Satu hal yang mungkin membuat para peneliti bertanya-tanya adalah apakah ini semua tentang makanan yang disukai orang dewasa? Apakah preferensi orang dewasa terhadap bubur jagung atau kangkung bergantung pada identitas budayanya?
Ketika bayi dalam penelitian ini melihat seseorang jijik mengkonsumsi makanan tertentu, ia akan mengharapkan bahwa orang kedua juga akan jijik terhadap makanan yang sama, terlepas dari apakah dua orang dewasa tersebut berada di kelompok sosial yang sama atau tidak.
Peneliti menemukan sesuatu yang menarik tentang apa yang diidentifikasi bayi sebagai perbedaan kultural yang bermakna. Bayi-bayi monolingual melihat bahasa sebagai penanda kultur yang berbeda, seperti yang dikemukakan sebelumnya. Jika dua orang menggunakan dua bahasa yang berbeda, bayi-bayi mengharapkan masing-masing menyukai makanan yang berbeda.
Baca juga : Perkembangan Indra Penglihatan Bayi Minggu Ke-2
Sebaliknya, bayi bilingual mengasumsikan bahwa dua orang yang berbicara bahasa yang berbeda ingin makan hal yang sama. Sehingga, bayi memiliki potensi untuk belajar hal-hal yang berbeda tentang makanan dan orang-orang di sekitar mereka, tergantung pada lingkungan sosial mereka.
Kesimpulannya: bayi-bayi tidak hanya belajar menelan makanan yang diberikan kepada mereka, mereka juga belajar dari memperhatikan orang dewasa makan, dan mengetahui siapa menyantap makanan apa dan dengan siapa. Dengan memperkenalkan bayi-bayi pada konteks sosial di mana orang-orang dewasa memilih makanan sehat, orang tua bisa membantu anak-anak belajar norma-norma kultural makanan sehat versi mereka.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR