Nakita.id - Kesamaan pandangan untuk mengubah nasib perempuan di Tanah Air membuat berbagai organisasi perempuan yang ada di Sumatera dan Jawa berkumpul dalam satu tempat.
Mereka berdiskusi, bertukar pikiran dan menyatukan gagasannya di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta.
Bermacam gagasan dan pemikiran diungkapkan dalam Kongres Perempuan pada 90 tahun lalu, 22 Desember 1928.
Baca Juga : Kisah Anak Durhaka Sebagai Perenungan di Hari Ibu, Sudahkah Berlaku Baik pada Ibu?
Selama tiga hari, dari 22 Desember sampai 25 Desember terdapat beberapa isu yang dibicarakan dalam pertemuan bersejarah yang dihadiri 600 orang dari 30 organisasi.
Isu yang dibahas antara lain pendidikan perempuan bagi anak gadis, perkawinan anak-anak, kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang.
Selain itu, kongres juga membahas dan memperjuangkan peran perempuan bukan hanya sebagai istri dan pelayan suami saja.
Berawal dari situlah, persatuan dari beberapa organisasi perempuan ini semakin kuat dan akhirnya tergabung dalam organisasi yang lebih besar, yakni Perikatan Perkoempolan Isteri Indonesia (PPII).
Sampai akhirnya, ketika Kongres ketiga, perkumpulan ini mematangkan dan menyuarakan mengenai pentingnya perempuan dan menetapkan 22 Desember, dimulainya Kongres Perempuan I pada 1928, sebagai Hari Ibu.
Mengapa 22 Desember?
Kongres Perempuan Indonesia III yang berlangsung dari 22 sampai 27 Juli 1938 di Bandung menetapkan Hari Ibu diperingati tiap 22 Desember.
Pemilihan tanggal itu untuk mengekalkan sejarah bahwa kesatuan pergerakan perempuan Indonesia dimulai pada 22 Desember 1928.
Setiap tahun, peringatan dilakukan untuk menghayati peristiwa bersejarah tersebut.
Presiden Soekarno kemudian mengeluarkan keputusan presiden untuk menetapkan dukungan atas Kongres Perempuan III.
Baca Juga : REVIEW AKHIR TAHUN: Gosip Artis Paling Fenomenal Sepanjang 2018, Ada yang Dituding Hanya Sensasi
Melalui Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 akhirnya Hari Ibu resmi menjadi Hari Nasional.
Penetapan itu disesuaikan dengan kenyataan bahwa Hari Ibu pada hakikatnya merupakan tonggak sejarah perjuangan perempuan sebagai bagian dari perjuangan bangsa yang dijiwai oleh Sumpah Pemuda 1928.
Berbeda dengan negara lain
Hari Ibu di Indonesia yang diperingati tiap tahunnya berbeda dengan Hari Ibu (Mother Day) di negara-negara lain.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 22 Desember 1977, Hari Ibu di negara lain biasanya diperingati untuk memanjakan ibu yang telah bekerja mengurus rumah tangga setiap hari tanpa mengenal waktu dan lelah.
Sementara di Indonesia, momen Hari Ibu ditujukan untuk menandai emansipasi perempuan dan keterlibatan mereka dalam perjuangan kemerdekaan.
Sebelumnya, peringatan Hari Ibu selalu tertuju pada kaum perempuan. Namun, pada 1986, peringatan ini ditujukan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Dilansir Harian Kompas yang terbit pada 16 Desember 1986, mulai 1986 Hari Ibu diperingati secara nasional oleh seluruh rakyat Indonesia.
Baca Juga : Inul Daratista Curhat Tak Diperhatikan Suami Saat di Rumah, Ternyata Ini yang Terjadi
Hal itu dikemukakan oleh L. Sutanto selaku Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ketika itu.
Dengan diperingati oleh elemen masyarakat, khususnya generasi muda lebih bisa menghayati arti kebangkitan dari peran perempuan.
Sehingga nilai luhur yang terkandung dalam sejarah kebangkitan perempuan dapat diwariskan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "22 Desember Diperingati sebagai Hari Ibu, Ini Sejarahnya... "
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR