Kematian Akibat Rokok Tinggi Tetapi Masih Banyak Peminat, Ini Sebabnya

By Erinintyani Shabrina Ramadhini, Rabu, 4 Juli 2018 | 19:10 WIB
Banyak orang meninggal akibat rokok, seharusnya pemerintah lakukan ini! (iStock)

Nakita.id - Walaupun mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya, merokok tampaknya masih menjadi aktivitas mengasyikkan di Indonesia.

Hal ini dibuktikan oleh data Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2015 lalu yang menunjukkan, sepertiga anak laki-laki berusia 13-15 tahun di Indonesia mengonsumsi produk tembakau.

Lebih dari 3,9 juta anak berusia 10 dan 14 tahun menjadi perokok setiap tahunnya, serta setidaknya 239.000 anak dibawah usia 10 tahun sudah merokok.

Tak hanya itu, bahkan lebih dari 40 juta anak balita menjadi perokok pasif.

Padahal, menjadi perokok pasif tak kalah berbahaya karena dapat meningkatkan 20-30% risiko kanker paru serta 25-35% risiko penyakit jantung.

BACA JUGA: Cegah Agar Anak Tak Merokok Sejak Usia Dini, Begini Caranya!

Diluar itu, masih berdasarkan data WHO rokok mengakibatkan 5,4 juta kematian dini setiap tahunnya.

Dengan angka kematian yang demikian mengerikan, mengapa rokok masih banyak diminati?

"Itu karena harga rokok di Indonesia masih murah, sehingga dapat dijangkau berbagai kalangan termasuk anak-anak," ujar Dr. dr. Ismoyo Sunu, Sp.JP(K), FIHA, FasCC pada Nakita.id beberapa waktu lalu.

Ketua PP PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) ini mengungkapkan keprihatinannya terkait konsumsi rokok di Indonesia.

"Menyedihkan memang, karena sekitar 70% perokok itu justru berasal dari keluarga miskin dan masih berusia produktif.

Jadi uang yang seharusnya digunakan untuk membeli makanan atau kebutuhan keluarga malah untuk beli rokok, bakar uang itu", ungkapnya berkelakar.

Sejauh ini, PERKI sudah memiliki program Keluarga Proaktif Kardiovaskular Sehat Indonesia (Koaktivasi).

BACA JUGA: Koki Pribadi Bocorkan Kebiasaan Aneh Anggota Keluarga Kerajaan Inggris, Tak Banyak yang Tahu

PERKI berharap, jika keluarga proaktif dalam mengidentifikasi faktor risiko apa saja penyakitnya maka akan menjadi kunci keberhasilan pencegahan penyakit kardiovaskular.

"Selama ini sudah banyak pembinaan dari tenaga kesehatan tetapi tidak sepenuhnya berhasil, karena keluarga masih pasif padahal kesejahteraan rumah tangga harus dimulai dari keluarga," tutur Ismoyo.

Selain itu, Ismoyo juga menuturkan urgensi pemerintah untuk menaikkan cukai rokok, dengan demikian maka diharapkan dapat menurunkan angka perokok.

"Jika pemerintah dapat menaikkan cukai rokok hingga 66%, maka besar kemungkinannya prevalensi perokok aktif bisa diturunkan.

Ini sudah berhasil ya di Afrika, peningkatan cukai rokok sebesar 3 kali mengurangi jumlah perokok aktif sebesar 50%", jelasnya.

Lalu, apakah hal ini akan berhasil jika diterapkan di Indonesia?

BACA JUGA: Mengenal Kakebo, Solusi Cerdas Menabung ala Jepang Untuk Stay At Home Moms

"Tergantung dari policy yang diambil oleh pemerintah, kalau pemerintah berpihak pada fakta bahwa penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit mematikan lain terjadi akibat rokok maka akan berhasil dilakukan (cara ini)," pungkas Ismoyo.