Nakita.id - Rebo Wekasan menjadi trending pada hari Selasa (20/9/2022) hari ini.
Istilah Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sejumlah daerah dan umat Islam di Indonesia.
Rebo Wekasan dilakukan di hari Rabu terakhir bulan Safar yang tahun ini jatuh pada 21 September 2022.
Dikutip dari Kompas, kegiatan yang dilakukan saat momen ini umumnya adalah tahlilah atau zikir berjamaah.
Selain itu, ada juga salat sunah yang bertujuan untuk tolak bala.
Ada juga berbagai makanan tersaji untuk selamatan.
Peringatan Rebo Wekasan ini tidak lain berdasarkan kepercayaan sebagian umat Islam.
Ini karena di hari Rabu terakhir bulan Safar dipercaya sebagai hari pertama Nabi Muhammad SAW jatuh sakit hingga kemudian meninggal dunia.
Di setiap wilayah, Rebo Wekasan ini memiliki makna dan tata cara pelaksanaan masing-masing.
Hal ini disesuaikan dengan adat dan kebiasaan di daerah tersebut.
Lantas, bagaimana soal asal usul, cara pelaksanaan, dan hukumnya dalam pandangan Islam?
Bicara soal Rebo Wekasan, tradisi ini dimulai sejak masa Wali Songo.
Banyak ulama menyebut bahwa pada bulan Safar, Allah menurunkan ratusan macam penyakit.
Sementara untuk mengantisipasi penyakit tersebut, banyak ulama melakukan tirakat.
Mereka melantunkan doa dan beribadah agar terhindar dari berbagai musimbah.
Tujuan Rebo Wekasan adalah meminta doa kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit dan malapetaka.
Sampai saat ini, tradisi tersebut masih dilakukan umat Islam di berbagai wiayah.
Seperti di Aceh, istilah Rebo Wekasan dikenal dengan istilah Makmegang.
Dalam acara ini akan dilakukan ritual di pinggir pantai dengan berdoa dipimpin seorang Teungku.
Sementara di Jawa, tradisi Rebo Wekasan dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai dengan cara mereka masing-masing.
Ada yang melakukan salat sunah khusus hingga membuat lemper raksasa yang kemudian dibagikan.
Pandangan Islam terhadap Rebo Wekasan
Dilansir dari Tribunnews, hukum meyakini datangnya malatepaka pernah disampaikan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadist di atas menunjukkan bahwa orang-orang Jahiliyah meyakini adanya matapetaka di bulan Safar.
Nabi Muhammad SAW kemudian membatalkan hal tersebut.
Meyakini terjadinya malapetaka di bulan Safar merupakan jenis thiyarah atau meyakini pertanda buruk yang dilarang oleh Allah.
Ulama juga menegaskan kalau terdapat niat salat tersendiri untuk Rebo Wekasan, maka hukumnya tidak boleh.
Tapi, jika niatnya beribadah sunah atau salat hajat, maka hal tersebut dibolehkan.
Sementara doa untuk menolak malapetaka di Rebo Wekasan jelas tidak boleh.
Doa yang boleh dipanjatkan adalah niat memohon perlindungan kepada Allah secara umum, tanpa ada embel-embel Rebo Wekasan.