[Reportase] ASI Tak Jamin Bayi Terhindar Stunting, Ini Faktanya

By Gazali Solahuddin, Kamis, 26 April 2018 | 13:44 WIB
Hasil Penelitian dr Damayanti SpAK; Banyak anak ASI mengalami Stunting (Blend Images - KidStock)

Nakita.id - Stunting alias perawakan pendek, dalam bahasa kedokteran disebut short stature .

BACA JUGA: Koleksi Boneka Chacha Frederica Bikin Sarah Sechan dan Mumuk Merinding

Jika pendek karena keturunan, tentu tidak masalah. Sebab bukan karena kurang gizi apalagi gizi buruk, tapi karena gennya yang memang pendek.

Hal ini biasanya akan berubah manakala pola makan Si Kecil bagus.

Dengan bahasalain, anak bisa mengejar ketertinggalan tinggi badannya yang dikarenakan gen.

Jadi jika diukur dengan kurva pertumbuhan (ada di buku ibu/bayi dan KMS), walau gennya pendek, karena kecukupan gizinya bagus maka Si Kecil tidak termasuk kategori stunting.

Pendek yang Masalah

Masalah jika perawakan pendek terjadi karena asupan makanan yang kurang. Sehingga Si Kecil kurang gizi, gizi buruk, atau karena penyakit kronis.

Inilah yang dimaksud stunting oleh WHO.

BACA JUGA: Tidak Tersorot, Begini Akrabnya Okie Agustina dan Istri Pasha Ungu

Kenapa menjadi masalah? Karena, selain perlu penanganan ekstra untuk mengejar ketertinggalanya, juga stunting yang merupakan cerminan gizi kurang dan atau buruk, bisa membuat IQ anak ‘jongkok’.

Menurut penelitian, Weber (1981) mengemukakan anak yang masuk dalam ketegori gizi kurang, 65% IQ-nya tidak lebih dari 90.

Moms tentu tidak mau dong IQ anaknya hanya 90.

Selain itu, kesehatannya pun terganggu. Anak stunting karena gizi kurang apalagi buruk, rentan mengalami penyakit berat dikemudian hari. Seperti mudah terjangkit penyakit diabetes, stroke, gangguan jantung.

Selain karena faktor gizi, stunting pun bisa karena faktor penyakit, salah satunya adalah alergi.

Maka dari itu, jika anak sudah masuk ketegori pendek dari usia seharusya, segera konsultasikan ke dokter spesialis anak. Karena hanya dokter spesialis anak yang sudah belajar dan terlatih menangani hal ini.

Dokter spesialis anak akan memeriksa dan mendiagnosa, apakah si anak hanya kekurangan gizi atau ada penyakit lain, sehingga dirinya mengalami stunting.

BACA JUGA: Terbongkar! Ini Dia Aktor Tampan di Acara Reality Show Uang Kaget

Makanan Hewani yang Utama

Menurut dr. Damayanti Rusli S, SpAK, PhD, anggota UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), saat diwawancara langsung oleh Nakita.id (23/4) di Jakarta pusat, pencegahan stunting mudah dilakukan.

“Gampang, memang benar mudah sekali mencegah stunting. Tapi mau atau tidak melakukan itu?” Apa saja yang bisa dilakukan mencegah stunting, lanjut dokter yang akrab disapa Yanti ini, berikan makanan bergizi pada anak anak.

Untuk bayi, jelas Yanti, sejak terlahir kedunia berikan Air Susu Ibu (ASI). Karena hanya ASI makanan terbaik dan bergizi lengkap, serta zat gizi di ASI adalah yang paling dibutuhkan bayi.

BACA JUGA: Biasa Tertutup, Begini Gagahnya Roy Kiyoshi Kenakan Pakaian Olahraga

Saat bayi masuk usia pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), berikan MPASI yang baik. Seperti apa? Tetap berikan ASI, berikan anak makanan hewani, utama, dan dilengkapi makanan nabati.

Mulai berikan MPASI pertama dengan tekstur cair, lalu tingkatkan ke kental, tingkatkan kembali ke lembek, masuk usia 6 bulan Si Kecil sudah bisa makan makanan keluarga.

Karenanyalah hidangkan selalu makan makanan keluarga bergizi lengkap, yang mencukupi kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga.

“Yang dibutuhkan untuk kecukupan gizi bayi dan anak adalah zat gizi bersumber dari makanan hewani. Prihal stunting, apa yang dibutuhkan untuk mencegahnya? Protein hewani yang paling dibutuhkan,” tegas Yanti.

Makanan nabati, buah, sayur, dan olahannya, boleh diberikan. Tapi bukan menjadi yang utama.

Dari hasil penelitian yang pernah saya lakukan terhadap pola makan anak stunting, jelas Yanti, yang membedakan anak stunting dan tidak adalah protein hewani yang dikonsumsi.

BACA JUGA: Punya Anak Sejuta Ekspresi, Begini Lucunya Ungkapan Gemas Suami Rachel Vennya

Anak stunting ternyata kurang mendapatkan protein dari bahan makanan hewani.

“Bagi anak harus dominan makanan bersumber dari hewani. Bayi tidak boleh makan sayur dan buah banyak-banyak. Karena sayur dan buah akan langsung disekresi tubuh dan dibuang menjadi feses.” Bahkan banyak sayur dan buah, lanjut Yanti, bisa membuang banyak mineral dalam tubuh.

Untuk bayi 6 bulan atau lebih, cukup atau tidak cukup kecukupan ASI, Si Kecil sudah harus diberikan makanan keluarga dengan gizi seimbang juga bervariasi, ada hewani, dan nabati.

Di usia ini ASI bukan lagi yang utama. Makanan padat adalah yang utama.

BACA JUGA: Dekat dengan Kanker, Melly Goeslaw Jadi Duta Cegah Kanker Serviks

Penting diketahui, di antara protein hewani, protein susu berperan. Jadi protein hewani dan susu, menurut Yanti, sama baik untuk mencegah dan mengatasi stunting.

Anak ASI Rentan Stunting

ASI sekalipun terbaik dan paling dibutuhkan bayi supaya tidak stunting, tapi menurut Yanti, faktanya banyak bayi ASI yang mengalami weight faltering.

Weight faltering  ini adalah awal mula alias cikal bakal stunting.

“Sebelum stunting, seorang anak akan menunjukan weight faltering terlebih dahulu. Jika di sini sudah bisa kita cegah, anak tersebut bisa terselamatkan dari stunting.” Tegas Yanti.

Seperti dipaparkan Yanti, dari hasil penelitiannya banyak ditemukan bayi ASI mengalami stunting. “Kalau mau jujur di 2010, bayi hanya 15% yang mendapat ASI eksklusif optimal. Saya pernah meneliti pasien sendiri, ibunya bilang memberikan ASI eksklusif, ternyata bohong.”

BACA JUGA: Pernikahan Dini Bukan Solusi Hindari Zina, Ini Risiko dan Solusinya

Dari fakta yang ditemukan, pemberian ASI tidak cukup pada bayi ada yang baru usia 2 bulan, ada yang 6 bulan. Hal ini dibuktikan dengan penurunan berat badan bayi.

Jadi bukan salah ASI-nya yang salah, tapi tidak tepat dalam pemberian ASI yang membuat bayi Indonesia stunting.

Supaya hal ini tidak terjadi, pemantauan pertumbuhan bayi dari lahir dengan ASI harus cermat dan konsisten.

Saat ditemukan ada penurunan berat badan, harus segera dicari penyebabnya; apakah pemberian ASI salah, misal si bayi ternyata hanya ngempeng saja, atau lainnya.

BACA JUGA: Pencipta Lagu Hingga Dokter Syaraf, Ini Kabar Personel Trio Kwek-Kwek

Lalu revisi pemberian ASI pada bayi. Jika masih tetap dan atau tambah turun, cari apakah ada penyakit pada si bayi atau tidak, jangan-jangan bayinya alergi.

Jika sudah ditangani berat badan bayi masih turun, harus cari solusi lainnya. Misal, cari ASI donor.

Tapi ingat ini tidak bisa asal-asalan. Karena penularan penyakit dari ASI sangat rentan.

Selain itu, bayi penerima donor ASI tidak boleh jauh-jauh jarak usianya dari bayi pendonor. Misal, penerima donor usia 2 bulan, ASI donor dari ibu bayi usia 9 bulan. “Ini tidak bisa,dalam ASI pendonor sudah tidak ada zat gizi yang dibutuhkan bagi bayi penerima donor.” Ungkap yanti.

BACA JUGA: Intip Potret Menawan Yao Chen Yu, Atlet Voli Ini Mirip Aktor Korea!

“Selain ASI donor, upaya yang bisa lakukan adalah menggunakan susu formula khusus. Yang sudah diatur oleh WHO juga Codex Alimentarius.” Jelas Yanti menambahkan.

Pemberian susu formuka khusus pula yang harusnya dilakukan dalam program terapi anak stunting, seperti di Asmat. "Bukan dengan biskuit, apalagi biskuit itu berbahan dasar nabati, daun katuk." Tutup Yanti mengakhiri wawancara.