#LovingNotLabelling: Stop Memberi Label pada Anak! Dampaknya Bisa Dibawa Hingga Anak Dewasa

By Poetri Hanzani, Jumat, 15 Februari 2019 | 13:26 WIB
#LovingNotLabelling: Stop Memberi Label pada Anak! Dampaknya Bisa Dibawa Hingga Dewasa (Freepik)

Nakita.id - Moms, pernahkah melabel anak secara tidak langsung tanpa disadari?

Misalnya mengatakan "Kamu malas banget sih", "Kamu itu bodoh sekali", atau "Kamu pemalu banget, begitu saja tidak bisa".

Bila iya, mulai saat ini Moms harus berhenti melabel anak ya Moms.

Sebab, baik label positif maupun negatif punya dampak masing-masing bagi kepribadian dan tumbuh kembang Si Kecil.

Mungkin Moms bertanya-tanya, mengapa harus menghindari memberi label pada anak?

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Mengenali Perilaku Anak yang Terkena Trauma

Menurut Alex Russell, seorang psikolog klinis di Toronto dan penulis buku Drop the Worry Ball: How to Parent in the Age of Entitlement mengatakan, ini merupakan suatu hal yang rumit.

"Ini rumit - wilayah abu-abu antara pelabelan dan validasi," katanya, dilansir dari laman cbc.ca.

Maka, penting bagi orangtua untuk memerhatikan segala hal tentang anak dan membantu anak mengenal diri mereka sendiri.

Ini dapat membantu mengkonfirmasi identitas anak dan memvalidasi rasa diri mereka. 

Alex Russell mengatakan, namun seringkali cara orangtua salah dalam memberitahukan anak mereka.

Sehingga hanya fokus pada apa yang orangtua takutkan, dan cenderung mengabaikan hal lainnya.

"Ketika apa yang kita perhatikan adalah sesuatu yang negatif, seorang anak menjadi cemas, misalnya. Semakin banyak anak mendengar tentang dirinya, semakin ia menjadi bagian dari identitasnya," ungkapnya.

Pada akhirnya, hanya memerhatikan apa saja perilaku anak yang orangtua tidak sukai sejak awal.

Jika Moms memberi label anak seperti tidak teratur atau malas, dan secara terus-menerus mengatakannya, itu bisa menciptakan ketidakberdayaan pada anak.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Dinilai Merugikan Si Kecil, Ini Cara Orangtua Menghindari Memberi Label Bagi Anak

Tidak hanya label negatif saja, namun label positif juga bisa berdampak pada anak lho Moms.

Label positif, seperti kamu nanti bisa menjadi seorang atlet atau pemain musik, ternyata dapat berpengaruh bagi anak.

Sebab, mungkin anak tidak menyukai olahraga atau musik.

Namun harus menjadi seorang yang suka dengan olahraga atau musik sesuai dengan keinginan Moms.

"Kita perlu melihat apa keinginan anak, bukan seperti yang kita inginkan," kata Alex.

"Mengamati anak-anak kita jauh lebih rumit daripada kedengarannya," tambahnya.

Tetapi, yang perlu Moms ketahui yaitu setiap anak akan berubah ketika dia tumbuh dan menjadi dewasa.

Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk harus selalu terbuka terhadap kemungkinan baru.

Sementara itu, apakah jika Moms menyebut anak pintar maka ia akan lebih mungkin berhasil di kehidupannya?

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Memberi Sugesti Bisa Hapuskan Trauma Labelling, Lakukan di Waktu yang Tepat Moms!

Carol Dweck, seorang profesor psikologi di Universitas Stanford, memutuskan untuk mencari tahu jawaban tersebut.

Lebih dari 10 tahun, Carol melakukan serangkaian percobaan pada lebih dari 400 siswa kelas lima di New York City.

Anak-anak diberi tes IQ nonverbal yang terdiri dari serangkaian teka-teki mudah.

Kemudian mereka diberitahu untuk melakukannya dengan baik karena mereka pintar.

Sedangkan separuh lainnya diberitahu, bahwa keberhasilan mereka adalah karena kerja keras.

Selanjutnya pada tes berikutnya (yang jauh lebih sulit), anak yang awalnya diberitahu mereka pintar menjadi lebih mudah frustrasi, mengambil risiko lebih sedikit dan menyalahkan kegagalan dengan asumsi mungkin mereka tidak sepandai itu.

Tetapi anak yang dipuji atas upaya mereka mengerjakan teka-teki yang lebih sulit, justru bekerja lebih rajin dan sangat menikmati tantangan.

Hasilnya? anak yang berpikir dapat melakukan lebih baik melalui kerja keras dan ketekunan cenderung lebih berhasil daripada anak yang merasa seperti bakat dan tingkat kecerdasan mereka sudah ditanamkan pada diri anak.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Hindari Labelling, Ibnu Jamil Pilih Berikan Motivasi pada Anak

Karena itulah, kemudian Carol menulis buku berjudul 'Mindset', tentang gagasan pola pikir "tetap" dan pola pikir "pertumbuhan".

Orang dengan mindset tetap, berpikir bahwa kesuksesan ada hubungannya dengan bakat bawaan dan sangat sedikit hubungannya dengan usaha.

Sementara orang yang memiliki mindset berkembang, percaya kemampuan mereka dapat meningkat melalui dedikasi dan kerja keras.