Asal Usul dan Cara Membuat Perahu Pinisi, Mulai dari Pembuatan Tanpa Paku hingga Ritual Khusus

By Gabriela Stefani, Sabtu, 25 April 2020 | 11:39 WIB
Asal usul Perahu Pinisi yang dijadikan materi program belajar dari rumah TVRI (Tribum-timur.com/Muhammad Abdiwan)

Nakita.id - Asal usul dan cara membuat Perahu Pinisi djadikan materi program belajar dari rumah yang tayang di TVRI pada Sabtu 25 April 2020.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberlakukan program Belajar dari Rumah selama pandemi covid-19 ini.

Salah satu materi yang tayang hari ini (25/4/2020) yaitu pembuatan Perahu Pinisi.

Proses pembuatan tersebut tayang pada program Ragam Budaya pukul 10.30 WIB.

Perahu Pinisi ini merupakan kapal layar kebangaan suku Bugis di Sulawesi.

Baca Juga: Materi dari Siasat Seni dan Industri Kreatif Menghadapi Pandemi Episode 1 TVRI, Ternyata Wabah Corona Membawa Sisi Positif Tersendiri untuk Para Pelaku Seni

Ukurannya besar dan merupakan kapal legendaris Indonesia yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu.

Perahu Pinisi adalah kapal layar khas buatan suku Bugis dan suku Makassar yang pembuatannya diwariskan secara turun temurun sejak ribuan tahun lalu.

Suku Bugis dan suku Makassar dikenal sebagai pelaut asli Indonesia yang sangat hebat.

Lalu, kapan Perahu Pinisi pertama kali dibuat?

Menurut catatan sejarah yang tertulis di naskah lontar La Galigo, diceritakan bahwa Perahu Pinisi pertama kali dibuat pada abad ke-14, yaitu sekitar tahun 1500-an.

Ternyata, ada sejarah di balik pembuatan Perahu Pinisi yang saat ini menjadi kebanggan Nusantara.

Dalam naskah lontar La Galigo disebutkan, Putra Mahkota Kerajaan Luwu, Pangeran Sawerigading, adalah orang yang pertama kali membuat Perahu Pinisi.

Perahu Pinisi yang dibuat oleh Pangerang Sawerigading digunakan untuk pergi ke negeri Tiongkok dan menikahi Putri We Cudai.

Baca Juga: Nilai-nilai yang Terkandung dari Fiksi Remaja Pesan Layang-Layang di TVRI Sabtu 25 April 2020 untuk Mengedukasi Anak Usia SD dan Sederajat

Nah, setelah beberapa tahun tinggal di Tiongkok, Pangeran Sawerigading kembali ke Kerajaan Luwu dengan menggunakan Perahu Pinisinya.

Sayangnya, saat memasuki perairan Luwu, kapal yang digunakan oleh Pangeran Sawerigading diterjang ombak besar dan terbelah menjadi tiga bagian.

Tiga bagian tersebut tersebar di tiga tempat yang berbeda, yaitu di Desa Ara, Tanah Bira, dan Lemo-Lemo.

Pecahan Perahu Pinisi tadi kemudian dikumpulkan kembali oleh penduduk dari tiga tempat tersebut hingga membentuk kembali Perahu Pinisi seperti semula.

Dalam membangun kembali Perahu Pinisi milik Pangeran Sawerigading, ketiga penduduk dari tiga wilayah yang berbeda ini memiliki peran masing-masing.

Penduduk Desa Ara bertugas untuk membuat badan kapal, penduduk Desa Lemo-Lemo mempunyai tugas merakit kapal, sedangkan kapal dirancang oleh penduduk dari Tanah Bira.

Kemudian, apa beda Perahu Pinisi dengan kapal layar lainnya?

Berbeda dengan kapal besar yang ada saat ini, sejak awal hinga sekarang, Perahu Pinisi dibuat dibuat menggunakan bahan kayu.

Kayu yang digunakan untuk membuat Perahu Pinisi adalah kayu jati dan kayu mahoni yang pengumpulannya harus dilakukan setiap tanggal lima dan tujuh setiap bulannya.Pembuatan Perahu Pinisi juga unik.

Baca Juga: Ringkasan Cerita Pasoa dan Sang Pemberani, Materi Belajar Bersama Jenjang Paud dan SD di TVRI Pekan ke Dua

Kalau biasanya pembuatan kapal dimulai dengan membuat kerangka terlebih dulu, pada Perahu Pinisi, badan kapal dibuat terlebih dahulu.

Keunikan lainnya dari Perahu Pinisi adalah untuk menggabungkan kayu-kayu pembuat kapal, tidak digunakan perekat seperti lem khusus kayu maupun paku.

Ternyata untuk menggabungkan kayu-kayu dan bagian kapal, pembuat Perahu Pinisi menggunakan pasak kayu.

Sehingga, bagian-bagian tersebut bisa menyatu.

Nah, pasak kayu yang digunakan untuk menyatukan kayu dan bagian kapal merupakan kayu sisa pembuatan kapal.

Meskipun tanpa menggunakan paku dan menggunakan pasak sebagai gantinya, Perahu Pinisi tetap menjadi kapal yang mampu mengarungi lautan Indonesia.

Sebelum proses pembangunan atau pembuatan Perahu Pinisi dilakukan, ada beberapa ritual yang harus dilakukan dulu.

Pertama, kayu bahan pembuat kapal harus dikumpulkan pada tanggal lima dan tujuh yang memiliki makna tertentu.

Angka atau tanggal lima berarti rezeki yang sudah ada di tangan.

Baca Juga: Dijamin Ampuh! Lakukan Hal Ini Agar Anak Tidak Bosan Belajar Situs Bersejarah Batu Berak di TVRI Ini Moms

Sedangkan, tanggal tujuh menunjukkan selalu mendapatkan rezeki.

Nah, sebelum ditebang, pohon akan dibacakan doa-doa yang kemudian dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban, yang biasanya berupa ayam senbagai tanda penyerahan diri kepada Tuhan.

Setelah itu, akan dilakukan peletakan lunas atau kayu yang menjadi pondasi bangunan kapal.

Lunas ini harus dihadapkan ke arah timur laut.

Ada dua lunas yang diletakkan, yaitu lunas di bagian depan yang melambangkan laki-laki serta lunas yang melambangkan perempuan diletakkan di bagian belakang.

Nah, lunas bagian depan nantinya akan dipotong kemudian dilarung ke laut sebagai penolak keburukan dan sebagai lambang kesiapan untuk mencari nafkah.

Sedangkan, lunas bagian belakang juga akan dipotong, tapi bedanya akan disimpan di rumah.

Baca Juga: Sederet Nilai-nilai Situs Bersejarah Batu Berak yang Menjadi Materi Belajar dari Rumah Lewat TVRI Jumat 24 April 2020

Dulu, Perahu Pinisi digunakan sebagai angkutan barang, teman-teman, tapi sekarang Perahu Pinisi banyak digunakan sebagai kapal layar untuk tujuan wisata.

Perahu Pinisi sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada tahun 2017 yang lalu karena unsur budaya dan adat dalam proses pembangunannya.

Itulah, asal usul Perahu Pinisi, di mana membuat Perahu Pinisi menjadi materi program Belajar dari Rumah yang ditayangkan TVRI pada Sabtu, 25 April 2020.

Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul "Bagaimana Cara Membuat Perahu Pinisi yang Tanpa Paku? Simak Asal Usul Perahu Pinisi"