Hidup Menderita di Tanah Rantau , Pemudik Nekat Ini Pilih Mati di Kampung Ketimbang Harus Berbuat Kriminal Demi Sesuap Nasi

By Yosa Shinta Dewi, Rabu, 29 April 2020 | 19:45 WIB
Ilustrasi mudik naik motor (Kompas.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Uang dari hasil ambil orderan tak mencukupi buat makan dan kebutuhan lainnya.

"Semenjak begini pemasukan sedikit, sudah ditahanin berapa hari tetap aja engga cukup. Kita kan bayar kontrakan kosan, itu teman yang bayar tapi dia kan sudah engga kerja," kata dia.

Dirinya yang identitas KTP masih daerah asalnya di Pemalang, Jawa Tengah mengaku tak tersentuh bantuan sosial pemerintah setempat. Padahal, kondisinya sangat membutuhkan.

Baca Juga: Bersikeras Kata 'Mudik' dan 'Pulang Kampung' Punya Artian Berbeda, Ahli Buka Suara Tanggapi Pernyataan Presiden Joko Widodo

“Belum ada bantuan yang datang ke saya dari awal diterapkan PSBB di Tanggerang sampai sekarang. Karena bukan warga Tanggerang kayaknya," imbuh dia.

(Artikel ini sudah tayang di Wartakota dengan judul: Lebih Baik Mati di Kampung daripada di Sini Nggak Ada Saudara, Demikiah Kisah Para Pemudik Nekat)