Jadwal Persalinan Meleset, Apa Yang Harus Dilakukan?

By Soesanti Harini Hartono, Senin, 6 November 2017 | 05:00 WIB
Bila hari perkiraan lahir sudah lewat, umumnya dokter akan melakukan induksi untuk menstimulasi terjadinya proses persalinan. (Santi Hartono)

Dampak lainnya, bila bayi lahir lebih dari 42 minggu, maka lapisan lemak yang melindungi kulitnya akan hilang, sehingga kulit bayi jadi mengering, pecah-pecah dan mengerut, serta mengelupas.

Selain pada bayi, Ibu juga akan mengalami risiko terinfeksi parah saat melahirkan, terutama bila ketubannya menjadi hijau.

Mengingat risikonya yang tidak ringan, maka ketika usia kehamilan sudah mencapai 41—42 minggu, tapi belum ada tanda-tanda melahirkan atau tak juga terjadi persalinan spontan, umumnya dokter akan “memaksa” Ibu untuk segera melahirkan.

Untuk itu, akan dilakukan induksi persalinan, yakni upaya menstimulasi terjadinya proses persalinan. Cara ini merupakan upaya medis untuk memulai proses kelahiran bayi secara normal.

Induksi dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan khusus pada bumil melalui oral, infus, atau dimasukkan ke vagina. Obat-obat ini bertujuan mengeluarkan hormon prostaglandin yang turut menyebabkan otot rahim berkontraksi.

Baca juga: 5 Hal Yang Perlu Dipahami Tentang Persalinan Induksi Dan Efeknya Terhadap Bayi

Akan tetapi, induksi tidak boleh sembarangan, harus dinilai berdasarkan kondisi ibu dan bayi, serta dilihat apakah mulut rahim sudah matang dan pas untuk diinduksi.

Biasanya dokter mengacu pada Bishop score untuk menilai kematangan mulut rahim. Penilaian tersebut penting untuk menghindari kegagalan induksi yang berakibat pada persalinan sesar.

Jika mulut rahim belum matang, bisa dilakukan pematangan dengan pemberian obat atau dengan menggunakan metode mekanis, yakni memasang kateter foley di leher rahim.

Bila serviks sudah matang, induksi dilakukan dengan pemberian obat (oksitosin) melalui cairan infus. Bila sudah dua kali infus tidak ada kemajuan, biasanya dokter akan melakukan bedah sesar. (*)