Tolak Tawaran Rp10 Miliar untuk Jual Tanahnya, Kakek ini Lebih Senang Hidup Sederhana dan Tinggal di Gubug!

By Cecilia Ardisty, Senin, 4 November 2019 | 11:10 WIB
Kakek Suhendri menolak 10 miliar demi jaga hutan (KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON)
 
Nakita.id - Moms pasti sudah tak asing lagi dengan pepatah yang mengatakan "Hutan adalah Jantung Dunia".
 
Hal ini diyakini dan diterapkan oleh Suhendri, kakek berusia 78 tahun asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
 
Suhendri berharap hutan buatannya di tengah Kota Tenggarong akan terus dijaga dan dirawat. 
 
 
Alasannya, perjuangan untuk menyediakan oksigen bagi masyarakat Tenggarong yang telah dirintisnya sejak 1986 itu sudah melalui cobaan yang tidak mudah. 
 
"Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini," kata Suhendri.
 
Salah satu pengalaman yang tak pernah dia lupakan adalah saat menolak tawaran senilai Rp10 miliar untuk lahan 1,5 hektar miliknya itu.
 
“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meskipun bukan keluarga saya,” ujar Suhendri dikutip dari Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
 
Suhendri menjelaskan, niat dirinya untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon di tengah kota sudah tertanam dalam hati. 
 
Godaan para investor yang menawar akan membeli lahan seluas 1,5 hektar untuk dijadikan perumahan pun tak mempan baginya. 
 
“Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri. 
 
Baca Juga: Ikut Komentar Soal Kebakaran Hutan di Jambi, Luna Maya Disemprot Kementerian LHK:
 
Awal mula perjuangan Suhendri 
 
Kakek dua anak ini menceritakan, saat pertama kali menginjak tanah Kalimantan Timur pada 1971, dia bekerja sebagai pekerja proyek pembangunan asrama milik perusahaan kayu. 
 
Saat itu juga bisnis kayu sedang marak. Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa. 
 
"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani, tapi garap lahan orang lain," ujar dia. 
 
Lalu, Suhendri melanjutkan, pada tahun 1979, dirinya membeli lahan seluas 1,5 hektar. 
 
Saat itu dia beli dengan harga Rp 100.000. Lahan itu dia gunakan untuk bertani dengan konsep pertanian agroforestri, yaitu menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian. 
 
Awalnya, ia menanami komoditas pertanian, seperti lombok, sayuran, dan buah-buahan. Lalu, tahun 1986, dia mulai menanam (pohon) kayu setelah mendapat bibit dari Bogor, Jawa Barat. 
 
Waktu itu, kata Suhendri, ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayu putih, ulin, dan sengon. 
 
Saat ini, pohon yang dia tanam pada 1986 silam sudah tinggi menjulang membentuk hutan dalam kota dan memberi udara segar bagi warga Tenggarong.
 
Baca Juga: Ibu Kota Baru Berada di Kalimantan Timur, Tantri Kotak Ungkapkan Pendapatnya,
 
Berjalannya waktu, hutan tengah kota milik Suhendri telah jadi tempat penelitian mahasiswa. 
 
Bahkan, hutan tengah kota ini pernah menjadi lokasi penelitian skripsi mahasiswa asal Jepang. 
 
Suhendri juga sering mendapat penghargaan dari berbagai pihak karena hutannya. 
 
Saat ini, Suhendri bersama istrinya, Junarsa, tinggal di rumah sederhana di tepi hutan miliknya. 
 
Niatnya untuk menyediakan oksigen bagi warga kota pun masih terpupuk di antara pepohonan di lahan miliknya. 
 
Moms juga dapat mendukung menjaga hutan dengan mengurangi penggunaan printer, menggunakan ulang tas belanjaan, dan kurangi penggunaan tisu untuk berbagai keperluan.