Dampak Buruk Screen Time Berlebihan untuk Anak, Awas Rentan Alami Mata Kering

By Ratnaningtyas Winahyu, Selasa, 30 Juli 2024 | 15:19 WIB
Screen time yang berlebihan bisa menyebabkan mata anak kering (Pixabay.com)

Nakita.id – Mata kering merupakan kondisi yang sering dianggap sepele, namun sebenarnya dapat memberikan dampak yang signifikan.

Mata kering merupakan penyakit atau kelainan pada permukaan mata yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan komponen air mata, adanya ketidakstabilan air mata, peningkatan kekentalan atau osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan pada permukaan mata.

Gejala yang dirasakan penderita mata kering umumnya dimulai dengan mata yang tidak nyaman,  seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta kerap mengucek mata. 

Penyebab mata kering bisa bermacam-macam, salah satunya adalah penggunaan gawai yang berlebihan.

Karena itu, penderitanya pun tidak hanya orang dewasa, tapi juga bisa terjadi pada anak-anak.

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, menunjukkan sebanyak 36,99 persen anak-anak Indonesia berusia 5-15 tahun sudah memiliki ponsel.

Bahkan, 38,92 persen anak berusia 0-6 tahun di Indonesia telah menggunakan telepon seluler; menegaskan bahwa paparan layar gawai sudah terjadi sejak kanak-kanak.

Sementara itu, menurut Laporan “Revealing Average Screen Time Statistics” dari Backlinko mendapati rata-rata waktu tatap layar atau screen time masyarakat Indonesia mencapai 7 jam 38 menit per hari.

Padahal, penggunaan perangkat elektronik berlayar secara kontinu dengan durasi lama berisiko buruk pada kesehatan, termasuk mata kering.

Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Niluh Archi S. R., SpM menyampaikan, “Screen time yang berlebih dapat memengaruhi dinamika berkedip anak, seperti berkurangnya frekuensi dan kelengkapan berkedip. Kondisi ini dapat meningkatkan kekeringan permukaan mata yang seiring waktu berpotensi memulai siklus mata kering.”

“Meskipun tidak ada perbedaan mata kering berdasarkan usia, tetapi proses anamnesis pada pasien anak lebih sulit ketimbang pasien dewasa. Anak seringkali belum bisa mendeskripsikan keluhan yang dirasakan secara verbal. Ini yang menjadi tantangan.” sambung dokter yang akrab disapa Manda ini.

Baca Juga: Memberikan Screen Time pada Anak Saat Tantrum, Apakah Tepat?

Dengan banyaknya risiko yang ada, dr. Manda pun mengingatkan para orang tua untuk lebih waspada akan kondisi mata anak.

Pasalnya, mata kering kerap tidak disadari penderitanya. Selain itu, mata kering yang tidak segera ditangani juga bisa menimbulkan peradangan, sehingga mengakibatkan kerusakan permukaan mata, yang bersifat ringan hingga berat, temporer, atau permanen.

“Di sini kepekaan orang tua sangatlah krusial. Orang tua harus tanggap dan kritis jika mendapati anak mulai menunjukkan gejala-gejala mata kering. Termasuk segera memeriksakan ke dokter mata. Lebih dari itu, orang tua harus tegas memberlakukan batasan screen time kepada anak. Dengan disiplin menjalankan screen time yang bijak, harapannya anak bisa terhindar dari risiko mata kering.” jelas dr. Manda.

Dr. Niluh Archi S. R., SpM (dr. Manda) , selaku Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics pada saat sesi media JEC Eye Talks, Peringatan Bulan Kesadaran Mata Kering, di Jakarta (30/7)

Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak di bawah 1 tahun dilarang menatap layar gawai.

Untuk anak usia 1-3 tahun, screen time tidak boleh lebih dari 1 jam dengan beberapa catatan. Khusus batita 1-2 tahun hanya boleh menatap layar yang berupa video chatting (untuk berkomunikasi).

Bagi anak usia 3-6 tahun (pra-sekolah), waktu screen time maksimal adalah satu jam per hari, dan semakin singkat semakin baik.

Untuk anak usia 6-12 tahun (masa sekolah), screen time yang disarankan adalah maksimal 90 menit per hari. Untuk anak usia sekolah 12-18 tahun (sekolah menengah), waktu screen time tidak lebih dari 2 jam per hari.

Sayangnya, realita screen time anak masih jauh dari rekomendasi ideal tersebut. Catatan JEC sendiri, di dua cabangnya (RS Mata JEC @ Kedoya dan JEC @ Menteng), selama 2022 terjadi lonjakan pasien mata kering sebesar 62 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Secara jumlah, dalam kurun empat tahun terakhir (2019-2022), JEC telah menangani lebih dari empat ribu pasien gangguan mata kering. 

“Jika tidak segera ditangani, kondisi mata kering kronis dapat mengakibatkan peradangan atau infeksi pada konjungtiva, peradangan pada kornea, ulkus kornea atau luka terbuka pada kornea. Dampak lanjutan mata kering yang belum tertangani tak jarang berupa pandangan kabur - yang membuat anak kesulitan membaca. Mengantisipasi itu, pemeriksaan mata secara dini dan berkala menjadi solusi untuk mencegah dampak mata kering pada anak,” tambah dr. Manda.

Baca Juga: Keluarga Sehat Anak Berprestasi, Dampak Memberikan Screen Time untuk Anak Usia di Bawah 2 Tahun

Guna menggiatkan sosialisasi mengenai mata kering kepada masyarakat, eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics menggelar deretan aktivitas Peringatan Bulan Kesadaran Mata Kering 2024 (sepanjang Juli); seperti gelar wicara radio hingga edukasi dari kantor ke kantor.

Sebagai penutup rangkaian, JEC kembali melaksanakan JEC Eye Talks bersama para jurnalis dengan fokus bahasan “Waspada Mata Kering pada Anak!”.

Kegiatan ini juga menjadi wujud kepedulian JEC kepada anak-anak Indonesia, sekaligus memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli lalu.

Tak berhenti pada sosialisasi untuk peningkatan kesadaran saja, dari sisi layanan, JEC telah memiliki solusi layanan terpadu mata kering, yaitu JEC Dry Eye Service.

Diperkuat fasilitas yang lengkap dan teknologi modern, sentra ini  menawarkan layanan menyeluruh bagi pasien mata kering, termasuk anak-anak;  mulai dari tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis berupa terapi dry eye

Pemeriksaan mata kering melalui JEC Dry Eye Service meliputi: Dry Eye Questionnaire, Schirmer Test (menilai volume air mata), Tear Break Up Time/TBUT (menilai stabilitas air mata), Ocular Surface Staining (menilai derajat peradangan), Meibography (menilai kondisi kelenjar Meibom di kelopak mata), TearLab® Osmometer (menilai kadar osmolaritas air mata), dan keratograph (alat bantu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai permukaan mata serta stabilitas lapisan air mata). 

Terapi E-eye® Intense Pulse Light (IPL) untuk memperbaiki kualitas lapisan minyak air mata.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, tim ahli JEC Dry Eye Service akan memberikan penanganan yang sesuai.

Mulai dari artificial tears substitute/lubricants hingga punctal plug pada kondisi berat untuk mengatasi volume air mata yang kurang; pemberian anti-inflamasi dan antibiotik tetes mata maupun orang untuk mengatasi peradangan dan kemungkinan infeksi pada mata; hingga pemberian autologous serum tetes mata untuk memperbaiki permukaan mata yang mengalami kerusakan. 

“Melalui Bulan Peringatan Mata Kering, sekaligus dalam rangka Hari Anak Nasional, JEC berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kelainan mata kering yang semakin banyak ditemui pada anak-anak.” Ujar Mubadiyah, S.Psi, MM. 

“Terlebih mengingat penggunaan gadget elektronik yang tak bisa dihindari dan berlangsung terus menerus. Mendukung itu, kehadiran JEC Dry Eye Service juga menjadi penguatan komitmen JEC Eye Hospitals & Clinics untuk terus berkontribusi mengoptimalkan penglihatan sekaligus meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Tanah Air.” pungkasnya.

Baca Juga: Batasan Screen Time Anak Guna Mengelola Dampak Negatif Digital Parenting, Ini Kata Dokter