Nakita.id- Pada peringatan Hari Anak Nasional 2017, Presiden Joko Widodo diingatkan kembali tentang pelayanan kesehatan yang ramah anak di fasilitas kesehatan dan mendapat kecukupan gizi yang baik.
Untuk poin mendapatkan kecukupan gizi yang baik, hingga sekarang masih menjadi PR bagi pemerintah. Walau Kemenkes sudah menyatakan bahwa angka stunting sudah turun, yang tertulis di laman http://www.depkes.go.id., namun prevalensinya masih tinggi yakni mencapai 5,7% untuk gizi buruk, dan gizi kurang 13,9%.
Kondisi ini terjadi mungkin karena masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia. Sebagai gambaran, Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk miskin di Ibu Kota Jakarta per bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu orang.
Indeks kemiskinan tersebut meningkat 0,02 poin atau 3,85 ribu orang dibanding bulan September 2016 lalu yang mencapai angka 384,30 orang.
Dengan kondisi itu, tentu banyak keluarga yang tidak bisa memberikan kecukupan gizi kepada anak-anaknya. Selain itu, angka kemiskinan itu terjadi karena faktor pendidikan yang kurang. Nah, karena itu pula, pemberian makan bergizi yang harus diterima anak tidak bisa terjadi.
Pada kondisi seperti ini, masih banyak orangtua yang memberikan makan anaknya dengan tidak hidienis, menu tidak seimbang dan serampangan.
Baca juga: 6 Kebiasaan Yang Merusak Gigi Anak Tanpa Kita Sadari
Contoh, anak tidak mau makan diberikan Susu Kental Manis (SKM). Anak yang sudah minum SKM dianggap sudah mendapat asupan gizi yang cukup.
Padahal, asupan gizi yang cukup itu harus didapat dari makanan seimbang, kalaupun diberikan susu bukan SKM.
Pemberian SKM pada anak adalah salah besar. Karena SKM itu bukan susu, dan SKM kandungan gulanya lebih tinggi dari susu yang biasa ditemukan di pasaran.
“Jika ada orangtua yang memberikan SKM pada anaknya, salah besar. Karena SKM isinya hanya gula,.” papar Jenni Kusumo, SpGK, saat diwawancara beberapa waktu lalu.
Hal senada disampaikan oleh Ir. Doddy Izwardy, MA, Direktur Gizi Masyarakat, Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil Susenas 2005, susu yang paling dominan dikonsumsi penduduk Indonesia adalah susu kental manis mencapai, mencapai 9,31 liter per kapita per tahun, dari total 13,22 liter per kapita per tahun atau sebesar 70,4 %.
Tingginya konsumsi susu kental manis ini kemungkinan disebabkan harganya yang relatif lebih murah dibandingkan jenis susu lainnya, serta rasanya yang lebih disukai anak-anak karena lebih manis.
Jika anak memang menginginkan susu, berikan susu segar yang telah dipasteurisasi atau susu UHT karena mengandung zat gizi yang lebih lengkap serta memiliki kandungan gula lebih rendah daripada susu kental manis. (*)
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR