Nakita.id - Hubungan kakak-adik ibarat "rel ketiga" dalam kehidupan keluarga menurut Dr. Mark Feinberg, peneliti utama proyek "Siblings Are Spesial" di Penn State University. Penelitiannya menunjukkan bahwa saudara kandung dapat memiliki pengaruh yang hampir sekuat orangtua pada masa kecil.
Pengaruh itu antara lain saling mendorong terhadap berbagai jenis pertemanan, hubungan romantis, masalah kesehatan emosional dan mental, perilaku yang bermasalah, dan prestasi. Ini adalah pengalaman yang sangat kuat - dan positif jika Ibu dan Ayah tidak mendorong ke arah kompetisi."Masing-masing dari kita terlahir dengan kapasitas untuk terlibat dalam persaingan sejak usia yang sangat muda," kata Mark.
Ia menyebutkan ihwal dorongan ini bermula dari sejarah awal manusia. Ia berargumen bahwa di zaman dahulu, persaingan kakak-adik masuk akal. “Untuk bertahan hidup, seorang bayi butuh diasuh,” katanya menjelaskan.
“Dalam masyarakat di mana makanan dan ketersediaan rumah berlimpah, bersaing dengan saudara kandung untuk bertahan hidup sudah tidak lagi perlu. Tapi bukan berarti persaingan saudara kandung sudah berakhir. Anak-anak tetaplah anak-anak dengan cara yang alamiah dan naluriah," kata Mark. “Anak-anak cenderung lebih berkonflik, negatif dan bersaing satu sama lain ketika orangtua negatif dan keras dalam pola pengasuhan mereka.”
(Baca juga: Anak Perlu Diajarkan untuk Bersaing. Ini Manfaatnya)
Satu masa, ada kearifan yang mengatakan bahwa anak-anak secara alamiah bersatu dalam menghadapi orangtua yang dominan. Namun hipotesis ini tidak terbukti oleh penelitian. Stres dan perasaan tak aman dari perlakuan kasar bahkan menyebabkan konflik antara kakak-adik.
Mark mengatakan orangtua yang menghabiskan waktu berkomunikasi tatap muka dengan satu per satu anak, selain waktu keluarga bersama, cenderung bisa meredam persaingan.
Kualitas waktu tatap muka ini meningkatkan perasaan dukungan di antara saudara kandung. Perasaan dukungan tersebut mengurangi kebutuhan untuk menggunakan konflik sebagai cara memperoleh perhatian dan persetujuan orangtua.
(Baca juga: Trik Mudah Mengatasi Persaingan Kakak Adik)
Menurut Mark, ketika konflik muncul, Proyek “Siblings” mendorong orangtua untuk menjadi penengah. Ia mengakui bahwa ini butuh waktu dan energi yang kerap, dirasa orangtua, tidak mereka miliki. Tapi, katanya, “Ketika orangtua memaksakan sebuah keputusan, ini tidak akan membantu kakak-adik belajar menjelaskan persoalan.”
Cara yang lebih baik, menurut Mark, adalah membantu kakak-adik mendefinisikan masalah, menghasilkan ide-ide, dan memilih solusi terdekat agar semua menang.
Akhirnya, Mark menyarankan agar orangtua mengarahkan anak-anaknya pada aktivitas dan permainan yang kooperatif, termasuk aspek pembuatan atau pembangunan. Ketika saudara kandung bekerja bersama-sama untuk memperoleh tujuan bersama, misalnya seperti membuat makanan, atau menyelesaikan sebuah teka-teki, persaingan menjadi sulit dilakukan bahkan akan semakin berkurang.
Penulis | : | Avrizella Quenda |
Editor | : | Ida Rosdalina |
KOMENTAR