Nakita.id - Diare merupakan salah satu penyakit yang kerap dialami anak-anak, namun penyakit ini tak boleh ditangani sembarangan. Hati-hati, salah melakukan penanganan, diare bisa berakibat fatal atau menyebabkan kematian. Hal ini umumnya disebabkan beberapa kesalahan saat menangani diare pada anak, seperti:
1. Anak diare harus selalu minum antibiotik Obat secara umum diberikan dengan mempertimbangkan penyebab diare. Kebanyakan penyebab diare pada anak adalah infeksi virus sehingga pengobatannya bersifat suportif. Yang utama harus diberikan adalah zinc. Zinc merupakan mikro nutrien yang terbukti bermanfaat memperpendek lamanya diare dan mencegah terjadinya episode diare di kemudian hari bila diberikan selama 10 hari.
Probiotik juga dapat diberikan untuk melawan virus atau kuman penyebab diare. Probiotik adalah bakteri baik yang bekerja menetralisasi kondisi di dalam usus. Obat penghenti diare tidak diberikan pada anak karena dapat menyebabkan kembung dan bahkan dapat menghentikan gerakan usus sama sekali. Perlu dipahami, diare adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan virus/kuman/bahan yang tidak baik bagi tubuh, sehingga bila dihentikan secara paksa akan berdampak buruk. Obat yang terakhir diberikan adalah antibiotik. Antibiotik harus diberikan bila terbukti penyebab diare adalah bakteri. Jika diare bukan disebabkan bakteri, antibiotik tidak boleh diberikan. Untuk memastikan hal ini, uji lab perlu dilakukan.
2. Anak diare perlu puasa dan cukup minum air saja Anak yang sedang mengalami diare membutuhkan asupan nutrisi, elektrolit, dan cairan yang cukup. Saat anak diare dan muntah, tidak hanya air yang keluar melainkan nutrisi yang belum terserap serta elektrolit. Maka menangani diare pada anak dengan hanya memberikan air putih adalah suatu kesalahan, karena anak akan mengalami gangguan keseimbangan elektrolit dan kekurangan gizi. Tentu saja hal ini akan memperberat kondisi diarenya. Hal yang perlu dilakukan makan dan minum seperti biasa, dengan porsi yang lebih kecil namun lebih sering, serta minum oralit setiap anak diare maupun muntah.
3. Anak diare perlu menghindari susu Bila penyebab diare adalah alergi susu sapi (yang ditandai dengan tinja berlendir serta berdarah yang muncul setelah pemberian susu sapi dan sudah dibuktikan tidak terdapat infeksi bakteri) atau intoleransi laktosa (yang ditandai perut kembung, ruam popok, dan tinja asam) dianjurkan untuk mengganti susu sesuai dengan kondisi masing-masing. Namun bila jelas penyebabnya bukan susu, maka pemberian susu tetap diperbolehkan. Bahkan pada kasus ini, susu sangat dianjurkan untuk meningkatkan asupan. Pemberian nutrisi yang cukup akan membantu proses pemulihan anak. 4. Beri obat antidiare saat anak diare Inilah kekeliruan yang sering dilakukan oleh orangtua dan sebagian petugas kesehatan. Intinya, ingin diare segera berhenti saat itu juga. Padahal tidak hanya tidak bermanfaat, obat antidiare juga berdampak negatif bagi anak. Anak dapat menjadi kembung, nyeri perut, bahkan ususnya menjadi terjepit. Virus atau kuman yang sedianya dikeluarkan melalui tinja menjadi berkembang biak subur di usus karena tidak bisa keluar.
5. Saat anak diare ganti susu anak dengan susu bebas laktosa Ini juga kesalahan menangani anak diare yang sering dilakukan, yakni mengganti susu anak menjadi susu bebas laktosa padahal anak tidak menunjukkan tanda intoleransi laktosa. Anggapannya, susu ini khusus untuk anak diare, apa pun penyebab diarenya. Karena rasanya berbeda dengan susu biasa, anak yang sedang diare sering kali menolak susu bebas laktosa sehingga asupan nutrisinya berkurang. Perlu ditekankan, susu yang sifatnya khusus untuk kondisi khusus diberikan atas rekomendasi dokter. Jadi, sebaiknya tidak menentukan sendiri tanpa rekomendasi dokter.
Cermati beberapa kesalahan saat menangani diare pada anak ini ya, Mam, agar tidak terjadi gangguan kesehatan yang fatal.
Narasumber: Dr. Diatrie Anindyajathi, M.Sc., SpA, dari RS Awal Bros Tangerang dan RS Syarif Hidayatullah Ciputat