Ketahui Tujuan dan Makna Hari Keluarga Nasional pada Tanggal 29 Juni

By Shannon Leonette, Jumat, 30 Juni 2023 | 14:28 WIB
Moms dan Dads harus tahu makna dan tujuan dibalik Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang diperingati setiap tanggal 29 Juni menurut Kepala BKKBN ini. Jangan sampai terlewat! (Nakita.id)

Nakita.id - Kamis kemarin (29/6/2023) diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas).

Bersamaan dengan Harganas kemarin, momen gerakan Keluarga Berencana (KB) Nasional juga dijalankan, dimana pemerintah ingin menyadarkan kembali masyarakat akan pentingnya membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera.

Namun sayangnya, tak banyak orang yang tahu tujuan dan makna dari Harganas yang diperingati setiap 29 Juni ini.

Maka dari itu, Moms dan Dads bisa simak penjelasan lengkap dari Kepala BKKBN dalam artikel berikut ini.

Tujuan dan Makna dari Hari Keluarga Nasional pada 29 Juni

Mewakili BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) kembali mengingatkan bahwa fungsi keluarga itu besar.

"Pak Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa keluarga itu menjadi tulang punggung bangsa dan negara. Jadi, kalau negara mau maju, kualitas SDM-nya mau unggul untuk Indonesia maju, maka sebetulnya dapurnya itu ada di keluarga," kata dr. Hasto menjelaskan saat diwawancarai eksklusif oleh Nakita, Jumat (23/6/2023).

"Makanya, Pak Presiden mengingatkan ini (keluarga) harus disentuh. Kemudian, dilakukan satu intervensi itu bagaimana di keluarga ini. Karena yang melahirkan generasi muda, yang melahirkan keturunan itu siapa? Keluarga," ujarnya dengan tegas.

Menurut dr. Hasto sendiri, jika pasangan baru tidak dilakukan sosialisasi mengenai pentingnya proses reproduksi untuk melahirkan keturunan baru, maka akan sulit untuk melahirkan generasi berikutnya.

Dirinya juga menyayangkan bahwa tak sedikit pasangan baru yang tidak mengerti akan hal ini, dan lebih memilih untuk memikirkan hal lainnya.

"Apakah beli mobil itu lebih penting daripada menyiapkan kehamilan untuk yang akan menjadi manusia baru, yang menjadi bagian dari replikasi dari bapaknya dan ibunya? Apakah bikin rumah yang bagus itu lebih penting daripada menyiapkan generasi penerus bapak dan ibunya?" kata dr. Hasto.

"Saya ingin bertanya, apakah ada urusannya yang jauh lebih penting daripada menyiapkan kelahiran sang anak? Kalau menurut saya, inilah yang harus dipahamkan kepada keluarga," lanjutnya menegaskan.

Baca Juga: Pengertian Keluarga Berencana (KB) Menurut BKKBN, Ternyata Tidak Sama dengan Kontrasepsi!

Mulai dari membangun keturunan dengan membangun karakter anak sebelum bersekolah dan berada di tempat-tempat lain selain dari keluarga.

Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) selaku Kepala BKKBN

"Ini yang penting untuk kita ingatkan bersama," kata dr. Hasto dengan tegas.

"Betapa kita perhatikan orang-orang yang mau membangun keluarga baru, kita sebut banyak catin atau calon pengantin, dia tidak punya ilmu tentang keluarga. Dia punya ilmunya cuma pre-wedding," ungkapnya.

Mulai dari menyewa tenda, makanan (katering), hingga biayanya. Tapi tidak dengan ilmu terkait pra-konsepsi, seperti periksa laboratorium.

"Nah, inilah pre-wedding yang terlalu besar dan terlalu mahal, tetapi pra-konsepsi sebetulnya murah tapi tidak dikerjakan," sebut dr. Hasto.

"Ini juga perlu, mindset-nya perlu digeser sedikit lah bahwa pra-konsepsi dan juga penyiapan kehidupan keluarga itu penting," katanya berpesan tegas.

Dirinya juga menyampaikan kekhawatiran bahwa tingkat perceraian di Indonesia meningkat.

"Ini berarti ada sesuatu yang salah di dalam keluarga ini, sehingga kita harus menurunkan angka perceraian ini dengan sekuat tenaga," ujar Kepala BKKBN ini.

"Dengan adanya era disrupsi, mungkin hubungan antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain, antara ayah, ibu, dan anak menjadi tidak seperti dulu, sehingga konflik-konflik kecil tidak terselesaikan di meja makan. Tetapi, sering akhirnya berujung di meja pengadilan agama misalnya gitu, karena mengajukan gugat perceraian," lanjutnya menyampaikan.

Ditambah, dr. Hasto menyebut bahwa dirinya yakin sekarang ini banyak orang yang agak individualis dan kurang bisa memberikan toleransi terhadap kehadiran orang lain.

Baca Juga: Mana yang Lebih Baik Antara Kondom dan Vasektomi sebagai Alat Kontrasepsi yang Tepat? Simak Penjelasannya

Misalnya, ketika ada suatu hal yang tidak cocok antara suami dan istri, suami akan tidak mudah mentoleransi. Begitu pula istri.

Alhasil, kondisi inilah yang membuat konflik kecil-kecilan yang berkepanjangan.

"Dari mereka yang cerai-cerai itu, kalau diwawancarai, apa penyebab terbesarnya? Adalah konflik kecil-kecil yang berkepanjangan. Bukan karena ekonomi, ekonomi nomor dua. Bukan karena perselingkuhan juga ya," ungkap dr. Hasto.

"Yang nomor satu adalah karena konflik kecil-kecil, nomor dua ekonomi, baru yang lain-lainnya. Dan ini polanya sama, sepuluh tahun, lima tahun yang lalu sampai hari ini polanya sama," lanjutnya mengungkapkan.

Menurut dr. Hasto, baik dari pihak istri maupun suami masih kurang dewasa untuk menerima, menghayati, dan mentoleransi segalanya dari pihak pasangan. Termasuk, segala kekurangannya.

"Ingat ya, orang dewasa itu memang orang yang bisa menahan diri dan bisa memaklumi orang lain. Tidak langsung respon marah, respon menolak, pasti ada menahan sedikit," terangnya.

"Itulah maknanya pernikahan, perjodohan itu harus dengan berdewasa. Tidak cukup hanya bekal ekonomi saja," lanjutnya menegaskan.

Tak sampai di situ. Orang yang tidak siap dengan kehadiran orang lain di dalam rumah tangga dan sulit mentoleransi atau menempatkan diri, lanjut dr. Hasto, mereka jadi jomblo bahkan enggan berjodoh.

Sebab, jika tidak menghadapinya dengan cara dewasa, konflik bisa menjadi panjang dan jadi masalah.

"Itulah saya kira kalau pertanyaan kenapa hari keluarga itu penting," ucap dr. Hasto.

Pengertian Keluarga Berencana

Selain itu, dr. Hasto juga menyampaikan kembali definisi dari program KB atau Keluarga Berencana yang sebenarnya.

Baca Juga: Kenali Jenis Kondom Terbaik untuk Pria yang Menjalani Program KB

"Tapi kemudian, disalahartikan bahwa Keluarga Berencana itu seolah-olah kontrasepsi. Sebetulnya, kontrasepsi dan KB kan beda," ungkap dr. Hasto.

"KB itu Keluarga Berencana. Keluarga Berencana programnya banyak. (Diantaranya seperti) bagaimana persiapan nikah, bagaimana saat hamil, bagaimana mengatur jarak kehamilan, bagaimana membangun keluarga," katanya menerangkan.

Kepala BKKBN ini juga menyampaikan, ada delapan fungsi keluarga yang harus disiapkan.

Sehingga, Keluarga Berencana mengandung makna bahwa bagaimana membangun keluarga tersebut menjadi keluarga yang berkualitas, tentram, mandiri, dan bahagia.

"Itu pengertian Keluarga Berencana secara umum. Tapi, orang-orang sudah terlanjur kalau yang namanya KB itu dianggap kontrasepsi," katanya menyayangkan.

"Kalau kita mau bicara kontrasepsi, ya bicara hanya kontrasepsi. Saya kira mohon untuk dipisahkan antara Keluarga Berencana dengan kontrasepsi," pesan dr. Hasto.

dr. Hasto juga menyampaikan bahwa BKKBN bertugas mengawal pertumbuhan penduduk yang seimbang, mengawal keluarga berkualitas, serta membangun keluarga berkualitas.

"Sehingga, di BKKBN juga diberikan tugas untuk menjadi koordinator percepatan penurunan stunting," sebutnya.

"Kemudian, di BKKBN ini mengawal fungsi keluarga. Ada delapan fungsi keluarga yang harus berjalan dengan baik," tambahnya lagi.

dr. Hasto bahkan menyebut, BKKBN memiliki program Bina Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja, juga Bina Keluarga Lansia.

Ketiga program ini bertujuan dalam rangka mengawal keluarga yang sehat sejahtera.

Baca Juga: Jalani Program KB, Kenali Alat Kontrasepsi Alami untuk Menjaga Kesehatan Keluarga