Naiknya Iuran BPJS Sudah Bikin Jantung Copot, Kementerian Keuangan Malah Sebut Kenaikan Ini Masih Jauh dari Rencana,'Masih Jauh di Bawah Perhitungan!'

By Aullia Rachma Puteri, Sabtu, 30 Mei 2020 | 12:00 WIB
BPJS Kesehatan (DOK. BPJS KESEHATAN)

Nakita.id - Setelah berhasil berikan kelonggaran dengan turunnya iuran BPJS di awal tahun 2020, masyarakat Indonesia kembali dibuat pusing dengan kenaikan BPJS di bulan Mei.

Pemerintah pusat secara resmi kembali menaikkan tarif iuran BPJS dan resmi berlaku di bulan Mei.

Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020.

Di tengah pandemi saat ini, pastilah banyak kontra sebab kenaikan BPJS ini.

Baca Juga: Jokowi Sudah Ketuk Palu Iuran Naik, Anak Buahnya Justru Baru Saja Bocorkan Golongan Masyarakat yang Bisa Nikmati BPJS Kesehatan Secara Gratis, Begini Penjelasannya

Namun, nasi sudah jadi bubur, masyarakat tak bisa berbuat apa-apa selain mengeluh.

Bertolak belakang dengan pengatur uang era Jokowi, Sri Mulyani Indrawati yang menyebut iuran BPJS ini masih jauh dari rencana awal kenaikan.

Melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu berucap, kenaikan tarif BPJS Kesehatan tersebut masih jauh lebih rendah jika dibanding dengan perhitungan aktuaria.

"Ini (kenaikan iuran) masih jauh di bawah perhitungan aktuaria, (harusnya) untuk kelas I Rp 286.000, kelas II Rp 184.000. Artinya segmen ini masih mendapatkan bantuan pemerintah sebenarnya," Ujar Febrio dalam video conference, Jumat (29/5/2020).

Sebagai informasi, dengan ditekennya Perpres 64 tahun 2020, maka per 1 Juli mendatang iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri atau PBPU dan BP naik menjadi Rp 150.000 per orang per bulan untuk kelas I dan kelas II menjadi Rp 100.000 per orang per bulan.

Adapun untuk kelas III, tahun ini pemerintah mensubsidi selisih kenaikan tarif sebesar Rp 16.500 per orang per bulan.

Sehingga, besaran iuran yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kenaikan tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tertuang dalam Perpres 75 tahun 2019.

Baca Juga: Jawab Gaduh Penolakan Naiknya Iuran BPJS Kesehatan, Staf Presiden Joko Widodo Janjikan Hal Ini Pada Publik, Apa?

Di Perpres itu, masing-masing kelas di dalam perpres tersebut mengalami kenaikan iuran menjadi Rp 160.000, Rp 110.000 dan Rp 42.000.

Febrio pun mengatakan, tarif iuran BPJS Kesehatan perlu dilakukan peninjauan ulang secara berkala.

Pasalnya sejak tahun 2016, tarif iuran BPJS Kesehatan belum pernah mengalami penyesuaian.

Bahkan untuk kelas III kata dia, sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) muncul, belum pernah sekalipun mengalami kenaikan tarif.

"Besaran iuran BPJS Kesehatan itu perlu di-review secara berkala. Sebab praktiknya, iuran JKN terakhir naik tahun 2016, bahkan kelas III PBPU belum pernah disesuaikan sejak 2014," ucapnya.

"Jumlah masyarakat miskin yang tidak mampu sebanyak 132,6 juta jiwa itu menjadi peserta PBI gratis, iuran kepesertaan dibayar oleh pemerintah melalui APBN sebanyak 96,6 juta jiwa dan APBD 36 juta jiwa," sambung dia.

Sebelumnya, pemerintah juga telah mengeluarkan keputusan mengenai kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres 75 tahun 2019, namun pasal yang terkait kenaikan tarif iuran telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga: Kabar Bahagia, Masyarakat Bisa Lakukan Langkah Ini Agar Iuran BPJS Batal Naik