Nakita.id - Preferensi makanan adalah masalah sosial. Apa yang kita pilih untuk kita makan tidak hanya bergantung pada rasa enak atau sehat dan tidak sehat. Orang-orang dalam budaya yang berbeda makan makanan yang berbeda. Dalam sebuah budaya, apa yang Anda makan bisa menjadi tanda jati diri Anda.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menunjukkan bahwa bayi usia 12 bulan mampu memahami bahwa preferensi pangan masyarakat tergantung pada kelompok sosial atau budaya mereka.
Yang menarik, riset ini menyimpulkan bahwa pikiran bayi-bayi tentang preferensi makanan tidak hanya tentang makanan itu sendiri. “Lebih tentang orang yang makan makanan, dan hubungan anara pilihan makanan dan kelompok sosial,” kata Katherine Kinzler, salah satu peneliti, dalam tulisannya mengenai hasil penelitian ini.
Baca juga : 7 Tanda Anak Sedang Memanipulasi Orangtuanya
Sementara itu, psikolog perkembangan anak telah lama memanfaatkan fakta bahwa tatapan visual bayi dipandu oleh kepentingan mereka. Bayi cenderung melihat atau mengamati lebih lama pada sesuatu yang mengejutkan. Coba saja untuk melakukan sesuatu yang aneh pada saat Anda bertemu seorang bayi, dan Anda akan menjadi pusat perhatiannya.
Dengan menggunakan metode ini, para psikolog Zoe Liberman, Amanda Woodward, Kathleen Sullivan dan Katherine Kinzler melakukan serangkaian penelitian. Dipimpin oleh Profesor Zoe, mereka membawa lebih dari 200 bayi yang berusia 12 bulan bersama orang tua ke dalam laboratorium psikologi perkembangan. Kepada bayi-bayi ini, ditunjukkan video orang yang tampak mengekspresikan suka atau tidak suka terhadap makanan.
Baca juga : Perkembangan Panca Indera pada Bayi Baru Lahir
Misalnya, satu kelompok bayi melihat video dari orang yang makan makanan dan menyatakan bahwa orang tersebut menyukainya. Berikutnya melihat video dari orang kedua yang mencoba makanan yang sama dan juga menyukainya. Namun, ternyata video ini tidak sangat mengejutkan untuk bayi, sehingga para bayi ini pun tidak mengamati dalam waktu yang lama.
Tapi ketika bayi melihat orang kedua melakukan sesuatu yang tidak diduga - ketika orang kedua benci makanan yang disukai orang pertama, perhatian bayi tampak lebih lama. Dengan cara ini, peneliti bisa mengukur pola bayi dalam menggeneralisasi dari satu orang ke orang lain.
Riset ini menemukan beberapa pola mengejutkan. Jika dua orang dewasa bertindak seolah-olah mereka adalah teman, atau jika mereka berbicara bahasa yang sama, bayi berharap orang akan lebih memilih makanan yang sama. Tetapi jika dua orang dewasa bertindak seolah-olah mereka adalah musuh, atau jika mereka berbicara dua bahasa yang berbeda, bayi memperkirakan mereka akan memilih dua makanan yang berbeda.
Baca juga : Ini Caranya Memahami Isyarat Bayi Baru Lahir
Dalam pikiran bayi, tampaknya ada sesuatu yang khusus tentang hubungan antara budaya dan makanan. Ketika bayi melihat orang-orang menyukai dan tidak menyukai objek-objek yang tidak bisa dimakan, peneliti tidak mengamati pola hasil yang sama.
Satu hal yang mungkin membuat para peneliti bertanya-tanya adalah apakah ini semua tentang makanan yang disukai orang dewasa? Apakah preferensi orang dewasa terhadap bubur jagung atau kangkung bergantung pada identitas budayanya?
Ketika bayi dalam penelitian ini melihat seseorang jijik mengkonsumsi makanan tertentu, ia akan mengharapkan bahwa orang kedua juga akan jijik terhadap makanan yang sama, terlepas dari apakah dua orang dewasa tersebut berada di kelompok sosial yang sama atau tidak.
Peneliti menemukan sesuatu yang menarik tentang apa yang diidentifikasi bayi sebagai perbedaan kultural yang bermakna. Bayi-bayi monolingual melihat bahasa sebagai penanda kultur yang berbeda, seperti yang dikemukakan sebelumnya. Jika dua orang menggunakan dua bahasa yang berbeda, bayi-bayi mengharapkan masing-masing menyukai makanan yang berbeda.
Baca juga : Perkembangan Indra Penglihatan Bayi Minggu Ke-2
Sebaliknya, bayi bilingual mengasumsikan bahwa dua orang yang berbicara bahasa yang berbeda ingin makan hal yang sama. Sehingga, bayi memiliki potensi untuk belajar hal-hal yang berbeda tentang makanan dan orang-orang di sekitar mereka, tergantung pada lingkungan sosial mereka.
Kesimpulannya: bayi-bayi tidak hanya belajar menelan makanan yang diberikan kepada mereka, mereka juga belajar dari memperhatikan orang dewasa makan, dan mengetahui siapa menyantap makanan apa dan dengan siapa. Dengan memperkenalkan bayi-bayi pada konteks sosial di mana orang-orang dewasa memilih makanan sehat, orang tua bisa membantu anak-anak belajar norma-norma kultural makanan sehat versi mereka.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR