nakita.id.- Menjelang Lebaran ini biasanya kita harus siap berganti pengasuh. Mbak yang lama tidak pulang dari kampung dengan berbagai alasan, mbak baru pun datang menggantikan. Ibu pusing, balita pun merasa tak nyaman karena ia butuh usaha “ekstra” untuk menyesuaikan diri dengan pengasuh baru.
Menurut Julia Napitupulu, Psi, Family & Training Consultant dari Radani EI Centre, Jakarta, sangatlah alami jika seorang balita yang sudah nyaman dengan pengasuh tertentu, lalu menunjukkan sikap penolakan kepada pengasuh yang baru. Relasi yang dialaminya selama ini hanya dengan orangtua, lalu datang pengasuh. Ketika datang pengasuh pengganti yang lain, tentu saja adaptasi dalam kenyamanan berelasi cenderung butuh waktu dan usaha ekstra. Bahkan, ada pengasuh yang harus sabar menunggu hingga sebulan untuk akhirnya bisa diterima oleh sang anak.
Baca juga: Tip Memilih Pengasuh Anak
Kesimpulannya, keputusan mengganti pengasuh memang menimbulkan “cost” tersendiri. Oleh sebab itulah, kita perlu ekstra teliti saat mempertimbangkan untuk memperkerjakan pengasuh agar tepat untuk si balita dan agar menghindari tidak sampai berganti-ganti.
PERHATIKAN PRINSIP PENGASUHAN
Lalu, apa pertimbangannya untuk menentukan apakah seorang calon pengasuh cukup tepat untuk anak balita kita atau tidak? Untuk menjawab hal ini, kita perlu kembali kepada prinsip pengasuhan yang terbaik yaitu memberikan pengasuhan yang sesuai dengan kekhasan dari jenjang usia tersebut.
Baca juga: Tip Memilih Baby Sitter Untuk Ibu Bekerja
Usia balita juga disebut sebagai masa emas pertumbuhan otak. Maka asupan gizi dan stimulasi yang tepat sangat berpengaruh terhadap optimalisasi pertumbuhan anak di jenjang usia berikutnya. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu ditanamkan orangtua kepada pengasuh:
- Pastikan si kecil memeroleh asupan gizi terbaik di jam-jam makannya. Pasalnya, ini akan berpengaruh terhadap perkembangan otak yang sedang pesat-pesatnya. Petunjuk mengenai makanan bergizi yang tepat dapat dengan mudah kita temukan dari berbagai sumber.
- Anak balita belajar mengembangkan rasa percaya kepada dunia. Rasa percaya itu tumbuh melalui relasi yang hangat, yaitu melalui sentuhan, belaian, serta kehadiran yang konsisten dari orangtua/pengasuh. Apakah si pengasuh seseorang yang berkepribadian hangat? Kita bisa menilai saat ia berinteraksi dengan anak. Apakah ia sering tersenyum dan bisa membuat anak kita tertawa; apakah ia membacakan cerita sambil membelai kepala si kecil; apakah ia melakukan kontak mata yang intensif saat ngobrol dengan anak; apakah ia sering memeluk, terutama saat anak kita sakit. Penelitian membuktikan, berpelukan dengan orang terdekat minimal 12 kali dalam sehari akan memperkuat daya tahan tubuh. Pelukan akan memberikan perlindungan yang luar biasa dan memenuhi kebutuhan anak balita akan rasa aman.
- Si balita belajar untuk merasa aman dan percaya diri saat mengeksplorasi lingkungan. Ia mulai belajar merangkak, berjalan, berlari, dan sebagainya. Karena masih pada tahap belajar, sangat wajar jika ia berulang kali jatuh. Rasa aman dan percaya diri anak tumbuh dari respons positif orang sekitar saat ia mengalami kegagalan, misalnya jatuh saat berlari. Reaksi pengasuh yang mengkritik, misalnya: “Tuh kan nggak hati-hati sih, jatuh deh kamu,” bisa menghambat kepercayaan diri anak. Atau mungkin kita pernah menyaksikan pengasuh yang sibuk “menyalahkan” lantai ketika anak jatuh. Sikap ini juga tidak baik karena menggiring pemahaman yang salah bagi anak dan bisa membentuk habit menyalahkan pihak luar.
- Sikap yang juga tidak efektif yaitu overprotektif dengan melarang ini-itu. Sikap ini akan menghambat inisitiatif dan rasa ingin tahu anak untuk bereksplorasi. Sikap yang positif adalah mendukung dan empati. Lebih baik katakan: “Nak, kamu jatuh ya? Sakit nggak? (sambil anak dipeluk) Baik, kita coba lagi ya.. kamu pasti bisa.” Dengan demikian, akan tumbuh kepercayaan diri anak untuk terus mencoba hingga akhirnya menguasai dengan baik. Anak akan mengerti bahwa tidak apa-apa untuk jatuh berkali-kali karena ada yang mendukung untuk mencoba kembali.
- Si balita mulai ingin melakukan sesuatu sendiri. Ia senang memindahkan barang-barang di sekitarnya, ikut sibuk bersama Ayah mengatur sepatu, ikut sibuk bersama Ibu“bekerja” di dapur. Tentu saja kita tidak dapat mengharapkan kerapian dari aktivitas ini, malah yang sebaliknya. Rumah biasanya akan lebih berantakan dan kotor. Pengasuh perlu memberikan ruang kepada anak untuk aktivitas “beres-beresnya” ini. Anak memerlukan kebebasan dan persetujuan. Si balita belum cukup memahami benda-benda yang berbahaya sehingga pengasuh perlu diarahkan untuk menata ruangan agar lebih aman. Jauhkan barang-barang pecah belah dan benda-benda tajam. Yang terpenting adalah sikap mendukung agar anak bisa bebas menikmati aktivitasnya.
- Si balita mulai belajar berkomunikasi. Tidak hanya melalui bahasa verbal, namun ia juga peka terhadap intonasi dan ekspresi wajah. Kemampuan berkomunikasi anak bisa kurang berkembang jika pengasuhnya lebih suka mendudukkannya di depan teve berjam-jam. Sebab, untuk belajar berkomunikasi, tidak ada metode yang lebih efektif dibandingkan berkomunikasi langsung, dengan bertatapan mata, senyum, dan dialog dua arah meski dengan kosakata yang masih terbatas.
- Si balita mulai belajar aturan dan disiplin. Sosialisasikan jadwalnya dari bangun hingga tidur kepada pengasuh. Disipilin terutama dikembangkan dari konsistensi waktu dan perilaku. Tubuh anak akan membentuk sistem disiplinnya sendiri jika dibiasakan untuk mengikuti pola aktivitas dengan konsisten.
- Si balita akan menyerap 100% yang dikatakan dan cara kita berperilaku. Karena otaknya belum mampu menganalisis sebab akibat, ia akan menyerap saja apa yang ia dengar, lihat, dan dialaminya. Oleh karena itu, didik pengasuh untuk memberikan contoh-contoh yang baik untuk anak. Anak balita akan mencontoh dengan segera ucapan terima kasih, memberikan salam, berkata lembut, berolahraga, nyanyian, dan lain-lain. (*)
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR