Nakita.id - Keuangan setiap orang pasti mengalami kenaikan dan penurunan.
Ketika sedang tidak punya cukup dana namun ada kebutuhan mendesak, biasanya orang-orang akan mencari pinjaman.
Dengan iming-iming pinjaman yang cepat cair dan tidak memerlukan banyak syarat, banyak orang terjerat hutang yang berbunga sangat tinggi.
Baca Juga : Calon Pembeli Minta Foto Gaun Asli, Penjual Online Ini Berikan Foto Dirinya Pakai Gaun Wanita
Contoh korban yang terjerat hutang dengan bunga tinggi adalah Dona.
Dikutip dari Kompas.com, Dona meminjam sejumlah uang dari aplikasi online bodong.
Dona merasa pinjaman online tersebut justru merenggut pundi-pundi Dona.
Dona mengaku mulai meminjam sejumlah dana ke salah satu aplikasi fintech peer-to-peer lending pada April 2018 lalu.
Namun, Dona kesulitan membayar karena tak memiliki cukup uang selama beberapa waktu.
Dona terus memperpanjang pinjamannya hingga tak sadar membuat bunga pinjaman membengkak.
Lama tak membayar pinjamannya, Dona kemudian merasa diteror oleh perusahaan pinjaman online tersebut.
Dona mendapat beragam telepon dan pesan yang bernada intimidatif.
Baca Juga : Sederet Artis Rayakan Imlek dengan Busana Merah Menyala, Mana Paling Cantik?
Selain Dona, para penagih itu juga mennghubungi beberapa kontak handphone Dona dan memberitahu bahwa Dona memiliki hutang.
Bos di perusahaan Dona juga ikut mendapatkan teror.
Karena hal itu, Dona sampai dipecat oleh bosnya karena merasa terganggu dengan penagih utang itu.
"Salah satu aplikasi online ini menghubungi atasan saya berturut-turut setiap malam. Saya lalu ditegur," kata Dona di kantor LBH Jakarta, Senin (4/2/2019).
Dona merasa tertekan dengan ulah penagih utang tersebut.
Selain merasa diteror, dirinya merasa malu karena semua orang di kontak handphone-nya jadi tahu bahwa ia memiliki utang.
"Mereka SMS ke beberapa orang di kontak saya. Kita dibikin malu," kata Dona.
Dona mengadu ke Otoritas Jasa Keuangan, namun tak kunjung mendapat respon.
Baca Juga : Jangan Sepelekan Ketombe, Ini 5 Dampak Buruknya jika Tak Ditangani
Ia kemudian mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan menjadi pelapor pertama masalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan perusahaan pinjol itu.
"Saya pernah datang ke kantor perusahaan fintech itu. Kantornya enggak jelas karena virtual office. Kenapa OJK memperbolehkan virtual office," kata Dona.
"Kalau OJK tidak mengatur sebaik-baiknya, asosiasi apapun tidak bisa bergerak," kata dia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR