Nakita.id - ADHD adalah gangguan otak dan seharusnya tidak digunakan untuk melabeli anak-anak yang sulit diatur atau pola pengasuhan yang buruk. Ini kesimpulan kajian fisik besar yang pertama untuk kondisi tersebut.
Para peneliti menganalisis volume otak lebih dari 3.200 orang dan memperhatikan bahwa otak pasien dengan ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder) tidak berkembang dengan memadai di lima area utama dalam otak. Area-area yang mengatur emosi dan motivasi ditemukan lebih kecil ketimbang area dalam populasi umum, tanpa memandang apakah partisipan sedang menjalani pengobatan otak.
Para ilmuwan yang kajiannya diterbitkan di Lancet ini mengatakan temuan mereka untuk pertama kalinya membuktikan bahwa kondisi umum memiliki penyebab fisik. Kira-kira satu dari 20 anak di bawah usia 18 tahun - sekitar 400.000 anak - yang dipengaruhi oleh gangguan yang ditandai dengan perilaku impulsif, tidak fokus dan hiperaktif. Dua pertiga dari anak-anak yang terkena dampak terus mengalami gejala serupa ketika dewasa.
Baca juga : 6 Nutrisi Terbaik untuk Anak ADHD
Sebuah kajian terpisah, tahun lalu, menemukan kondisi ini didiagnosis secara berlebihan dan kerap digunakan sebagai istilah yang serampangan untuk menyebut serangkaian masalah perilaku, juga sekadar menggambarkan ketidakdewasaan. Para peneliti menduga bahwa pasien ADHD yang sesungguhnya memiliki bentuk otak yang berbeda dengan orang normal di usia yang sama. Sayangnya, kajian-kajian sebelumnya terlalu kecil untuk membuktikan hipotesis ini.
Dr Martine Hoogman, yang memimpin penelitian baru di Universitas Radboud di Nijmegen mengatakan, "Hasil dari penelitian kami mengkonfirmasi bahwa orang ADHD memiliki perbedaan dalam struktur otak mereka dan karena itu menunjukkan bahwa ADHD adalah gangguan otak."
"Kami berharap bahwa ini akan membantu untuk mengurangi stigma bahwa ADHD hanya label untuk anak-anak sulit atau pola pengasuhan yang buruk."
Tim periset internasional mengukur perbedaan dalam struktur otak 1.713 orang yang didiagnosis ADHD dan 1.529 tanpa ADHD, semua berusia antara empat hingga 63 tahun.
Ke-3.242 orang itu menjalani pemindaian MRI untuk mengukur volume otak mereka secara keseluruhan, juga ukuran di tujuh area yang diduga terkait ADHD.
Di antara area-area yang ditemukan tidak berkembang dalam kasus pasien ADHD adalah hipokampus (bagian otak besar yang terletak di lobus temporal), yang berkontribusi pada gangguan lewat perannya yang mengatur emosi dan motivasi, kata kajian Lancet tersebut.
Baca juga : Anak Hiperaktif, Waspada ADHD
Dr Martine mengatakan bahwa perbedaan serupa dalam volume otak bisa dilihat pada pasien-pasien dengan kondisi psikiatrik lain, seperti gangguan depresi.
“Perbedaan-perbedaan ini sangat kecil– dalam kisaran beberapa persen – jadi ukuran studi kami yang tidak pernah ada sebelumnya sangat penting untuk membantu mengidentifikasi ini,” katanya.
Jumlah obat-obatan yang diresepkan, seperti Ritalin untuk anak-anak yang didiagnosis dengan ADHD diperkirakan meningkat dalam dekade terakhir, meskipun ada kekhawatiran obat-obatan tersebut bisa menyebabkan reaksi yang merugikan seperti kehilangan berat badan, keracunan hati dan keinginan bunuh diri.
Penyebab-penyebab ADHD belum diketahui, tetapi, kondisi ini telah ditunjukkan menurun dalam keluarga. Kelahiran prematur atau lahir dari ibu yang merokok atau mengonsumsi narkoba atau alkohol selama kehamilan diduga memiliki peran dalam gangguan ini.
Baca juga : Bisakah ADHD Pada Anak Diobati?
Para peneliti The Lancet mengatakan tahapan riset selanjutnya adalah merancang sebuah kajian yang bisa melacak para penderita ADHD ketika mereka dewasa untuk memahami bagaimana otak mereka berkembang.
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR