Nakita.id - Tahukah Mama, ada hubungan kuat antara bising dengan kehamilan, yang intinya: polusi suara bisa berpengaruh negatif terhadap kehamilan. Hal tersebut bisa terjadi karena suara bising level tertentu dapat mengakibatkan meningkatnya kerja hati, pernapasan, menghambat penyerapan kulit dan tekanan kerangka otot, sistem pencernaan berubah, serta meningkatnya gerak jantung. Hasil tersebut diperkuat dengan sebuah penelitian di Jerman yang membuktikan suara bising bisa meningkatkan angka terjadinya serangan jantung sebanyak 20%.
Apa dampak polusi suara pada kehamilan?
1. Kelahiran prematur
Mama hamil yang sering terpapar suara bising berisiko mengalami persalinan prematur cukup besar. Sebuah penelitian menyebutkan, bumil yang terpapar suara berkekuatan 80 disabel (dB) selama 8 jam meningkatkan risiko persalinan prematur, 1,6 kali lebih besar. Studi lain yang dilakukan di Shizuoka, Jepang (1997—2008)
mengungkap, perempuan hamil yang tinggal atau sering berhadapan dengan keramaian, kebisingan, dan kemacetan di jalan raya memiliki risiko cukup besar (sekitar
50%) untuk mengalami kelahiran prematur.
Menurut studi tersebut, sebaiknya Mama hamil tidak terlalu sering berhadapan dengan kondisi keramaian lalu lintas dan tidak tinggal di daerah (area) yang terlalu dekat dengan jalan raya. Alasannya selain polusi suara, polusi udara menjadi pemicu utama yang perlu diwaspadai.
2. Tingkatkan risiko preeeklamsia
Suara bising juga bisa meningkatkan tekanan darah dan mampu membuat Mama letih. Hasil studi di Universitas California, Amerika Serikat menyebutkan, polusi suara dapat membahayakan kehamilan karena meningkatkan risiko preeklamsia (sekitar 42%). Preeklamsia merupakan keluhan kehamilan yang cukup serius, ditandai dengan hipertensi, pembengkakan pada kaki, serta bisa sangat membahayakan ibu dan janinnya.
3. Berat badan bayi menurun
Sebuah penelitian menyebutkan, adanya penurunan berat badan bayi yang lahir dari ibu yang tinggal di dekat bandara dengan tingkat kebisingan lebih dari 60 dB. Pada penelitian lainnya dijumpai penurunan berat badan bayi lahir yang signifikan jika ibu hamil terpapar tingkat kebisingan lebih dari 99 dB dibandingkan dengan yang terpapar tingkat kebisingan rendah.
4. Gangguan pertumbuhan janin dan efek teratogenik
Jika Mama hamil sering terpapar suara bising di atas 80 dB, bayi yang dikandungnya bisa mengalami gangguan pertumbuhan atau gagal tumbuh. Bahkan, suara bising juga bisa menyebabkan kecacatan lahir pada bayi.
5. Perubahan tingkah laku
Penelitian pada monyet yang tengah mengandung menunjukkan kenaikan kortisol dan kortikotropin (hormon yang keluar kala seseorang stres) saat terpapar kebisingan. Efeknya adalah perubahan kebiasaan tingkah laku.
6. Gangguan pendengaran
Anak yang sejak dalam kandungan sudah terkontaminasi suara bising, di usia 4-10 tahun lebih berisiko mengalami gangguan pendengaran frekuensi tinggi dibandingkan anak lain, berusia sama, yang tidak pernah terpapar suara bising. Biasanya anak yang seperti ini terdeteksi telat bicara.
Jelaslah sudah, betapa suara bising dapat berpengaruh cukup kuat pada kehamilan. Meskipun ibu hamil sudah menutup telinganya, namun jika berada di lingkungan
dengan polusi suara tinggi, maka janin yang dikandung tetap akan terpapar suara bising. Hal ini harus diperhatikan benar, terutama sejak usia kehamilan 27—29 minggu, karena pada usia tersebut, alat pendengaran janin sudah terbentuk sempurna.
Ibu hamil yang hidup di kota besar, seperti megapolitan Jakarta, tentu mudah sekali terpapar suara bising, apalagi jika Mama aktif seharian berada di luar rumah. Mama
harus waspada terhadap kebisingan di sekitarnya, apakah berbahaya atau tidak terhadap bayi yang di kandungannya. Selanjutnya, Mama harus tahu berapa desibel (dB) suara yang ada di sekitarnya. Jika di atas 80 dB, baiknya Mama menghindari lingkungan tersebut.
Narasumber: Dr. Gita Pratama, SpOG, MRepSc, RSUPN-CM Kencana dan RS Asri, Jakarta
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR