Saddil Ramdani Pemain Timnas Indonesia Diduga Aniaya Kekasihnya, Karakter Pria Seperti Ini Mudah Lakukan Kekerasan!

By Kirana Riyantika, Sabtu, 3 November 2018 | 17:30 WIB
Saddil Ramdani diduga aniaya kekasihnya, begini karakter pria yang suka melakukan kekerasan terhadap pasangan! (Tribun Kupang/ Tribun Jatim)

Nakita.id - Kabar kurang mengenakkan datang dari Saddil Ramdani, pemain sepak bola Tanah Air.

Sebab, Saddil Ramdani terancam tidak dapat ikut berlaga dalam Piala AFF 2018 pada 8 November mendatang karena terlibat kasus hukum.

Saddil yang tengah sibuk dengan serangkaian latihan dan pertandingan bersama Persela Lamongan dilaporkan ke polisi oleh seorang perempuan muda yang diduga kekasih Saddil.

Pemain yang menempati posisi sebagai winger atau pemain sayap ini dikabarkan melakukan tindak kekerasan pada seorang perempuan yang juga diduga kekasihnya sendiri.

Dilansir oleh Tribun Jatim, Saddil yang memperkuat timnas U-19, U-23 dan timnas senior ini diduga melakukan tidak kekerasan pada seorang perempuan berinisial ASR (19 tahun).

Baca Juga : Inginkan Bayi Laki-laki, Seorang Ayah Tega Lempar Bayi Perempuannya dari Puncak Bukit

Hal tersebut terjadi ketika korban ASR bertolak dari Gresik menuju mes Persela Lamongan yang berada di Kelurahan Tumenggungan Kecamatan Lamongan Kota untuk menemui Saddil Ramdanani.

Setelah tiba di mes Persela Lamongan, ASR berhasil bertemu dengan Saddil dan kemudian keduanya terlibat percekcokan.

Hal tersebut bermula ketika Saddil merebut ponsel iPhone 7 plus milik korban dan pertengkaran pun terjadi.

Pemain kelahiran 2 Januari 1999 ini memukul wajah korban dengan tangan kosong dan menyebabkan korban menderita luka di bawah pipi.

Selain mendapatkan pukulan di bagian wajah, korban juga mendapatkan luka tendangan di bagian paha.

Kemudian korban menyelamatkan diri ke dalam mes Persela untuk meminta pertolongan.

Kabar ini dibenarkan oleh CEO Persela Lamongan, Yuhronur Efendi, yang mengatakan bahwa Saddil sudah dilaporkan ke Mapolres Lamongan.

"Sedang ditangani Polres, ini kan sebenarnya masalah pribadi. Kita tidak terlalu masuk ke situ," jawab Yuhronur.

Baca Juga : Santer Berita Penculikan Anak, KPAI Tegaskan Itu Hanya Hoaks!

Fenomena kekerasan terhadap perempuan

Perempuan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hati lembut dan sudah selayaknya diperlakukan dengan baik.

Namun, ada saja orang yang justru tak segan melakukan tindak kekerasaan pada perempuan.

Ternyata, fenomena kekerasan terhadap perempuan tak hanya dilakukan oleh orang asing, namun juga oleh pasangannya sendiri.

Dikutip dari Psychology Today, kasus kekerasan perempuan oleh kekasihnya sendiri terjadi lebih dari satu juta kasus setiap tahunnya.

Kekerasan tersebut tidak dilakukan oleh orang asing, melainkan oleh pria yang mengatakan cinta terhadap korban.

Banyak yang berpendapat bahwa suatu hal bisa dianggap kekerasan apabila terjadi kontak fisik.

Padahal, kasus kekerasan tak hanya perihal memukul atau menendang, melainkan juga kekerasan secara verbal, emosional, bahkan seks.

Sebenarnya, kasus kekerasan bisa dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Namun, kebanyakan pelaku kekerasan adalah laki-laki.

Kekerasan dalam rumah tangga dilakukan oleh laki-laki sebanyak 95% kasus, dan 5% sisanya dilakukan perempuan. Wah, perbandingan yang sangat kontras kan, Moms.

Di Amerika Serikat, kekerasan terhadap perempuan sangat banyak terjadi. Setiap 12 detik terdapat kasus perempuan yang dianiaya pasangannya.

Parahnya lagi, sebanyak 37% perempuan hamil dipukuli pasangannya termasuk di bagian perut selama kehamilan.

Angka-angka di atas hanyalah penelitian atas kasus kekerasan yang dilaporkan ke pihak kepolisian. Padahal, terdapat banyak sekali kasus kekerasan yang tak dilaporkan.

Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia

Di Indonesia sendiri, ternyata jumlah kasus kekerasan pada perempuan juga mengalami peningkatan.

Data yang dirilis oleh Komisi Nasional Perempuan, kekerasan pada perempuan sebesar 74% pada 2017.

Melihat angka yang cukup memprihatinkan, kini banyak komunitas yang bergerak untuk melindungi perempuan.

Beberapa negara seperti Amerika, Jerman, Australia, Swedia, dan Belanda telah memiliki satu gerakan yaitu Women in VR.

Baca Juga : Jessica Iskandar Sindir Kelakuan Natasha Wilona di Lokasi Syuting, Begini Respons Meriam Bellina

Women in VR adalah suatu komunitas, yang bertujuan mengumpulkan perempuan yang ingin bergerak dalam bidang virtual reality dan selanjutnya menyuarakan isu perempuan.

OmniVR, selaku perusahaan yang bergerak di bidang VR mencoba untuk membuat kampanye serupa untuk menegaskan pentingnya isu kekerasan terhadap perempuan.

Siklus kekerasan

Kekerasan dalam rumah tangga biasanya membentuk sebuah siklus.

Tahap pertama yaitu ketegangan, berupa munculnya permasalahan dan diikuti adu argument.

Tahap kedua yaitu ledakan emosional yang biasanya disertai penyerangan. Biasanya emosi yang meledak-ledak menjadi sulit dikendalikan.

Tahap ketiga adalah fase honeymoon, dimana pelaku kekerasan akan meminta maaf dan melakukan hal-hal manis seperti memberikan perhatian lebih dan hadiah.

Moms, apabila pasangan sudah sering melakukan kekerasan dan terus berulang, maka Moms perlu berhati-hati.

Sebab, hal tersebut tidak aka nada habisnya sebelum salah satu pihak memutuskan hubungan atau menjalani perawatan mental.

Ciri-ciri pelaku kekerasan terhadap pasangan

Moms, pelaku kekerasan terhadap pasangan sebenarnya bisa dikenali dari ciri-cirinya.

Dikutip dari Psychology Today, berikut ciri-ciri seseorang yang berpotensi tinggi melakukan kekerasan terhadap pasangan:

1. Cemburuan

Cemburu memang suatu bumbu-bumbu cinta, namun akan menjadi masalah bila rasa cemburu yang dilakukan berlebihan.

Beberapa orang yang cemburu berlebihan seperti terus menanyai kabar sepanjang waktu, mengawasi gerak-gerik, hingga mengamuk saat kita menghabiskan waktu bersama teman-teman merupakan ciri orang yang berpotensi melakukan kekerasan.

2. Mengontrol perilaku

Pasangan merupakan seseorang yang harusnya disayang dan dibahagiakan, bukan orang yang harus dikekang.

Terkadang, perilaku mengontrol aktivitas pasangan dianggap suatu bentuk perhatian.

Baca Juga : Cara Merawat Bayi Agar Tidak Mudah Sakit, Terapkan Hal Ini!

Padahal, terdapat beberapa kasus seseorang begitu ingin menguasai pasangannya. Seorang psikolog bercerita bahwa ia memiliki klien, dimana pasangannya tak boleh bekerja setelah menikah. Bahkan, yang lebih parahnya sang korban dilarang keluar rumah atau mandi tanpa izinnya.

Wah, padahal kita sebagai manusia tentu ingin diberikebebasan ya, Moms.

3. Mengisolasi

Banyak kasus dimana seseorang ingin menguasai seluruh hidup pasangannya. Bahkan, ia tak rela membagi pasangannya untuk orang lain.

Seseorang bisa saja tega membuat pasangannya terisolasi jauh dari keluarga dan teman-temannya.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk membuat pasangannya menjadi hanya bergantung padanya. Sehingga ia bisa melakukan hal apa pun yang disuka untuk pasangannya.

4. Memaksa berhubungan seks

Memang sah-sah saja bagi pasangan suami istri untuk berhubungan seks. Namun, etis kah apabila hubungan badan dilakukan dengan unsur pemaksaan?

Psikolog bernama Taylor mengungkapkan bahwa dirinya pernah menangani kasus dimana kliennya dipaksa melakukan hubungan seks sesuai keinginan pasangannya.

Bahkan, berkali-kali ia dipaksa berhubungan badan ketika sedang tidur. Hal tersebut tentu sangat mengganggu.

5. Mendominasi

Seseorang yang memiliki potensi tinggi melakukan kekerasan dalam hubungannya adalah yang mendominasi.

Biasanya hal ini dilakukan dengan peran gender yang sangat kaku.

Beberapa rumah tangga memiliki kebiasaan dimana pria yang bekerja diperlakukan bak raja, sedangkan para perempuan yang di rumah melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga.

Baca Juga : Hotman Paris Lakukan Analisis Soal Anak Putri Juby, Benarkah Anak dari Delon?

Penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga

Pada kasus Saddil, ia melakukan kekerasan kepada kekasihnya.

Sebenarnya tak ada bedanya dengan kekerasan dalam rumah tangga.

Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi kepada siapa pun.

“Kekerasan bisa terjadi pada siapapun anggota keluarga, pelaku kekerasannya juga bisa siapapun, hanya saja biasanya yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak,” ungkap Ratih Ibrahim, Psikolog sekaligus pendiri Personal Growth.

Menurut Ratih, kekerasan banyak dialami oleh perempuan dan anak-anak karena merekalah yang paling dianggap lemah.

Perempuan secara struktur di dalam keluarga diposisikan paling lemah, terlebih anak-anak.

Penyebab terjadinya kekerasan bukan cuma karena kurangnya kesadaran kesetaraan gender, faktor ekonomi juga turut berpengaruh.

Namun Ratih mengungkapkan penyebab kekerasan yang sering kali diabaikan, yaitu menjalani perkawinan yang tidak bahagia.

"Sering kali perkawinan yang tidak bahagia, tidak sungguh-sungguh saling mencintai, motivasi perkawainannya juga tidak sehat, itu juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada keluarga," ungkap Ratih.

Lantas bagaimana cara mencegah kekerasan di dalam rumah tangga?

Yaitu dengan menciptakan adanya rasa saling menyayangi, bukan hanya pada kemasannya, tapi juga dijalankan dengan tulus.

"Saling hormat, saling mengasihi, mengasihinya itu tulus bukan untuk kemasan saja, dan rasa bahwa keluarga itu adalah satu, itu yang menjadi dasar supaya kekerasan itu tidak terjadi," kata Psikolog lulusan Universitas Indonesia.

Bagaimana cara menyikapi kekerasan dalam rumah tangga?

"Berikan pendidikan dan value yang baik, semua orang adalah equal semua orang sesama, semua orang adalah pihak yang harus dicintai dan dilindungi itu adalah hal yang harus ditumbuhkan dalam keluarga," ungkap Ratih.

Orangtua yang paling berperan untuk menciptakan kultur kesetaraan gender di lingkungan rumah tangga.

Baca Juga : Begini Potret Mewahnya Rumah Mamah Dedeh, Indah Bernuansa Emas!

"Ibu dan bapak, salah satu yang paling bisa menginspirasi kemudian mengondisi supaya itu ada dalam keluarga," kata pendiri Personal Growth.

Apa yang dilakukan saat mengalami kekerasan?

Pihak  yang paling menyadari adanya tindak kekerasan yang harus menghentikan itu.

"Apabila terjadi kekerasan apa yang perlu dilakukan? Tentu pihak yang paling sadar kalau itu kekerasan dia yang harus mengambil sikap untuk melindungi si korban.

Bisa datang kepada support system, misalnya keluarga besar, kepada RT RW, pihak berwajib maupun kepada komnas perempuan supaya tindakan advokasi dan bantuan bisa dilakukan," tutup psikolog Ratih Ibrahim.