Nakita.id - Menurut data yang dirilis oleh UNICEF pada 2013, anak-anak yang hidup di Belanda adalah anak-anak paling bahagia di dunia.
Hal ini didasarkan pada beberapa kategori seperti kesejahteraan ekonomi, kesehatan, akses pendidikan, perilaku dan situasi lingkungan tempat tinggal.
Seperti apa kriteria anak yang bahagia di masa tumbuh kembangnya?
BACA JUGA: Kenali 19 Zat Gizi Yang Penting Untuk Tumbuh Kembang Otak Anak
Mungkin banyak orang yang bepikir, anak sudah bahagia dengan dipenuhi fasilitasnya atau memiliki mainan yang berlimpah.
Namun, ternyata bukan itu Moms penentu kebahagiaan anak.
"Tolak ukur anak yang bahagia adalah ketika anak merasa dihargai apa adanya, sesuai dengan apa potensi dan bakatnya serta minat yang dimiliki itulah yang akan membuat anak bahagia sepenuhnya," demikian penuturan Dr. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si., selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam wawancara eksklusif dengan Nakita.id, Minggu (25/3).
BACA JUGA: Potret Kebahagiaan Keluarga Choky Sitohang, Anaknya Sehat, Aktif, dan Berbakat!
Kak Seto menegaskan, sangat penting untuk orangtua mendukung sepenuhnya cita-cita anak di masa depan supaya anak tumbuh bahagia pada masa tumbuh kembangnya.
"Misalnya anak ingin jadi pemain musik atau pelukis, terus orangtuanya memaksa anaknya jadi dokter tentu akan menyebabkan anak jadi tertekan," jelasnya.
Lalu, apakah anak-anak Indonesia sudah merasa bahagia?
BACA JUGA: Yuk Moms, Kenali 6 Tahap Perkembangan Otak Anak Sesuai Umurnya
"Menurut saya justru sebagian besar belum bahagia, karena adanya mindset atau paradigma yang keliru dalam cara orangtua mendidik anaknya.
Orangtua menganggap mendidik anak harus dengan cara kekerasan misalnya dengan membentak, atau hukuman fisik dengan dipukul atau dijewer," ujar Kak Seto.
Hal itu membuat tidak ada suasana kerja sama dan komunikasi dua arah yang penuh kasih sayang antara orangtua dan anak, yang ada malah menimbulkan anak menjadi tertekan.
Kak Seto menjelaskan, tekanan dalam diri anak akan menyebabkan anak kabur dari rumah untuk mencari situasi yang tenang.
Lebih parahnya lagi, jika anak melampiaskan situasi dalam hidupnya ke hal-hal yang negatif seperti konsumsi narkoba, geng motor, penyimpangan seksual, radikalisme dan perilaku menyimpang lainnya.
"Untuk itu sudah seyogyanya orangtua memosisikan diri sebagai sahabat anak yang akrab dengan putra putrinya, bukan sebagai bos atau instruktur yang memberikan perintah kepada anaknya.
Dengan begitu, akan mendorong anak tumbuh dan berkembang dengan optimal," tutupnya.
Bagaimana, apakah buah hati Moms sudah bahagia?
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR