Si Kecil Akan Ikut Les? Ini Saran Pakar Kursus Untuk Prasekolah!

By Soesanti Harini Hartono,Anindita Subawa, Sabtu, 14 April 2018 | 20:19 WIB
Les untuk meningkatkan kemampuan calistung lebih baik ditunda hingga anak usia SD. Itu pun sebetulnya dapat dilatih sendiri di rumah. (education4equity.com)

 

Nakita.id.- Moms, pernahkah Moms mempertimbangkan Si Kecil yang baru berusia 5 tahun untuk les membaca di tempat kursus membaca dekat rumah.

Moms khawatir lantaran Si Kecil belum bisa membaca dengan lancar. Padahal, kemampuan calistung cukup diperhitungkan agar bisa masuk ke SD favorit pilihan Moms.

Pertimbangan Moms di atas, menurut psikolog Maria Herlina Limyati, M.Si, Psi., mengatakan, sesungguhnya perlu tidaknya les untuk anak prasekolah sangat bergantung pada kebutuhan si anak. “

Sesuaikan juga dengan tahap perkembangan anak. Misal, les musik, apakah anak sudah bisa memegang alat musik dengan baik?” jelas Maria.

BACA JUGA: Patut Dicoba, Kitchen Hacks ala Melyana Chandra Bikin Si Kecil Makan Lahap!

Jika ingin anak les drum, apakah anak sudah bisa menggenggam stik drum dengan benar? Begitu pula jika ingin anak les piano, apakah ia sudah bisa menekan tuts piano?

Apakah sudah bisa duduk dengan tertib? Bahkan, mengajari anak akan lebih mudah jika ia sudah bisa membaca, sehingga anak bisa memahami not-not balok.

Menurut Maria, pada prinsipnya, sudah menjadi tugas orangtua untuk memperkenalkan kepada anak beragam pengalaman yang bisa merangsang multiple intelligences anak.

Aktivitas harian pun dirasa cukup merangsang kedelapan kecerdasan majemuk: kecerdasan tubuh dan kinestetik, kecerdasan visual spasial, kecerdasan bahasa, kecerdasan musik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.

Contoh, mengajak anak playdate dengan sepupu yang sebaya usianya, akan membantu meningkatkan kemampuan berinteraksinya.

Kemudian, bermain senandung lagu bersama anak bisa mengasah kecerdasan musiknya. Lalu, meminta anak membagi kue yang kita beli untuk setiap anggota keluarga mengajari anak belajar berhitung.

“Jika ada kemampuan anak yang tampak menonjol dalam satu bidang, misalnya anak senang bernyanyi, suka mendengarkan lagu, menunjukkan keinginan belajar alat musik, baru kita bisa arahkan belajar musik,” papar Maria.

Namun, Maria juga menekankan, jangan sampai les tersebut sebetulnya merupakan ambisi orangtua yang belum kesampaian, sehingga orangtua memproyeksikan “cita-cita” nya itu kepada anak.

“Sebaiknya, bedakan antara ambisi dan rasa sayang anak, jangan sampai anak merasa terpaksa mengikuti keinginan kita,” lanjut Maria lagi.

BACA JUGA: Mau Kulit Kinclong Meski Tak Pakai Aplikasi Edit Foto? Ikuti Tips ini

Dasarnya orangtua memasukkan anak les sebetulnya sama: ingin  mendorong kecerdasan anak.

Namun, sejumlah psikolog berpendapat, program yang menawarkan pengajaran dini pada anak amat mungkin mengabaikan beberapa fakta mendasar tentang cara belajar anak prasekolah.

Atau belum mengantisipasi dampak yang mungkin muncul karena terlalu dini memaksa anak “belajar” sesuatu, baik itu kemampuan baca tulis berhitung, keterampilan menggambar, bermusik, atau olahraga sekalipun.

Jadi, sebelum kita memutuskan untuk mendaftarkan anak di tempat kursus, Maria mengingatkan kembali beberapa hal berikut ini.

*Apa tujuan sebenarnya anak ikut les tersebut?

Jika tujuan anak ikut les hanya agar banyak gerak atau lebih aktif, mengapa tidak kita ajak anak lebih sering ke taman kota atau arena terbuka lainnya di sekitar rumah?

Ajak anak olahraga pagi, ke car free day misalnya, atau sekadar bermain sepeda setiap sore, atau mungkin bersepeda ke sekolah setiap pagi (jika jarak memungkinkan).

*Perhatikan respons anak, apakah dia happy atau menikmati kegiatan tersebut?

Sebetulnya membuat anak happy itu tidak mahal, cukup dengan memberinya kesempatan bermain sebanyak-banyaknya.

Dengan bermain si prasekolah belajar mengatur kegiatannya sendiri, sekaligus membantu mengembangkan imajinasi dan mengasah kreativitasnya. Pun andai kita sendiri bisa menjadi ‘guru les’-nya, mengapa tidak?

BACA JUGA: Bayi Baru Lahir Ini Meninggal Akibat Dehidrasi, Kenali Tandanya Moms!

*Sekadar isi waktu luang atau memang kita yang tak punya banyak waktu bermain dengan anak?

Sekalipun kita dan pasangan bekerja, mengikutsertakan anak beragam les tak menjadi solusi instan dalam meningkatkan keterampilan anak.

Bukankah quality time antara kita dan si prasekolah jauh lebih penting daripada membuat dirinya lebih terampil membaca atau menulis? Sama seperti poin di atas, kita bisa menjadi guru lesnya, bermain sekolah-sekolahan di rumah.

Jika hari kerja saja anak sudah sibuk sekolah dilanjutkan les, apalagi les saat weekend, kapan kita berkumpul dan bercengkerama dengan anak?

*Perhatikan usia anak, sudah mampu atau belum ikut les tersebut, serta sesuaikan dengan minat dan kemampuan anak

Les untuk meningkatkan kemampuan calistung lebih baik ditunda hingga anak usia SD.

Itu pun sebetulnya dapat dilatih sendiri di rumah. Sementara les keterampilan bermusik, seni, atau olahraga, paling tidak bisa dimulai sejak usia 4—5  tahun. 

Hal yang lebih penting bagaimana kita memperkenalkan semua hal pada anak dan bisa menumbuhkan minatnya.  

Misal, memperkenalkan buku sejak ia bayi dengan membacakan cerita. Bagaimana dengan anak yang tertarik pada tarian sejak kecil? Mungkin saja karena ia tumbuh besar di lingkungan penari.

Tarian adalah pemandangan yang ia lihat sehari-hari, jadi tak heran jika minatnya sudah tumbuh sejak dini.

BACA JUGA: Dari Dilan Hingga Song Joong Ki, Begini Kocaknya Komentar Peserta Ujian Nasional SMA di Instagram Kemdikbud

Pada akhirnya, orangtua harus bersikap bijak dalam hal memberikan les pada anak.

Jika memang perlu les, sebagai salah satu aktivitas harian anak, daftarkan anak pada les yang betul dibutuhkan anak, sementara kita sendiri merasa belum cukup percaya diri untuk mengajarinya sendiri.

Contoh, les mengaji di rumah atau TPA di sekitar rumah, atau mengikutkan anak kegiatan sekolah minggu.

BACA JUGA: Strategi Makan Si Multitasking, Ini Kiatnya Agar Tetap Langsing

Pertimbangkan pula kebutuhan tumbuh kembang anak. Jika anak kita cenderung sangat aktif, kita bisa membantu anak mengelola energinya itu dengan ikut les berenang atau les olahraga lainnya.

Pendek kata, jangan sampai kita terjebak oleh iklan dan konsumerisme, alias mengikutkan anak les semata agar lebih gaya dan kekinian.

Kuncinya adalah perhatikan dan pertimbangkan kembali tujuan kita mendaftarkan anak les, dan juga bagaimana kebutuhan anak sesungguhnya. (*)