#LovingNotLabelling : Anak Pintar Jadi Bodoh Karena Kerap Dibilang 'Dasar Anak Bodoh!"

By Saeful Imam, Rabu, 30 Januari 2019 | 14:50 WIB
#LovingNotLabelling : Meski Anak Belum Paham, Pemberian Label tetap Berdampak Negatif (iStockPhoto)

Nakita.id - Bukan orangtua namanya kalau mulutnya enggak usil. 

Buktinya, setiap hari ia memproduksi berbagai label, julukan, atau panggilan kepada anak. 

Lihat saja saat anak terlihat pasif dan lebih memilih bersembunyi di balik roknya dibanding bermain dengan teman-temannya, Moms langsung nyeletuk, "Ayo, dong! Masak anak Mama pemalu gitu sih? Malu-maluin aja!"

Atau saat si kecil berlari-larian dan sekonyong-konyong tak sengaja menyenggol keramik sehingga terjatuh dan pecah, hardikan pun  langsung keluar. "Dasar anak bandel, makanya jangan lari-larian, belajar diam." 

Baca Juga : #LovingNotLabelling : Ternyata Sering Panggil 'Anak Pintar' atau 'Anak Cantik' Juga Bisa Berdampak Buruk

Ya, labelling ada bahkan menjadi santapan dalam keseharian kita.

Secara sadar atau tidak sadar, kata-kata ini kerap dimunculkan saat anak berperilaku tertentu. 

Berbicara labelling tidak melulu berkonotasi negatif semacam nakal, bandel,malas, hitam, gendut, jelek dan seterusnya, melainkan juga julukan positif seperti pintar,cakep, cantik, hebat, kuat dan sejenisnya.

Hanya saja pemberian label negatif ini lebih sering berkenaan dengan sebuah perilaku yang menurut si pemberi label bersifat negatif.

Pelabelan, menurut Henny E. Wirawan, M.Hum Psi, seperti dimuat pada tabloid nakita edisi 264 merupakan tindakan memberi label, ciri, atau cap tertentu kepada seseorang berdasarkan perilaku, sifat, atau bentuk fisiknya.

Hal itu biasanya dilakukan untuk mempermudah pengenalan identitas seseorang.

Contohnya, saat menyebut nama Agus, maka kita akan bertanya Agus yang mana, apakah Agus yang gendut, yang pendiam atau yang lincah? Sementara dalam buku A Handbook for The Study of Mental Health, pelabelan merupakan sebuah definisi yang ketika diberikan kepada seseorang akan menjadi identitas diri orang tersebut.

Identitas ini akan menjelaskan kepada orang lain mengenai tipe yang bersangkutan. Dengan kata lain, simpul Henny, pemberian label kepada seseorang cenderung membuat orang lain melihat keseluruhan kepribadian si penyandang label dan bukan pada perilakunya satu demi satu.

Untuk itu, Henny mengingatkan agar orangtua jangan kelewat gampang memberi label pada anak-anaknya. "Cintai dan hargailah mereka apa adanya."

Apa pun, anak adalah harta yang amat berharga sekaligus titipan dan Yang Maha Kuasa. "Jadi, berikan respons, sikap, atau ucapan positif kepada anak."

Henny tak menyangkal bila di saat-saat tertentu orangtua tak bisa menahan diri untuk tidak melontarkan tanggapan negatif menghadapi perilaku anak yang dianggap menjengkelkannya.

Tapi, ingatlah, pelabelan bukan solusi mengatasi ulah anak. 

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Melabel Anak Bisa Melukai Hatinya, Ini 3 Cara Terbaik Hindari Labelling

LABELLING PENGARUHI KONSEP DIRI

Yang juga perlu diingat, "Label akan mempengaruhi. konsep diri anak," kata Henny.Anak yang mendapat label negatif bukan tidak mungkin akan memiliki konsep diri yang negatif pula. Contohnya, anak yang sering dibilang bodoh secara terus-menerus mau tidak mau akan memosisikan dirinya sebagai anak yang bodoh. Terlebih jika yang memberi cap semacam itu adalah orang-orang terdekatnya, terutama orangtua. Bukan tidak mungkin anak pintar pun potensinya tidak maksimal karena sering dijuluki, "Anak Bodoh".

Walaupun boleh jadi sesungguhnya orangtua tidak bermaksud buruk dengan respons negatif tersebut. Akan tetapi tanpa disadari apa yang dikatakan orangtua dan bagaimana orangtua bertindak akan meresap dalam pikiran dan sanubari anak

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Label Merusak Identitas Anak, Ini 3 Bahayanya!

Memang dampak negatif ini tidak akan langsung dirasakan oleh anak anak batita atau balita mengingat pemahamannya masih terbatas. Ia sama sekali belumbisa memahami benar apa arti kata-kata nakal, bandel atau bodoh.

Tapi jangan lupa daya rekam anak terhadap kata-kata yang dilontarkan orang tuakepadanya sangatlah kuat. Alam bawah sadarnya akan terus merekam semua pengalaman Akibatnya, bukan tidak mungkin anak gampang frustrasi dan tak memiliki kepercayaan diri," ungkapnya.