Nakita.id - Beberapa waktu belakangan, publik dihebohkan dengan nasib naas Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam), Wiranto.
Seperti diketahui, Kamis (10/10/2019) lalu, Wiranto mengalami insiden penusukan.
Ia pun mendadak ditusuk orang tak dikenal usai menghadiri suatu acara di luar kota.
Kondisinya pun cukup parah hingga harus mendapatkan perawatan intensif dan tindakan operasi beberapa hari lalu.
Namun, bukan hanya kondisi kesehatan Wiranto saja yang menjadi perhatian publik.
Pasalnya, baru-baru ini tiga orang prajurit TNI harus ikut menerima pil pahit dari kasus tersebut.
Mereka harus rela jabatannya dilucuti karena ulah para istri yang ikut mengomentari kasus ini.
Tiga orang istri prajurit ini menyampaikan komentar negatif terhadap kasus penusukan sang menteri.
Kasus 3 orang istri prajurit yang menyampaikan komentar negatif terhadap kasus penusukan Wiranto berbuntut pada sang suami yang mendapat tindakan disiplin dari satuan tempatnya berdinas.
Melansir dari Kompas.com, tiga personel TNI tersebut diberikan sanksi dan hukuman disiplin sesuai peraturan yang berlaku di militer.
Tidak hanya dicopot dari jabatan mereka, tapi tiga personel tersebut juga harus menjalani penahanan selama 14 hari.
TNI juga melaporkan tiga istri anggotanya terkait konten negatif yang dituding 'menyerang' Wiranto itu.
Tiga personel yang mendapatkan sanksi adalah Kolonel Hendi Suhendi (HS) yang merupakan Komandan Kodim (Dandim) Kendari, Sersan Dua Z dan Peltu YNS (anggota POMAU Lanud Muljono Surabaya).
Sedangkan ketiga istri anggota TNI tersebut yang berinisial IPND, LZ dan FZ telah dilaporkan ke polisi karena dianggap melanggar UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Pecopotan jabatan dari tiga personel tersebut dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang disiplin militer.
Akibat ulah sang istri, para prajurit TNI ini harus menyerahkan kembali jabatannya.
Istri eks Dandim Kendari tersebut tak kuasa menahan tangis saat serah terima jabatan.
Nekat melakukan hal itu, Moms mungkin bertanya-tanya mengapa istri-istri para prajurit ini sampai bertindak demikian?
Padahal, sosok Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Wiranto juga merupakan mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1998 sebelum terjun ke dunia politik.
Menurut Pengamat Sosial Drajat Tri Kartono, kejadian ini tidak bisa digeneralisirkan untuk menggambarkan kondisi batiniah TNI secara utuh, seperti dikutip dari Kompas.com.
“Karena itu kan hanya beberapa orang, tidak mewakili sebuah korps kumpulan ibu-ibu tantara,” kata Drajat saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/10/2019) petang.
Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) ini juga berpendapat bahwa tindakan itu dilakukan atas dasar emosi seorang perempuan yang kemudian menular ke perempuan lain.
“Ibu-ibu itu basisnya lebih banyak ke emosional daripada suaminya yang lebih banyak ke rasional. Itu ibu-ibu kan mengalir perasaannya dari satu ibu-ibu ke ibu-ibu yang lain. Kalau dalam sosiologi Namanya solidaritas mekanik, solidaritas kesetiaan atas dasar emosi,” jelas Drajat.
Menurut Drajat, sesungguhnya para istri prajurit ini paham akan konsekuensi atas perbuatannya.
Akan tetapi, karena sudah terdapat faktor emosi, maka rasionalitas pun terkalahkan.
“Pasti, menurut saya paham, ada juga yang istri perwira kok. Paham sekali mereka, langsung menyerang pimpinan tertinggi, Wiranto, seperti itu pasti mereka paham sekali,” terangnya.
“Hanya memang kan ini masalah emosi, tidak bisa dirasionalisasi. Kalau urusan emosi itu rasionalnya bisa dikalahkan. Kemudian mereka merasa mewakili sebuah keterampasan emosi itu,” tambahnya.
Namun, dunia militer menerapkan sistem komando sehingga segala bentuk perlawanan dan pembangkangan yang dilakukan dengan cara di luar prosedur, akan berakibat sanksi tegas.
Melebarkan Sayap Hingga Mancanegara, Natasha Rizky Gelar Exhibition Perdana di Jepang
Source | : | Kompas.com,Nakita.id |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR