Stunting pada Anak Bisa Dipicu karena Jarak Kehamilan yang Berdekatan

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Senin, 12 Agustus 2024 | 14:30 WIB
Jarak kehamilan anak memicu stunting (Freepik)

Nakita.id - Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan anak terganggu sehingga tinggi badannya lebih pendek dibandingkan anak seusianya.

Ini bukan hanya masalah fisik, tetapi juga dapat berdampak pada perkembangan kognitif dan kesehatan anak secara keseluruhan.

Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan, dan salah satu faktor yang sering diabaikan adalah jarak kehamilan yang terlalu dekat.

Apa Itu Stunting?

Stunting terjadi akibat kurangnya asupan gizi yang memadai dalam waktu yang lama, terutama selama periode kritis 1.000 hari pertama kehidupan, yang mencakup masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Anak yang mengalami stunting tidak hanya mengalami hambatan pertumbuhan fisik, tetapi juga berisiko mengalami gangguan perkembangan otak, yang dapat memengaruhi kemampuan belajar dan produktivitasnya di masa depan.

Bagaimana Jarak Kehamilan Memengaruhi Risiko Stunting?

Jarak antara kehamilan sangat penting untuk kesehatan ibu dan anak.

Idealnya, jarak kehamilan yang sehat adalah sekitar 24 hingga 36 bulan.

Jika jarak antara kehamilan terlalu dekat, kurang dari 18 bulan, hal ini dapat meningkatkan risiko stunting pada anak berikutnya.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa jarak kehamilan yang dekat dapat memicu stunting.

1. Kurangnya Pemulihan Ibu Setelah Melahirkan

Kebutuhan Nutrisi: Setelah melahirkan, tubuh ibu memerlukan waktu untuk pulih dan mengembalikan cadangan nutrisinya.

Jika kehamilan terjadi terlalu cepat setelah kelahiran anak sebelumnya, tubuh ibu mungkin belum sepenuhnya pulih dan siap untuk mendukung kehamilan berikutnya.

Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Stunting pada Tumbuh Kembang Anak Masa Sekolah?

Ini dapat menyebabkan kekurangan gizi pada ibu, yang pada gilirannya dapat memengaruhi perkembangan janin.

Kondisi Fisik: Ibu yang tidak memiliki waktu cukup untuk pemulihan mungkin mengalami kelelahan dan stres yang lebih tinggi, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan janin dan bayi yang dilahirkan.

2. Persaingan Nutrisi Antara Anak dan Janin

Menyusui: Jika seorang ibu hamil kembali ketika masih menyusui anak sebelumnya, maka ada persaingan nutrisi antara janin dan anak yang masih menyusui.

Ini dapat mengurangi kualitas dan kuantitas ASI, yang penting bagi perkembangan anak, dan dapat menyebabkan kekurangan gizi yang meningkatkan risiko stunting.

Asupan Gizi: Selama kehamilan, janin membutuhkan asupan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang.

Jika ibu tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, ini dapat memengaruhi perkembangan janin dan meningkatkan risiko stunting setelah kelahiran.

3. Stres dan Beban Fisik pada Ibu

Stres Psikologis: Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menambah beban psikologis bagi ibu, yang harus merawat anak kecil sambil menjalani kehamilan baru.

Stres ini dapat memengaruhi kesehatan ibu dan janin, serta kualitas asuhan yang diberikan kepada anak.

Beban Fisik: Mengurus bayi yang masih kecil sambil menjalani kehamilan berikutnya dapat menyebabkan kelelahan fisik yang berlebihan.

Kondisi ini dapat memengaruhi pola makan dan asupan nutrisi ibu, yang pada gilirannya dapat berdampak pada perkembangan janin dan bayi yang akan dilahirkan.

Dampak Jangka Panjang dari Stunting

Stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif dan kemampuan belajar mereka.

Baca Juga: Mengapa Angka Stunting di Indonesia Masih Tinggi? Ini Penjelasannya

Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki prestasi akademis yang lebih rendah, keterampilan sosial yang kurang berkembang, dan produktivitas yang lebih rendah di masa dewasa.

Selain itu, mereka juga lebih rentan terhadap penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.

Pentingnya Jarak Kehamilan yang Ideal

Untuk mencegah stunting, sangat penting bagi pasangan suami istri untuk merencanakan kehamilan dengan baik dan memberikan jarak yang cukup antara satu kehamilan dengan kehamilan berikutnya.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

1. Konsultasi dengan Tenaga Medis: Sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, konsultasikan dengan dokter atau bidan untuk memastikan tubuh ibu sudah siap secara fisik dan nutrisi.

2. Pemberian ASI Eksklusif: Pastikan anak pertama mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan dilanjutkan hingga usia dua tahun. Ini membantu memastikan bahwa anak pertama mendapatkan asupan gizi yang optimal selama periode kritis pertumbuhannya.

3. Penggunaan Kontrasepsi: Untuk mengatur jarak kehamilan, pasangan bisa menggunakan metode kontrasepsi yang sesuai dan aman untuk ibu menyusui.

4. Peningkatan Asupan Nutrisi: Pastikan ibu mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dan seimbang selama kehamilan dan menyusui. Ini penting untuk mendukung kesehatan ibu dan perkembangan janin serta bayi yang sedang menyusui.

Kesimpulan

Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat meningkatkan risiko stunting pada anak berikutnya karena berbagai faktor, termasuk kurangnya pemulihan nutrisi pada ibu, persaingan nutrisi antara janin dan anak yang masih menyusui, serta stres dan beban fisik yang berlebihan pada ibu.

Untuk mencegah stunting dan memastikan anak tumbuh sehat, penting bagi pasangan suami istri untuk merencanakan jarak kehamilan yang ideal dan menjaga kesehatan ibu secara optimal selama masa kehamilan dan menyusui.

Dengan perencanaan yang baik dan perhatian terhadap kesehatan ibu dan anak, risiko stunting dapat diminimalkan.

Baca Juga: Selain pada Kehamilan, Stunting juga Bisa Terjadi karena Beberapa Hal Ini