Misalnya, anak perempuan biasanya berambut panjang, rambutnya berpita, pakaian cenderung berwarna pink, mengenakan rok, tidak memanjat, tidak bermain perang-perangan melainkan masak-masakan, bicaranya lembut, dan sebagainya.
Sementara stereotip anak laki-laki umumnya berambut pendek, pakaiannya cenderung berwarna biru, mengenakan celana, mainnya cenderung yang motorik kasar, perang-perangan, tidak bermain boneka, dan lain sebagainya.
Ketika Si Kecil melihat fenomena-fenomena lain di luar stereotipnya, lantas ia akan bertanya-tanya.
Apalagi bila informasi yang dipahami prasekolah hanya ada dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Ia belum mengenal konsep lain seperti tomboi atau waria.
Maka dari itu, jangan dulu melabeli Si Kecil dengan sebutan ‘kemayu’ ya, Moms.
Ada baiknya Moms memahami lebih dulu memahami penyebab anak tidak bersikap sesuai dengan jenis kelamin dan gendernya, yaitu antara lain:
1. Ada contoh yang ditiru anak
Penyebab yang pertama adalah anak melihat contoh dari lingkungan di sekitarnya. Hal ini secara tak langsung dapat berpengaruh pada perilakunya.
Misalnya, anak perempuan yang notabene mitosnya lembut dan kalau bermain tenang, tapi karena kakak-kakaknya banyak laki-laki, ia mendapat pengaruh dari kakak-kakaknya tersebut sehingga saat bermain pun seperti anak laki-laki.
2. Gangguan identitas jenis kelamin (gender identity disorder)
Adapun penyebab lainnya adalah gangguan dalam memahami jenis kelamin atau keadaan biologisnya tak sesuai dengan pemahamannya terhadap jenis kelamin.
Sebagai contoh adanya penis kecil, yang muncul bersamaan dengan labia di dekat vagina.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR