Jangan Jadikan Makanan sebagai Obat

By Dini Felicitas, Rabu, 19 Oktober 2016 | 02:00 WIB
Kecanduan makan dipicu keinginan kuat makan makanan yang tinggi kadar gula, garam, dan lemaknya. (Dini Felicitas)

Tabloid-Nakita.com - Meningkatnya kesejahteraan rakyat ternyata menimbulkan satu masalah kesehatan yang mengkhawatirkan. Lebih dari 40 juta orang dewasa di Indonesia mengalami kegemukan, yang berisiko menimbulkan berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes, serangan jantung, stroke, hingga kanker.

Kegemukan atau obesitas ini terjadi akibat asupan kalori yang tidak seimbang, dan food craving atau kecanduan makan makanan tertentu yang terjadi akhir-akhir ini. Food craving atau food addiction ini berbeda dengan ngidam, di mana tubuh menginginkan makanan atau nutrisi tertentu yang dipicu oleh kegiatan hormonal seperti kehamilan atau stres. Saat mengalami food craving, kita ingin sekali makan makanan tertentu akibat faktor emosional, hormonal, dan gabungan dari proses biokimia.

Repotnya, kecanduan makan itu biasanya dipicu oleh konsumsi berlebihan pada jenis makanan yang sifatnya memang adiktif, seperti gula, gula buatan, garam, lemak, tepung, gandum, dan kafein.

Menurut dr. Grace Judio-Kahl, Msc., ada dua tanda seseorang mengalami kecanduan makan, yaitu tidak bisa hidup tanpa makanan tertentu, dan adanya penyalahgunaan fungsi dari makanan tersebut. Seperti pecandu narkoba yang tidak bisa hidup tanpa obat-obatan terlarang, pecandu barang atau makanan juga (merasa) tidak bisa hidup tanpa makanan atau barang yang disukainya.

"Kalau tidak ada barangnya, ada sesuatu yang kita alami. Kayak sakaw gitu, jadi pusing, muntah, atau gemetaran," ujar dokter bariartic (menangani pasien overweight dan obesitas) ini, saat gathering bersama Jakarta Food Editor's Club dan Unilever di Crematology Coffee Roasters, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (18/10) lalu.

Masalah penyalahgunaan fungsi juga penting diketahui. Kita makan tentunya untuk mengatasi lapar, mengambil nutrisinya agar sehat, dan agar tetap hidup. Tetapi seringkali orang menggunakan makanan sebagai "obat". Sebagai contoh, saat kedinginan, seharusnya kita memakai jaket atau selimut.

"Tetapi ada orang yang 'mengobati' dengan makan bakso panas-panas atau minum yang anget-anget. Kalau ngantuk? Solusinya tidur, bukan minum kopi," papar peraih gelar Master of Neuroscience & Behavior Science dari University of Tuebingen, Jerman, ini.

Masalahnya, banyak orang yang selalu mencoba mengatasi kesulitan dengan makan. Jika "obat" berupa makanan itu dihentikan atau tidak dipenuhi, mereka lantas mengalami gejala-gejala seperti sakit kepala, sulit konsentrasi, perubahan suasana hati (mood swing), dan menimbulkan keinginan kuat untuk mengonsumsi makanan dengan kadar gula, garam, dan lemak yang tinggi.

"Ketika kita tidak mendengar sinyal tubuh yang sebenarnya, itulah awal terjadinya adiksi," tukas dr. Grace.

Jadi, Mam, hindari menjadikan makanan sebagai obat, jika tak ingin mengalami kecanduan makan sesudahnya.