Hidup Menderita di Tanah Rantau , Pemudik Nekat Ini Pilih Mati di Kampung Ketimbang Harus Berbuat Kriminal Demi Sesuap Nasi

By Yosa Shinta Dewi, Rabu, 29 April 2020 | 19:45 WIB
Ilustrasi mudik naik motor (Kompas.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Untuk mudik menggunakan sepeda motor bersama temannya, Agung hanya berbekal sisa uang gaji terakhir sebesar Rp 300 ribu. Uang itu hanya cukup untuk membeli bensin dan makan selama di perjalanan.

"Teman saya ojol sudah engga punya duit, andalin saya buat makan sama bayar kosan. Maka itu pilih pulang kampung, di sini juga biaya hidup mahal. Di kampung makan apa juga jadi dan engga perlu bayar kosan," jelas Agung sambil membuka helmnya.

Kedunya kepada kepolisian yang berjaga di pos itu terus memohon agar diizinkan melintasi jalan tersebut. Keduanya mengungkapkan telah lapor ke aparat kelurahan setempat dan siap di karantina ketika sampai kampung halaman.

"Saya tolonglah, kami siap di karantina 14 hari saat sampai di sana. Dari pada bertahan di sini, engga ada uang. Engga bisa makan, nanti mati kelaparan,"tutur dia.

Baca Juga: Bak Senjata Makan Tuan, Gara-gara Nekat Mudik, 3 Orang Asal Sragen Diberi Ganjaran Karantina di Rumah Angker, Kepala Desa: ‘Dua Hari Nangis Terus Didatangi Hantu’

Tak jauh berbeda nasibnya dengan Agung, Samtirawan (29) juga terdampak Covid-19.

Ia yang bekerja sebagai ojek online, penghasilannya menurun drastis.

Apalagi semenjak diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Andalin antar barang dan pesan makanan susah juga. Kan banyak juga rebutan sama rekan ojol lain, biar tenang saya mau di kampung aja dulu sampai kondisinya kondusif corona hilang," tuturnya.

Dirinya yang satu kosan dengan Agung, tak enak hati jika harus mengandalkan sisa gaji temannya itu yang telah diberhentikan kerja.

Baca Juga: Bukan Denda Berupa Uang atau Pidana, Pihak Kepolisian Ternyata Pilih Berikan Sanksi Tak Terduga Ini Bagi Masyarakat yang Masih Nekat Mudik, Apa Itu?