media sosial dan internet membuat rasa kesepian dan depresi seseorang meningkat.

Daripada terus menerus memantau media sosial, cobalah untuk bertemu dengan teman.

"Kesejahteraan seseorang meningkat ketika mereka terhubung dengan orang lain melalui bertatap muka.

Jika tidak mau melakukan detoksifikasi media sosial secara keseluruhan, Moms juga bisa memulai dengan menjauhi ponsel ketika sedang bersama teman-teman.

4. Menetapkan target akhir tahun

Penting bagi kita untuk merawat diri dengan baik, terutama ketika stres.

Baca Juga : Bukan Hanya Macet, Ini Faktor Pemicu Mengapa Orang di Kota Besar Mudah Stres!

Tidur, pola makan sehat dan olahraga bisa menjadi cara untuk mengatasi rasa sedih yang timbul setelah liburan selesai.

Cobalah untuk menetapkan target akhir tahun, mulai dari target kebugaran, nutrisi atau kesehatan.

Hal itu akan membuat kita melewati akhir tahun dengan perasaan lebih bahagia karena mampu menyelesaikan sebuah pencapaian. (*)

John Sharp, M.D, penulis "The Emotional Calendar: Understanding Seasonal Influences and Milestones to Become Happier, More Fulfilled, and in Control of Your Life." Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Cara Menghilangkan "Holiday Blues", Rasa Sedih Saat Liburan", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/12/11/060600420/5-cara-menghilangkan-holiday-blues-rasa-sedih-saat-liburan. Penulis : Nabilla TashandraEditor : Wisnubrata
John Sharp, M.D, penulis "The Emotional Calendar: Understanding Seasonal Influences and Milestones to Become Happier, More Fulfilled, and in Control of Your Life." Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Cara Menghilangkan "Holiday Blues", Rasa Sedih Saat Liburan", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/12/11/060600420/5-cara-menghilangkan-holiday-blues-rasa-sedih-saat-liburan. Penulis : Nabilla TashandraEditor : Wisnubrata
Siapa yang tidak suka dengan liburan? Hanya di waktu liburan Anda bisa memaksimalkan waktu untuk bersantai dan beristirahat. Namun, ada satu hal yang paling tidak menyenangkan dari liburan. Ya, saat liburan harus berakhir. Bawaannya pun jadi murung dan uring-uringan. Andai bisa memutar waktu, tentu Anda ingin sekali kembali ke masa liburan dan memperpanjangnya? Musim liburan yang membahagiakan bisa berubah jadi kesedihan setelah kita harus kembali ke rutinitas awal. Usai liburan, Anda harus mulai membereskan barang-barang sisa liburan, merasakan lelah, dan tidak siap menghadapi kenyataan untuk kembali bekerja esok hari. Nah,jika Anda merasa kaget, murung, bahkan depresi setelah liburan, bisa jadi Anda terkena sindrom post holiday blues. Sindrom ini merupakan kondisi emosional yang dirasakan setelah menikmati liburan. Yang menjadi penyebab Anda merasa murung bisa jadi karena dua hal, yaitu merasa liburan Anda sangat menyenangkan namun harus diakhiri, atau Anda hanya ingin ada di masa liburan daripada kembali bekerja. Sindrom ini mirip dengan seasonal affective disorder (SAD), yaitu gangguan emosional yang terjadi pada waktu-waktu tertentu, sama halnya dengan sindrom setelah menikah yang merasa ‘kaget’ saat euforia pernikahan berakhir. Maka, tak heran banyak dari Anda yang merasakan murung atau depresi setelah liburan. Baca juga : Mengapa Habis Liburan Justru Stres? Dikutip dari The New Daily, menurut Dr. Melissa Weinberg, seorang psikolog dari San Francisco, saat Anda mengalami liburan yang menyenangkan, sebenarnya itu hanyalah ilusi yang dibuat oleh otak. Seburuk apapun pengalaman liburan Anda, otak hanya akan merekam bagian yang Anda nikmati ketimbang pengalaman buruk. Entah Anda menikmati atau tidak masa liburan Anda, otak Anda akan tetap menerima bahwa liburan sudah Anda lewati. Pasalnya, otak dirancang untuk merekam berbagai kegiatan yang dilakukan secara konsisten, seperti kebiasaan bekerja yang sehari-hari Anda lakukan. Termasuk saat berlibur, kondisi emosional Anda akan terbiasa untuk menikmati istirahat. Jadi, saat kembali menghadapi pekerjaan, otak Anda akan ‘kaget’ dan kembali menyesuaikan setelah keadaan setelah berubah. Apa yang Anda alami ini merupakan normalisasi pasca liburan. Apa tanda depresi setelah liburan? Gejala sindrom post holiday blues sebenarnya mirip dengan depresi biasa, di antaranya: Sakit kepala Insomnia Gelisah Penambahan atau penurunan berat badan Agitasi, aktivitas motorik yang berlebih akibat ketegangan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Depresi Usai Liburan? Mungkin Itu Sindrom Post Holiday Blues", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/04/122701620/depresi-usai-liburan-mungkin-itu-sindrom-post-holiday-blues.
Siapa yang tidak suka dengan liburan? Hanya di waktu liburan Anda bisa memaksimalkan waktu untuk bersantai dan beristirahat. Namun, ada satu hal yang paling tidak menyenangkan dari liburan. Ya, saat liburan harus berakhir. Bawaannya pun jadi murung dan uring-uringan. Andai bisa memutar waktu, tentu Anda ingin sekali kembali ke masa liburan dan memperpanjangnya? Musim liburan yang membahagiakan bisa berubah jadi kesedihan setelah kita harus kembali ke rutinitas awal. Usai liburan, Anda harus mulai membereskan barang-barang sisa liburan, merasakan lelah, dan tidak siap menghadapi kenyataan untuk kembali bekerja esok hari. Nah,jika Anda merasa kaget, murung, bahkan depresi setelah liburan, bisa jadi Anda terkena sindrom post holiday blues. Sindrom ini merupakan kondisi emosional yang dirasakan setelah menikmati liburan. Yang menjadi penyebab Anda merasa murung bisa jadi karena dua hal, yaitu merasa liburan Anda sangat menyenangkan namun harus diakhiri, atau Anda hanya ingin ada di masa liburan daripada kembali bekerja. Sindrom ini mirip dengan seasonal affective disorder (SAD), yaitu gangguan emosional yang terjadi pada waktu-waktu tertentu, sama halnya dengan sindrom setelah menikah yang merasa ‘kaget’ saat euforia pernikahan berakhir. Maka, tak heran banyak dari Anda yang merasakan murung atau depresi setelah liburan. Baca juga : Mengapa Habis Liburan Justru Stres? Dikutip dari The New Daily, menurut Dr. Melissa Weinberg, seorang psikolog dari San Francisco, saat Anda mengalami liburan yang menyenangkan, sebenarnya itu hanyalah ilusi yang dibuat oleh otak. Seburuk apapun pengalaman liburan Anda, otak hanya akan merekam bagian yang Anda nikmati ketimbang pengalaman buruk. Entah Anda menikmati atau tidak masa liburan Anda, otak Anda akan tetap menerima bahwa liburan sudah Anda lewati. Pasalnya, otak dirancang untuk merekam berbagai kegiatan yang dilakukan secara konsisten, seperti kebiasaan bekerja yang sehari-hari Anda lakukan. Termasuk saat berlibur, kondisi emosional Anda akan terbiasa untuk menikmati istirahat. Jadi, saat kembali menghadapi pekerjaan, otak Anda akan ‘kaget’ dan kembali menyesuaikan setelah keadaan setelah berubah. Apa yang Anda alami ini merupakan normalisasi pasca liburan. Apa tanda depresi setelah liburan? Gejala sindrom post holiday blues sebenarnya mirip dengan depresi biasa, di antaranya: Sakit kepala Insomnia Gelisah Penambahan atau penurunan berat badan Agitasi, aktivitas motorik yang berlebih akibat ketegangan Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Depresi Usai Liburan? Mungkin Itu Sindrom Post Holiday Blues", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/01/04/122701620/depresi-usai-liburan-mungkin-itu-sindrom-post-holiday-bluJohn Sharp, M.D, penulis "The Emotional Calendar: Understanding Seasonal Influences and Milestones to Become Happier, More Fulfilled, and in Control of Your Life.""Kebanyakan orang melihatnya sebagai salah satu sumber stres," kata Sharp."Ekspektasinya tentu saja liburan yang bahagia, penuh tawa, bersenang-senang bersama, dan mereka bisa membeli barang apapun yang diinginkan," ujarnya.