Ini Penyebab Utama Perceraian Berdasarkan Penelitian, Bukan Selingkuh!

By Anisa Annan, Sabtu, 9 Februari 2019 | 13:16 WIB
Berdasarkan penelitian, hal sepele ini menjadi penyebab utama perceraian (rawpixel.com)

Nakita.id - Perceraian merupakan jalan terakhir ketika rumah tangga tak bisa dipertahankan.

Tentunya tak ada pasangan yang sejak awal mengharapkan perceraian terjadi di antara mereka.

Namun penyebab perceraian mungkin terlalu kuat dan mengakibatkan lebih banyak keburukan jika dipertahankan.

Kerap kali perceraian terjadi diasosiasikan dengan perselingkuhan.

Baca Juga : Vicky Prasetyo Ditalak, 5 Penyebab Perceraian Salah Satunya Pria Cenderung Lebih Sering Selingkuh

Ternyata hasil penelitian menunjukkan hal yang berbeda.

Laman Woman’s Daily memuat peneliti pernikahan dari The Gottman Institute, Amerika Serikat, John Gottman, menemukan satu pola serupa pada pasangan-pasangan yang berakhir pada perceraian.

Selama empat dekade Gottman meneliti apa yang benar-benar mengakibatkan sepasang suami istri yang awalnya saling mencintai berakhir memunggungi satu sama lain untuk berpisah.

Hasilnya ternyata mengejutkan, karena penyebab itu suatu yang cukup sepele.

Baca Juga : Jauh dari Perceraian, 10 Hal Kecil Ini Buat Pernikahan Lebih Bahagia, Lakukan Sebelum Tidur!

Penyebab utama yang muncul pada mayoritas pasangan yang akhirnya bercerai rupanya adalah rasa kesal, jijik, atau pikiran merendahkan pada pasangan.

Tentunya perasaan kesal semacam ini normal dirasakan pada pasangan.

Perbedaan pendapat bisa menjadi penyebabnya, dan perselisihan pandangan tak mungkin dipisahkan dalam kehidupan rumah tangga.

Namun ketika Moms mencapai perasaan jijik atau merendahkan pasangan, di sini lah hubungan akan bergerak pada arah yang tidak sehat.

Baca Juga : Viral Warung Nasi dari Lubang Tembok di SCBD, Pedagang Bisa Raup Omzet Rp4 Juta Sehari!

Peneliti dari The Gottman Institute, Mike McNulty, menjelaskan jika permasalahan dalam pernikahan wajar terjadi.

Rasa kesal karena perbedaan bukan berarti bisa dihilangkan begitu saja, tetapi bagaimana kedua belah pihak menyikapi adalah kunci utama.

“Pasangan yang tidak dapat mendiskusikan masalah berisiko paling tinggi menghadapi perceraian,” papar McNulty.

McNulty melanjutkan, jika pasangan yang akhirnya bercerai memiliki tendensi serupa tertelan rasa marah dan berkomunikasi dengan cara yang salah.

Kesalahan Komunikasi Pasangan dipicu Kemarahan

Ketika Moms dan pasangan merasa marah serta mulai mendengarkan pikiran merendahkan terhadap pasangan, McNulty menjelaskan, saat itulah Moms akan menggunakan alur komunikasi yang salah.

Pola komunikasi itu ialah, kritik, hinaan, mendiamkan, dan berlaku defensif.

Ini akan mengarah pada situasi psikologis dan fisik di mana salah satu dari pasangan melepaskan hormon ketika detak jantung meningkat.

Baca Juga : Tak Banyak yang Tahu, Raffi Ahmad Pernah Pinjam Uang Miliaran Rupiah dan Buat Denny Cagur Nangis, Ada Apa?

Lalu otot menjadi tegang, kulit terasa panas dan berkeringat, serta perut merasa tidak nyaman.

Biasanya, menurut McNulty, ini terjadi ketika Moms terlibat perdebatan sengit.

Saat itulah suara Moms atau pasangan akan meninggi disertai tekanan darah ikut naik.

Pada situasi ini secara mental Moms dan pasangan tidak mampu melakukan diskusi atau percakapan yang tenang.

“Saat hal ini terjadi, kedua belah pihak tidak dapat mencerna informasi baru dan kehilangan kemampuan menyadari lelucon serta kreativitas,” lanjutnya.

Tak hanya bersuara tinggi dalam argumen, gestur-gestur tertentu juga muncul saat situasi ini terjadi.

Antara lain mengerlingkan mata dengan tatapan merendahkan, atau mengangkat bibir atas membentuk seringai mengejek.

Baca Juga : Selamat Kakak Kandung Nia Ramadhani Melahirkan, Intip Potret Imut Bayinya

Ini memperlihatkan tendensi merendahkan dan jijik, menunjukkan jika Moms atau pasangan merasa lebih tinggi derajatnya.

Jika Moms dan pasangan terus berargumen dalam situasi ini, akhirnya masalah tak akan terselesaikan dan berujung memperkeruh keadaan.

Ini dapat memicu pertikaian dan memperbesar risiko perceraian.