#LovingNotLabelling: Bahaya Melabeli Anak dengan Sebutan Sakit Mental

By Kirana Riyantika, Selasa, 26 Februari 2019 | 11:02 WIB
Ilustrasi anak menangis (iStock)

Nakita.id - Dalam berkomunikasi dengan anak, pernahkah Moms melakukan tindakan labelling?

Menurut Psikolog anak Erfianne S. Cicilia, S. Psi, labelling sendiri merupakan suatu tindakan memberikan label atau ciri atas perilaku anak.

Misalnya saja ketika Moms mengatakan bahwa Si Kecil petakilan atau tidak bisa diam, atau lambat saat tengah bersiap ke sekolah.

Baca Juga : Sering Dilakukan Orangtua, #LovingNotLabelling: Ini 6 Alasan untuk Berhenti Melabeli Anak

Perilaku ini tentu memiliki dampak besar terhadap anak dari mulai efek jangka pendek hingga jangka panjang.

Profesor of Equity and Inclusion at the University of Birmingham yang bernama Julie Allan menyoroti labelling pada anak, terutama yang melabel anak memiliki penyakit mental.

Menurut penelitian Julie Allan, terjadi peningkatan pemberian obat dan perawatan mental terhadap anak untuk mengatasi beberapa perilaku yang dipandang menyusahkan.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Awas, Memberikan Julukan 'Gemuk' pada Anak Tingkatkan Risiko Obesitas!

Beberapa perilaku anak yang sebenarnya wajar, seperti tak bisa duduk diam justru digunakan sebagai bukti gangguan mental dan digunakan untuk membenarkan diagnosis resmi.

Fenomena ini menyebabkan adanya peningkatan diagnosa anak-anak dengan kondisi seperti attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) dengan perawatan obat seperti stimulan, antipsikotik, dan antidepresan.