Nakita.id - Tahukah Ibu bahwa fenomena "picky eater" atau pemilih makan adalah bagian normal dari masa tumbuh kembang anak-anak? Anak yang susah makan sayur atau enggan makan buah sudah biasa Ibu hadapi di rumah. Tetapi, bagaimana cara mengatasinya?
Sekitar usia 2 tahun, anak-anak memasuki usia di mana mereka mulai sadar dengan individualitas mereka. Mereka mulai menunjukkan kemandirian, termasuk dalam memilih makanannya. Nah, kecenderungan anak susah makan sendiri biasanya terjadi antara usia 2 dan 6 tahun. Pada masa prasekolah, pilihan makanan mereka semakin banyak. Namun, banyak juga anak yang tidak beranjak dari kebiasaan pilih-pilih makanan. Mereka bisa menolak makanan yang tadinya disukai, dan tidak mau mencobanya lagi. Akibatnya, makin lama pilihan makanan mereka makin sedikit.
Baca juga: MPASI Tepat Hindari Picky Eater
Pada tahap selanjutnya, banyak orangtua mungkin tidak menyadari bahwa penolakan anak terhadap makanan tertentu bersifat bawaan, bukan yang secara umum terjadi. Anak-anak ini ada kemungkinan memiliki gangguan asupan makanan terbatas, atau dikenal sebagai ARFID.
ARFID adalah gangguan makan yang dimulai dari bayi atau anak usia dini, menurut edisi terbaru dari American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, atau DSM-5. Ini merupakan suatu gangguan makan dengan kegagalan untuk memenuhi gizi atau kebutuhan energi. Akibatnya, terjadi gejala seperti ini:
* Penurunan berat badan yang drastis, kegagalan untuk mencapai berat badan yang diharapkan atau pertumbuhan rendah pada anak-anak.
* Kekurangan gizi yang signifikan.
* Ketergantungan pada menyusui dari botol atau suplemen nutrisi cair.
* Terjadi gangguan fungsi psikososial, seperti menolak untuk hadir atau berpartisipasi dalam acara makan-makan.
Baca juga: Jangan Lagi Memaksa Anak untuk Makan
Beberapa ciri adanya ARFID antara lain anak susah makan karena faktor bau, tekstur, atau rasa makanan, atau kurangnya minat makan. Kemungkinan anak-anak memiliki kebiasaan makan atau kemampuan makan yang buruk, seperti memilih makanan yang encer atau tak mau makan sendiri. Berat badan mereka rendah atau menunjukkan keterlambatan pertumbuhan akibat nutrisi yang buruk. Mereka juga menunjukkan gejala kecemasan, dan takut makan.
Anak-anak dengan ARFID kemungkinan juga memiliki masalah kesehatan yang mendasar lainnya, seperti ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), autisme, gangguan pengolahan sensorik, alergi makanan, kecemasan dan sembelit.
Anak-anak dengan ARFID kemungkinan dulunya lahir prematur, sehingga memerlukan bantuan pernapasan dan makanan dari selang selama perawatan, sehingga meningkatkan sensitivitas oral. Bayi prematur sendiri berada pada risiko tinggi untuk masalah makan.
Anak yang pernah tersedak, anak yang dipaksa makan, atau anak yang memiliki beberapa infeksi saluran pernapasan pada saat belajar untuk makan, bisa mengembangkan asosiasi negatif terhadap kegiatan makan. Selain itu, beberapa anak memiliki sistem sensorik yang sensitif dengan tekstur, bau, atau penampilan makanan. Sensitivitas ini dapat mengubah pola pikir anak terhadap makanan. Hal-hal ini harus diatasi dulu untuk memperbaiki kebiasaan makannya.
Baca juga: 6 Trik Mengatasi Anak Pemilih Makanan
Menurut sebuah studi dalam jurnal Pediatrics tahun 2015, kecenderungan anak susah makan ada hubungannya dengan kecemasan, depresi, dan ADHD dalam kategori sedang dan berat. Pada kasus mereka, kondisi makan yang memburuk akan berdampak pada psikologis anak.
Kecemasan dapat berasal dari makanan itu sendiri, terutama jika makanan itu asing atau tidak disukai, atau berasal dari faktor-faktor lain, seperti paksaan untuk makan atau memori negatif terhadap kegiatan makan. Anak-anak juga dapat merasa cemas karena mereka merasakan orangtua mereka kecewa, frustrasi dan marah.
Memaksa anak makan ternyata memperparah kondisi ARFID. Misalnya, mendorong anak untuk makan sesuap lagi, makan beberapa suap sebelum meninggalkan meja makan, atau mencoba makanan baru yang tidak diinginkan anak. Padahal, penelitian menunjukkan, terlalu banyak tekanan dapat mengurangi nafsu makan anak, memacu kecemasan, mendapatkan respons emosional (termasuk menangis dan marah) atau anak menjadi takut makanan.
Baca juga : Trik Membujuk Anak Makan Sayur tanpa Memaksa
"Kami mendorong orangtua untuk peka terhadap bagaimana anak merespons upaya untuk makan (atau berinteraksi dengan) makanan yang berbeda,” kata Dr Katja Rowell, salah satu penulis “Helping Your Child with Extreme Picky Eating.”
Perbedaan besar antara picky eater dan ARFID adalah, picky eater akan berangsur hilang bersamaan dengan sikap konsisten memberikan makanan secara berulang berkat lingkungan makan yang positif dan pengasuhan yang baik. Sedangkan ARFID sifatnya lebih kompleks dan memerlukan bantuan lebih lanjut untuk mengatasi masalah yang mendasarinya. Anak-anak ARFID butuh bantuan profesional, seperti dokter, ahli gizi, ahli diet, bahkan terapi okupasi untuk terapi bicara dan terapi makan, dan sebagainya. Tujuannya untuk membantu mereka memperluas keragaman makanan dengan rasa baru, memperbaiki kekurangan gizi dan meningkatkan pertumbuhan, serta mengatasi kecemasan.
Pengobatan harus positif dan mendukung, untuk tetap menjaga hubungan tumbuh kembang anak-anak dengan makanan. Ada cara bagi orangtua untuk dapat mengatasi masalah anak susah makan tersebut dengan memfasilitasi cara baru tanpa paksaan atau tekanan.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR