- Si balita mulai ingin melakukan sesuatu sendiri. Ia senang memindahkan barang-barang di sekitarnya, ikut sibuk bersama Ayah mengatur sepatu, ikut sibuk bersama Ibu“bekerja” di dapur. Tentu saja kita tidak dapat mengharapkan kerapian dari aktivitas ini, malah yang sebaliknya. Rumah biasanya akan lebih berantakan dan kotor. Pengasuh perlu memberikan ruang kepada anak untuk aktivitas “beres-beresnya” ini. Anak memerlukan kebebasan dan persetujuan. Si balita belum cukup memahami benda-benda yang berbahaya sehingga pengasuh perlu diarahkan untuk menata ruangan agar lebih aman. Jauhkan barang-barang pecah belah dan benda-benda tajam. Yang terpenting adalah sikap mendukung agar anak bisa bebas menikmati aktivitasnya.
- Si balita mulai belajar berkomunikasi. Tidak hanya melalui bahasa verbal, namun ia juga peka terhadap intonasi dan ekspresi wajah. Kemampuan berkomunikasi anak bisa kurang berkembang jika pengasuhnya lebih suka mendudukkannya di depan teve berjam-jam. Sebab, untuk belajar berkomunikasi, tidak ada metode yang lebih efektif dibandingkan berkomunikasi langsung, dengan bertatapan mata, senyum, dan dialog dua arah meski dengan kosakata yang masih terbatas.
- Si balita mulai belajar aturan dan disiplin. Sosialisasikan jadwalnya dari bangun hingga tidur kepada pengasuh. Disipilin terutama dikembangkan dari konsistensi waktu dan perilaku. Tubuh anak akan membentuk sistem disiplinnya sendiri jika dibiasakan untuk mengikuti pola aktivitas dengan konsisten.
- Si balita akan menyerap 100% yang dikatakan dan cara kita berperilaku. Karena otaknya belum mampu menganalisis sebab akibat, ia akan menyerap saja apa yang ia dengar, lihat, dan dialaminya. Oleh karena itu, didik pengasuh untuk memberikan contoh-contoh yang baik untuk anak. Anak balita akan mencontoh dengan segera ucapan terima kasih, memberikan salam, berkata lembut, berolahraga, nyanyian, dan lain-lain. (*)
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR