Tak Bahagia Hidup Bersama Istrinya, Suami Diperbolehkan Lelang Istri di Pasar Seperti Hewan Ternak

By Rachel Anastasia Agustina, Senin, 24 Juni 2019 | 09:08 WIB
Ilustrasi Pelelangan. (Freepik)

 

Nakita.id – Rasanya menjadi wanita di zaman sekarang memiliki kualitas hidup yang bisa dikatakan cukup baik.

Bagaimana tidak, sudah banyak undang-undang yang mengatur tentang adanya perlindungan terhadap wanita.

Jika ada pelecehan kita bisa langsung menghubung pihak yang berwenang dan meminta perlindungan.

Baca Juga: Berikan Perlindungan Alami Saat Puasa, Si Kecil Sehat dan Orangtua Pun Tenang

Selain itu banyak juga lingkungan yang sudah menetapkan yang namanya kesetaraan peran sosial.

Sehingga tidak ada lagi perbedaan antara pekerjaan atau suatu hal yang boleh dilakukan yang diatur oleh jenis kelamin tertentu.

Berbeda dengan zaman dahulu yang suka dibilang masih berlaku yang namanya hukum alam semesta.

Melansir dari History Daily, kembali ke zaman Eropa awal hingga pertengahan 1800-an di mana perempuan dan anak dianggap properti.

Baca Juga: Ketiduran di Pesawat, Ibu Ini Terbangun Dalam Keadaan Pesawat Mati dan Sendirian: 'Saya Terus Mimpi Buruk dan Phobia'

Sebuah praktik yang tidak benar-benar legal tetapi sangat umum dilakukan pada masa itu.

Pria yang tidak lagi bahagia dengan istrinya atau sedang jatuh dalam kesulitan dapat dengan mudah melelang pasangannya ke pasar.

Penjualan istri ini dianggap sebagai alternatif yang lebih mudah dibandingkan dengan bercerai.

Baca Juga: Terungkap Bukan Reino Barack, Ternyata Ariel NOAH Salah Satu Lelaki yang Buat Luna Maya Menangis

Perceraian sendiri membutuhkan Undang-Undang Parlemen dan izin dari sebuah gereja dengan biaya $ 15.000 atau sekitar Rp200 juta.

Karena pada zaman itu laki-laki sekelas pekerja tidak akan mampu membayar harga itu maka “kepemilikan” istrinya akan dilelang umum di pasar ke penawar tertinggi.

Ternyata wanita yang ingin meninggalkan pernikahannya juga bisa meminta suami untuk menjualnya.

Jika tidak suka dengan penawar tertingginya maka ia punya hal untuk menolak dan berdiskusi dengan suaminya.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Daripada Melabel 'Pemalu', Lebih Baik Lakukan Ini Ketika Si Kecil Takut Bertemu Orang Baru

Mungkin penjualan istri ini kita anggap  ofensif pada masa sekarang, tetapi tidak pada zaman dulu.

Karena sebelum UU Perkawinan 1973 ada pernikahan tidak memerlukan upacara , mereka hanya perjanjian saja.

Tetapi praktik penjualan istri ini telah cukup menurun sejak penerapan pengadilan perceraian secara modern.

Baca Juga: Sering Alami Leher Kaku? Lakukan Beberapa Terapi Sederhana Ini Sendiri, Mudah dan Ampuh Moms!

Sayangnya masih ada saja di tahun 2000-an ini yang masih melakukan praktik ini.

Tahun 2009 lalu ada petani miskin di pedesaan India yang terpaksa menjual istrinya untuk melunasi hutangnya.