Nakita.id.- Naluri kita sebagai orangtua adalah merawat, membesarkan, dan melindungi anak. Membuat anak selalu senang salah satunya. Ya, setiap orangtua pasti ingin anaknya senang dan bahagia selalu.
Baca juga: Ini Dampak Bila Orangtua Kerap Memanjakan Anak
Maka lumrah ketika kita sering membahagiakan anak dengan membelikannya sesuatu, cepat menolongnya ketika ia tak sanggup mengerjakan sesuatu, mengajaknya jalan-jalan, atau sekedar mengiyakan semua hal yang ia butuhkan.
Apalagi jika orangtua bekerja, yang otomatis membuat waktu bersama anak tak banyak. Dalam benak kita, tentu di saat bersama anak, kita tak ingin ada rengekan atau tangisan si kecil hanya karena kita tak menuruti keinginannya.
We don’t want to ruin the fun! Kita tak ingin merusak kesenangan anak kan? Satu lagi, rasanya menyerah alias menuruti keinginan anak lebih mudah daripada berkata tidak.
Baca juga: Orang Tua Masa Kini Lebih Suka Memanjakan Atau Malas Mengurus Anak
Semua alasan itu memang bisa dimaklumi, tetapi, justru hal itu akan berdampak besar pada perkembangan anak ke depannya! Sadar atau tidak sadar, orangtua telah memanjakan si anak.
Memang, orangtua punya 1001 alasan untuk membuat anak senang. Namun, mari kita perhatikan tanda-tanda berikut, apakah cara tersebut malah terlalu memanjakan anak? Ini tanda-tanda kita terlalu memanjakan anak menurut Anindita Subawa, S.Psi seperti termuat di Tabloid Nakita 846;
1. Membanjiri anak dengan pujian. Pujian itu boleh, tetapi lebih efektif untuk anak yang masih sangat muda, yakni usia 0 - 3 tahun. Pada usia tersebut, anak sedang masa belajar menguasai beragam keterampilan dasar.
Memberinya pujian saat ia bisa membuang sampah pada tempatnya akan mendorong ia terus melakukan itu. Begitu memasuki usia prasekolah, saat kita memuji pada hal-hal yang harusnya sudah ia kuasai (misal, makan sendiri, buang air kecil di toilet, buang sampah pada tempatnya, dll), malah bisa mengurangi makna pujian itu.
Bahkan, membuat anak berpikir bahwa ‘aku makan sendiri supaya dipuji Ibu’. Jadi, pilah-pilih memuji anak itu perlu, khususkan pada saat anak melakukan hal-hal besar atau menuntaskan suatu tantangan baru yang ia terima.
2. Sering menghadiahi anak dengan berbagai macam benda. Seperti mainan, permen, cokelat, dll. Sama seperti dengan pujian, terlalu sering membelikan anak sesuatu yang sebetulnya tidak ia butuhkan malah mengurangi arti dan nilai dari barang tersebut.
Contoh, setiap anak ulang tahun, kita memberinya hadiah mahal yang mungkin belum sesuai dengan usianya. Semakin besar, anak akan berharap ia mendapatkan kado yang lebih bagus dan lebih mahal. Sebaliknya, saat kita tidak memberinya apa-apa, anak akan sangat kecewa dan sedih. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi berlarut-larut bukan?
3. Sering mengganggap remeh kemampuan anak. Akibatnya, kita jarang memberinya tanggung jawab untuk suatu hal. Kita lebih suka mengerjakan keperluan anak, tanpa memberi kesempatan anak untuk melakukannya sendiri.
Misalnya, anak ingin makan sendiri, tapi karena tidak mau baju anak kotor dan meja makan berantakan, plus biar cepat habis, kita cenderung menyuapi anak.
Padahal, tindakan itu sama saja dengan membiarkan anak terus bergantung pada kita. Untuk jangka pendek, mungkin tidak masalah, tetapi pasti berdampak untuk kemandirian anak nantinya.
Mengerjakan semua keperluan anak adalah bentuk lain dari memanjakan anak. Masalahnya, kita tidak tahu apakah kita bisa terus berada di dekat anak.
4. Membantu anak tanpa diminta. Ada kalanya kita perlu bijak menjaga jarak dan melihat dari jauh dulu, apakah anak bisa mengatasi sendiri masalah yang ia temui.
Sesederhana membuka resleting tas, biarkan ia mencoba dulu membukanya sendiri, sampai ia sendiri yang memanggil dan meminta tolong. Pendek kata, jangan lakukan sesuatu yang sebetulnya sudah mampu ia lakukan sendiri.
5. Anak terlalu bergantung pada kita. Membuat anak bergantung terus menerus pada kita rasanya seolah kita adalah satu-satunya orang yang diandalkan anak.
Namun, seiring ia tumbuh besar, ketergantungan itu pun harusnya juga berkurang. Anak harus belajar merasa nyaman dengan orang lain selain kita, bahkan bisa mengandalkan dirinya sendiri. (*)
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR