Nakita.id - Para ibu yang rutin memberikan ASI pada bayinya, ternyata tetap akan menghadapi masalah anak susah makan ketika memasuki masa MPASI. Karena, problem yang dihadapi anak saat menyusu atau mengonsumsi makanan padat ternyata berbeda. Hal ini akan menimbulkan tantangan baru bagi ibu dan anak.
Hal ini dialami oleh Poppy Septia, penulis kecantikan yang juga ibu dari satu anak laki-laki bernama Jagad. Sebelum Jagad menginjak usia 6 bulan, ia memberikan ASI eksklusif untuk buah hatinya itu. Poppy mengaku tidak menggunakan bantuan pompa ASI sama sekali saat menyusui.
Tidak heran, Poppy mengaku memiliki keterikatan yang kuat dengan Jagad. Saat masa-masa mengenalkan makanan padat tiba, ia merasa sedikit lega karena bayinya tak lagi terlalu bergantung pada ASI karena bisa diselingi oleh MPASI. Namun ternyata proses memberikan MPASI tak semudah yang ia bayangkan.
“Sebelumnya, saya selalu breastfeeding dan tidak menggunakan pompa apapun karena saya tidak bekerja, jadi sangat attach dengan anak. Saat mulai MPASI, saya merasa senang karena bayi saya akhirnya bisa makan selain ASI, yang membuatnya tidak selalu menempel untuk menyusui. Tetapi saat makanannya semakin padat, saya merasa kesulitan. Hingga sekarang saat anak saya sudah berusia 2 tahun, porsi makannya tidak begitu besar dan tidak selahap dulu," ujar Poppy, saat bincang-bincang di acara #BlibliFriendshipMeetUp: First Years Mommies to-do-list!" di Penang Bistro Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (20/6) lalu.
Alhasil, ia harus memutar otak untuk mengganti-ganti makanan yang kira-kira disukai anak.
Menurut psikolog Roslina Verauli, proses pemberian MPASI diawali dengan adanya tanda-tanda bayi siap belajar makan makanan padat. Kesiapan anak mengonsumsi MPASI dimulai saat ia memegang sendok dan bermain lempar-lemparan makanan.
Bayi membutuhkan waktu untuk bisa mengendalikan diri sendiri. Ini sebenarnya adalah bagian dari perkembangan seluruh organ sensor motornya. Sensor motor di periode ini sangat penting, karena berkaitan dengan susunan saraf pusat yang nantinya bertanggung jawab terhadap perkembangan sensor motor dalam atensi konsentrasi, kemampuan bicara (berbahasa), dan kemampuan belajar anak.
Vera, sapaan akrab psikolog keluarga ini, menyarankan agar orangtua membiarkan bayi memainkan makanannya saat mulai berkenalan dengan makanan padat, karena faktanya saat bayi bermain dengan makanan, otaknya sedang tumbuh dan berkembang.
“Makan adalah perilaku. Perilaku makan itu reguler, jamnya harus tepat. Jadi bantu bayinya merasa bahwa perutnya sudah butuh makan. Jadi, jamnya harus reguler, makannya atau setting-nya harus di tempat yang sama,” kata Vera.
Mungkin ada sebagian anak yang harus makan sambil berlarian kemana-mana karena memiliki gangguan konsentrasi, tapi ini sangat normal. Kita sebagai orangtua harus mengalah dan lebih baik ikuti aturan makan dari anak-anak, bukan dipaksakan dengan cara yang tidak membuat mereka nyaman.
Namun bila anak benar-benar tidak mau makan, ada kemungkinan bayi mengalami gangguan pada indera perasa dan pengecapannya. Akibatnya saat merespons aroma makanan, anak membutuhkan aroma yang sangat tajam, atau justru anak terganggu dengan aroma makanan yang terlalu kuat.
“Anak secara natural akan makan sendiri, kok. Pastikan saja settingan makan anak dibuat lucu, happy, dan paling penting Ibu jangan tegang karena jika Ibu tegang maka emosi anak lebih tegang,” tutup Vera.
Inovasi Terbaru Acne Patch Hologram dari Derma Angel, Solusi Tampil Percaya Diri Ala Eca Aura
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR