Respon Menteri PPPA Terhadap Kasus KDRT yang Menimpa dr. Qory, Berikan Apresiasi untuk Korban dan Pihak Kepolisian

By Kirana Riyantika, Kamis, 23 November 2023 | 13:48 WIB
Bintang Puspayoga selaku Menteri PPPA (Instagram/@bintang.puspayoga)

 

Nakita.id - Baru-baru ini, masyarakat menyoroti kasus KDRT  (Kekerasan dalam Rumah Tangga) yang menimpa dr. Qory Ulfiah (37).

KDRT tersebut dilakukan oleh WS (39), suami dr. Qory.

Kasus ini mencuat ke publik bermula ketika WS mengunggah ke media sosial Twitter bahwa sang istri kabur dari rumah.

WS mulanya mengungkapkan dr. Qory pergi dari rumah setelah bertengkar dengannya dan tidak membawa apa pun, termasuk ponsel.

Hal ini justru membuat publik curiga dengan perilaku WS.

Dugaan KDRT semakin diperkuat dengan adanya kesaksian dari kolega Dokter Qory yang diduga jadi korban kekerasan.

dr. Qory lantas mengaku bahwa dirinya yang kini tengah hamil 6 bulan nekat kabur dari rumah karena jadi korban kekerasan.

Bahkan, dirinya melapor KDRT yang dilakukan WS ke kepolisian guna mendapatkan keadilan.

Apa yang dilakukan dr.Qory mendapatkan apresiasi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga.

Melansir Bintang Puspayoga mengapresiasi langkah dr. Qory yang berani berusaha melepaskan diri dari pelaku KDRT, serta mencari perlindungan yang aman.

Kementerian PPA turut prihatin atas apa yang dialami dr. Qory.

Baca Juga: Mengapa Korban KDRT Tidak Mudah Lepas dari Pasangannya? Ini Penjelasannya

“Jika merunut dari kronologi yang disampaikan oleh akun di “X” dan hasil penyelidikan aparat kepolisian, keputusan dr.Qory untuk meninggalkan rumah dan mencari perlindungan itu sudah sangat tepat. Kami sangat mengapresiasi keberanian dr.Qory dan juga berterima kasih kepada netizen dan masyarakat yang dengan perhatian besar mencari keberadaan korban," ungkap Bintang Puspayoga selaku Menteri PPPA pada minggu (19/11).

Bintang Puspayoga mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa KDRT bukanlah aib.

Sebab, hingga kini masih banyak yang menganggap KDRT sebagai aib keluarga sehingga enggan melapor.

"Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukan aib sehingga korban harus berani melapor. Tidaklah mudah untuk keluar dari kungkungan pelaku KDRT yang biasanya memang disertai ancaman apalagi jika kondisi keluarga hanya membiarkan aksi pelaku KDRT," tutur Bintang Puspayoga.

"Dengan berani melapor, maka pertolongan kepada korban dapat segera dilakukan, begitu pula upaya penyelamatan terhadap anak-anak korban," sambungnya.

Menteri PPPA juga mengingatkan bahwa kasus KDRT bukan lagi urusan pribadi.

"KDRT bukan lagi urusan privat, tapi sudah menjadi urusan Negara saat Undang-Undang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dituangkan dalam lembaran negara pada 22 September 2004," ucap Menteri PPPA.

"Sekali lagi, kepada semua perempuan yang mengalami kekerasan di dalam rumah tangganya, segeralah melapor,” tambahnya.

Kemen PPPA memiliki hotline layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08-111-129-129.

Dihimbau bagi masyarakat yang melihat, mendengar dan mengetahui adanya tindak kekerasan di sekeliling bisa melapor ke kontak layanan tersebut.

“Sudah banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat dari Layanan SAPA129, sehingga masyarakat yang menjadi korban kekerasan dapat segera ditangani. Selain Layanan SAPA129 masyarakat ataupun korban juga dapat melapor ke Unit Pelaksana Teknis Daerah - Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat seperti P2TP2A, dan kepolisian," ujar Menteri PPPA.

Baca Juga: Jangan Sampai Jadi Korban! Ini Ciri-ciri Pasangan yang Berpotensi Lakukan KDRT, Salah Satunya Melarang Bergaul

"Pada kesempatan ini kami juga mendorong pemerintah daerah yang belum memilki UPTD PPA agar dapat segera membentuk UPTD PPA karena lembaga layanan ini adalah bukti kehadiran Negara ketika perempuan dan anak menjadi korban kekerasan,” sambungnya.

Bintang Puspayoga juga mengapresiasi pihak kepolisian yang dengan sigap dan cepat menangkap pelaku.

Menteri PPPA mendukung segala proses hukum bagi pelaku KDRT.

Menteri PPPA berharap pelaku mendapatkan sanksi sesuai UU PKDRT sesuai Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dengan ancaman penjara 5 tahun atau denda paling banyak 15 juta rupiah.

Berdasarkan hasil koordinasi Layanan SAPA 129 dengan P2TP2A Kabupaten Bogor, saat ini korban beserta anak-anaknya juga sudah mendapatkan pendampingan dari tim P2TP2A Kabupaten Bogor dan sudah berada di tempat yang aman.

“Terima kasih kepada tim P2TP2A Kabupaten Bogor yang telah memberikan layanan pendampingan psikologis, pendampingan pemeriksaan kesehatan, dan visum di RSUD Cibinong, serta pendampingan saat dilakukan pemeriksaan di kepolisian (LP dan BAP). Korban juga direncanakan akan dilakukan pemeriksaan oleh psikiater,” ujar Menteri PPPA.

Melansir Help Guide, ada siklus KDRT yang kerap tak disadari korban.

Pertama, pelaku melakukan kekerasan dengan perilaku agresif, meremehkan, atau kasar.

Pelaku melakukan pelecehan sebagai permainan kekuatan yang dirancang untuk menunjukkan siapa yang jadi bosnya.

Kedua, muncul rasa bersalah dari pelaku setelah melakukan pelecehan.

Biasanya, rasa bersalah muncul jarena khawatir mendapat konsekuensi atas perilaku kasarnya.

Baca Juga: Baru Sekarang Buka Suara Soal Insiden Lempar Bola Biliard ke Lesti Kejora, Rizky Billar Bersumpah Tak Berniat Celakai Istrinya

Ketiga, pelaku akan mencari alasan untuk merasionalisasikan perbuatannya.

Hal ini justru membuat korban merasa bersalah.

Keempat, pelaku akan berperilaku normal.

Pelaku melakukan segala daya untuk mendapatkan kendali penuh dan memastikan pasangannya tetap menjalin hubungan.

Bisa saja pelaku berperilaku seperti tidak terjadi apa-apa atau menyamarkan pesonanya.

Pelaku berharap korban yakin bahwa pelaku benar-benar sudah berubah jadi lebih baik.

Kelima, pelaku mulai berfantasi untuk mengulangi pelecehan.

Biasanya, pelaku akan mencari kesalahan pasangan dan mencari cara supaya korban mendapatkan ganjarannya.

Keenam, pelaku mempraktekkan apa yang menjadi fantasinya.

Pelaku menciptakan situasi seolah-olah korban bersalah dan membenarkan tindakan KDRT terhadap korban.

Baca Juga: Bukan karena Menyesal Pisah dari Ferry Irawan, Pengacara Jelaskan Alasan Venna Melinda Menangis di Sidang Perceraian